Pajak Barang Naik, Angka Pembelian Produk Jam Tangan dan Jam Dinding Makin Lesu

0

KENAIKAN pajak barang baik lokal maupun impor serta pajak pertambahan nilai (PPn) kini dirasakan para pedagang di Banjarmasin. Mau tak mau, pajak barang yang dijual akhirnya membebani harga jual barang dan harus ditanggung pedagang dan pembeli.

KELESUAN angka pembelian, hingga menurunnya omzet penjualan kini mendera para pedagang jam dinding dan jam tangan, baik produk lokal maupun impor.

“Ya, gara-gara pajak barang yang dikenakan 10 persen, mau tak mau kami harus menaikkan harga barang. Itupun, masih ada untung sedikit, kalau tidak ya tekor atau balik modal,” ucap pemilik Toko Seiko Pasar Cempaka Baru, H Alan Muhammad kepada jejakrekam.com di Banjarmasin, Kamis (5/7/2018).

Dia mencontohkan jam dinding kelas menengah seperti merek Mirado, rata-rata harganya naik 10 persen dibanding harga sebelumnya. “Kami terpaksa menaikkan harga, karena dari pihak distributor dan pabrik juga telah menaikkan harga dari sebelumnya. Contohnya, jika harganya Rp 150 ribu, terpaksa dinaikkan 10 persen, memang pajak barang ini akhirnya dibebankan kepada para pembeli,” ucap H Alan.

Mantan anggota DPRD Banjarmasin asal PPP ini mengungkapkan kelesuan angka penjualan barang-barang yang bukan kebutuhan pokok, seperti jam dinding, jam tangan, serta produk elektronik lainnya sudah dirasakan beberapa tahun belakangan ini.

“Pajak itu sudah dikenakan kepada pengecer seperti kami oleh pabrik dari Jawa. Jadi, setiap pembelian barang, pasti dikenakan pajak,” kata Alan.

Mirisnya lagi, justru daya beli masyarakat di Banjarmasin sangat rendah, ditambah lagi naiknya kurs Dollar AS terhadap nilai rupiah juga turut menambah komponen harga, khususnya barang-barang impor.

“Kami menduga ini juga berkenaan dengan biaya hidup masyarakat yang cukup tinggi. Jadi, mereka mungkin menahan diri atau uangnya untuk membeli barang semacam ini,” ujar pedagang yang sudah 30 tahun menggeluti bisnisnya ini.

Menurut Alan, rata-rata omzet penjualan tiap bulan mencapai Rp 20 juta, kini turut drastis mencapai 50 persen hingga didapat hanya Rp 10 juta. “Itupun, kalau dihitung dari biaya operasional, sewa toko dan lainnya, masih ada untung sedikit. Kalau tidak ya rugi atau balik modal,” ungkapnya.

Untuk menyiasatinya, Alan pun mengaku terpaksa hanya menjual produk edisi lama, dan hanya mengambil sedikit produk-produk baru. Termasuk, tidak menjual lagi barang-barang yang tergolong bermerek atau mahal.

“Memang, pembelian produk seperti jam dinding dan jam tangan ini bukan termasuk kebutuhan pokok. Makanya, masyarakat lebih mengutamakan pemenuhan kebutuhan pokok dibanding membeli barang semacam ini,” kata Alan.

Alan pun menyebut hal yang dialaminya juga dirasakan para pedagang lainnya, tak hanya di Pasar Cempaka Baru Banjarmasin. “Dari informasi kawan-kawan yang juga berjualan produk semacam ini mengeluhkan turunnya omzet penjualan serta tingginya pajak yang harus dibayar,” imbuhnya.(jejakrekam)

 

Penulis M Bulkini
Editor Didi GS

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.