Melawan Praktik Korupsi SDA dengan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya

0

MELALUI buku kumpulan opini dan esai berjudul Merangkai Stanza Lagu Kebangsaan, Profesor Hariadi Kartodiharjo mencoba memaknai lagi lagu kebangsaan Indonesia Raya tulisan Wage Rudolf Supratman lewat perspektif pengelolaan sumber daya alam.

LEBIH-LEBIH, publik kini lebih kenal lagu kebangsaan hanya lewat satu bait belaka. Padahal, karya bersejarah yang dicetus 28 Oktober 1928 ini memiliki tiga larik (stanza).

Pada stanza kedua Indonesia Raya, tercantum secara gamblang harapan Supratman agar sumber daya alam yang ada dikelola secara baik. Itu tercantum dalam penggalan lirik “Suburlah tanahnya, suburlah jiwanya.”

Selain itu, ditegaskan lagi dengan penggalan stanza ketiga “selamatlah rakyatnya, selamatlah putranya.” Tulisan-tulisan Hariadi yang tercantum dalam buku Merangkai Stanza Lagu Kebangsaan berkiblat dari bait demi bait yang karya lagu kebangsaan karya Supratman ini.

Sabtu (27/11/2018) siang, buku tulisan Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) ini didiskusikan dalam agenda Sarasehan Pustaka di Aula Perpustakaan Universitas Lambung Mangkurat (ULM). Selain Hariadi, hadir juga dalam forum Kabag Pelayanan Informasi dan Komunikasi Publik KPK RI, Isnaini dan Direktur Eksekutif Walhi Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono.

Lebih spesifik, dalam Merangkai Stanza Lagu Kebangsaan,  Hariadi menyampaikan evaluasinya terhadap pengelolaan sumber daya alam yang terjadi di Indonesia selama lima tahun belakangan.

“Buku Merangkai Stanza Lagu Kebangsaan adalah berbagai opini dan essay saya berkaitan dengan pengelolaan sumber alam dan korupsi,” jelas Guru besar Fakultas Kehutanan IPB.

Ia menuturkan kampus adalah tempat yang strategis. Khususnya, ketika membicarakan problem perlawanan korupsi pada sektor sumber daya alam.

“Pada era sekarang stanza kedua dan ketiga jarang sekali dibahas. Nah, dalam buku saya mengingatkan kepada semua pihak ada cita-cita bersama dari lagu Indonesia Raya,” tegasnya.

Kabag Pelayanan Informasi dan Komunikasi Publik KPK RI, menyambut baik acara sarasehan pustaka ini. Dirinya menyebut, mahasiswa perlu memahami bagaimana bahaya korupsi sumber daya alam serta upaya bersama-sama mencegah terjadinya KKN di kemudian hari.

“Hasil pengusutan KPK, ada tujuh perkara korupsi bidang SDA yang sampai saat ini sudah inkracht. Dengan nilai kerugian negara sekitar Rp. 357 triliun,” ucap Isnaini.

BACA: KPK Heran Daerah Kaya SDA, Rakyatnya Justru Miskin

Ketika disinggung kinerja KPK mengusut tindak rasuah di Kalimantan Selatan di bidang, SDA Isnaini menjawab diplomatis. Karena ia perlu berkoordinasi dengan direktorat pengaduan masyarakat tentang dugaan tindak pidana korupsi sektor di sumber daya alam.

“Secara umum tindak korupsi di sektor sumber daya alam adalah suap menyuap untuk memuluskan kepentingan bisnis koorporasi dengan cara melanggar hukum,” paparnya.

Sementara, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalsel, Kissworo Dwi Cahyono menilai evaluasi penegakan hukum di bidang sumber daya alam adalah sebuah keharusan.

“Kita mendorong ada institusi khusus untuk menangani palanggaran hukum di bidang sumber daya alam. Sebab jika berharap dengan peradilan yang ada tidak bisa menjawab persoalan korupsi di sektor sumber daya alam dan lingkungan,” ucap Kiss, panggilan akrabnya.

Bukan tanpa alasan, Kiss menilai penegakan hukum untuk penjahat lingkungan dan penjarah SDA masih mandul. Ini mengingat masih banyaknya kasus perusahaan perusak lingkungan yang lolos dari jeratan hukum.

“Efek jera perlu diberikan kepada perusahaan yang merusak hukum sebab akan berdampak dengan koorporasi yang lain,” pungkas Cak Kiss. (jejakrekam)

Penulis Ahmad Husaini
Editor Donny Muslim

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.