Pernyataan Presiden Jokowi Tak Netral Bikin Etika dan Moral Rusak

0

PERNYATAAN Presiden Joko Widodo (Jokowi) menuai kontroversi. Presiden Jokowi menyatakan presiden dan menteri boleh berkampanye dan memihak dalam Pemilu 2024.

SIKAP Presiden Jokowi ini jadi bahan diskusi Forum Ambin Demokrasi di Rumah Alam, Sungai Andai, Banjarmasin, Sabtu (27/1/2024).

Pegiat Ambin Demokrasi, Noorhalis Majid menilai pernyataan Presiden Jokowi ini jelas akan menggoda pihak-pihak lain untuk tak netral dan segala macam dalam perhelatan Pemilu 2024. “Tanda-tanda kecurangan itu sudah terbukti dari hasil survei sejumlah lembaga. Faktanya, 75 persen responden menyatakan pemilu akan berlangsung curang,” ucap Noorhalis Majid, membuka diskusi.

Hal ini berkelindan dengan adanya laporan kecurangan dan segala bentuknya di lapangan. Menurut Majid, apakah hasil survei dan fakta di lapangan ini sebagai pembenar, tentu potensi kecurangan dalam Pemilu 2024 sangat terbuka lebar.

BACA : Ada 9 Poin Larangan Personel Polisi, Polda Kalsel Jamin Jaga Netralitas Pemilu 2024

Akademisi Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat, Mohammad Effendy mengakui dalam aturan khususnya UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 memang presiden maupun wakil presiden diperbolehkan ikut serta dalam kampanye. Hanya saja, ada pembatasan yang diatur di dalamnya.

“Pembatasan itu mencakup melepaskan fasilitas negara, karena saat presiden atau wakil presiden berkampanye di luar tanggungan negara. Untuk itu, presiden atau wakil presiden harus cuti,” tegas mantan Dekan Fakultas Hukum ULM ini.

BACA JUGA : Soal Pelanggaran Netralitas ASN, Ketua Bawaslu RI Sebut Bawaslu Bukan Tukang Pos

Selain orang nomor satu di Republik Indonesia, Effendy menyebut ada pula larangan bagi menteri, gubernur, wakil gubernur, wakil bupati, walikota dan wakil walikota menggunakan fasilitas negara saat ikut berkampanye.

“Walau Presiden Jokowi tidak secara gamblang mengumumkan mendukung pasangan calon (paslon) di Pilpres 2024. Namun sudah terang-terangan memihak kepada salah satu paslon, jelas Presiden RI merupakan kepala negara,” tutur Effendy.

BACA JUGA : Ikrar Netralitas ASN Jelang Pemilu 2024, Gubernur Kalsel Ingatkan Jaga Persatuan Dan Kesatuan

Pakar hukum tata negara ini menilai pernyataan Presiden Jokowi ini telah merusak sistem kepartaian, sehingga memicu kerusakan etika dan moral. “Problemnya adalah kerusakan etika dan moral karena Presiden Jokowi jelas akan mendukung anaknya. Tapi yang lebih parah presiden merusak sistem kepartaian kita,” kata mantan anggota KPU Provinsi Kalsel ini.

Sebab, menurut dia, Presiden Jokowi merupakan kader PDI Perjuangan, namun justru mendukung kader atau paslon parpol lain.

“Kerusakan etika berpolitik, berpartai dalam menjalankan wewenang kekuasaan dan bernegara jelas dilakukan oleh Presiden Jokowi. Bahkan, Presiden Jokowi tidak menjalankan nilai moral bahkan tidak memberikan contoh etika dalam praktik bernegara,’’ kata doktor hukum tata negara lulusan Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung ini.

BACA JUGA : Jaga Netralitas ASN, Bawaslu Kalsel Rangkul Kepala Daerah Tandatangani Pakta Integritas

Meski, menurut Effendy, secara norma aturan Presiden Jokowi tidak menabrak ketentuan UU Pemilu, selama mengambil cuti dan tidak menggunakan fasilitas negara.

“Namun persoalan ini bukan pada normatif perundang-undangan. Dalam hal ini cuti di luar tanggungan negara jelas mengatur tidak boleh menggunakan jabatannya dalam kegiatan apapun, termasuk menandatangani dokumen-dokumen penyelenggaraan pemerintah,” tuturnya.

Nah, menurut Effendy, jika Presiden Jokowi berkampanye untuk putranya Gibran Rakabuming Raka yang merupakan calon Wakil Presiden pendamping Prabowo Subianto, maka dalam perspektif hukum harus segera menunjuk pelaksana tugas presiden.

BACA JUGA : ASN Kalsel Diminta Jaga Semangat Profesionalisme dan Netralitas

“Hal ini kontradiktif dengan pernyataan Presiden Jokowi yang sangat gagah menyerukan agar ASN, TNI/Polri harus netral. Pada kesempatan berbeda justru presiden tidak netral,” kata Effendy.

Atas kondisi itu, peneliti hukum dan politik ULM ini menekankan pentingnya pengawasan dari Bawaslu RI dan jaringannya. “Jangan sampai lembaga pengawas dan penyelenggara pemilu justru tidak berdaya. Jelas-jelas pernyataan Presiden Jokowi ini merupakan pelanggaran di depan mata,” tandas Effendy.(jejakrekam)

Penulis Asyikin
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.