Aroma Politik Uang Masih Terasa di Dua Pilkada

0

DUA even pemilihan kepala daerah (pilkada) di Kabupaten Barito Kuala (Batola) dan Hulu Sungai Utara (HSU) sudah berlangsung pada Rabu (15/2/2017). Namun, aroma adanya politik uang (money politics) masih terasa.

KETUA Lembaga Pemantau Penyelenggara Trias Politika Republik Indonesia (LP2TRI) Kalsel DR Akhmad Murjani mengatakan, potensi politik uang sangat tinggi di Pilkada 2017, termasuk di dua kabupaten di Kalimantan Selatan.

“Memang politik uang terindiasi ada, namun kemasannya berbeda-beda seperti kultur budaya, solat hajat, silaturrahmi, dan lainnya,” kata Murjani di Banjarmasin, Kamis (16/2/2017).

Bahkan, kata dia, serangan fajar dengan membagikan barang, dan lainnya untuk merebut suara warga dapat memilih pasangan calon tertentu juga dapat dikategorikan sebagai money politics. “Jadi dengan komunikasi bagus dengan warga, maka bisa saja ada uang pengganti agar pasangan calon bisa meluluhkan hati masyarakat untuk memilih paslon tertentu. Hal ini sering terjadi di Kalsel saat pilkada dan pemilu,” kata pengamat publik ini.

Murjani mengungkapkan dalam pesta demokrasi seperti pilkada dan pemilu legislatif, pemetaan daerah yang rawan dan berpotensi berbuat curang patut dilakukan KPU dan Bawaslu Kalimantan Selatan beserta jajarannya.

Ia mengakui untuk menghilangkan politik uang membutuhkan waktu sangat panjang, mengingat kultur yang membuat masyarakat terpengaruh. “Saya kira perlu pendidikan dengan nilai-nilai yang baik. Jadi butuh 20 tahun untuk bisa merubah pemahaman agar memilih pemimpin dengan tidak melakukan politik uang,” tuturnya.

Banyak titik kerawanan, seperti KTP ganda, surat suara sisa, saksi yang tidak teliti, yang memunculkan kecurangan. “Ada suara sah dianggap tidak sah, ada suara tidak sah dianggap sah,” katanya.

Dampak kecurangan sangat besar, apalagi dengan biaya besar. “Akibatnya kewenangan dan kebijakan kepala daerah terpilih tidak memihak rakyat, melainkan hanya untuk kepentingan pribadi. Pasti ada pemikiran untuk mengembalikan modal,” bebernya.

Untuk itu, masih menurut Murjani, perlu kurikulum dalam sekolah dan kampus pemahaman agar pola pikir dalam memilih pemimpin semakin baik. Jika tidak puas dengan hasil pilkada, masih ada upaya untuk melakukan proses di Mahkamah Konstitusi (MK) RI di Jakarta. Namun sebaiknya, kata Murjani, dengan pengawasan yang begitu ketat dapat teratasi semua kecurangan itu.

“Untuk Pilkada Batola dan HSU di Kalsel yang sudah berlangsung, jika ada kecurangan jangan dibiarkan, langsung dilaporkan agar menjadi pembelajaran dalam berdemokrasi. Untuk itu, laporan kecurangan harus dikawal secara ketat, sehingga tidak ada ruang untuk bermain,” tuturnya.(jejakrekam)

Penulis: Afdi NR

 

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.