Gugatan Tiga SK Gubernur Kalsel Menguji Dasar Hukum

0

ANCAMAN menggugat Gubernur Kalimantan Selatan H Sahbirin Noor ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Banjarmasin sudah disuarakan kuasa hukum PT Silo Group, Yusril Ihza Mahendra. Pencabutan izin tambang berskala produksi di wilayah konsensi Pulau Laut, Kabupaten Kotabaru itu melalui tiga surat keputusan (SK) akan diuji di meja hijau.

PAKAR hukum tata negara yang juga mantan Menteri Hukum dan HAM, Yusril Ihza Mahendra pun menilai ada kesewenang-sewenangan yang dilakukan Gubernur Kalsel H Sahbirin Noor dalam penerbitan tiga SK pencabutan izin usaha pertambangan operasi produksi (IUPOP) tiga perusahaan berbendera PT Sebuku itu. Alasan Yusril, selama ini kliennya tak pernah mendapat surat peringatan, seperti tak memenuhi kewajiban, melakukan tindak pidana pertambangan atau dinyatakan pailit.

Namun gugatan hukum melalui PTUN Banjarmasin yang dilayangkan PT Silo Group melalui kuasa hukumnya, Yusril Ihza Mahendra dari kantor Ihza & Ihza Law Firm itu dinilai pakar hukum tata negara Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin, DR Ichsan Anwary, merupakan tindakan yang sah-sah saja.

“Tiga perusahaan yang dicabut izin usaha pertambangan itu berhak untuk mengajukan gugatan sebagai bagian dari hak warga negara. Namun, kedua belah pihak yang bersengketa, baik PT Silo Group khususnya tiga perusahaan yang dicabut izin dan di pihak lain, Pemprov Kalsel dalam hal Gubernur H Sahbirin Noor harus memiliki dasar hukum yang kuat dalam kebijakan pencabutan IUPOP tersebut. Ini bisa menjawab anggapan adanya tindakan sewenang-sewenang itu,” ucap Ichsan Anwary kepada wartawan di Banjarmasin, Minggu (4/2/2018).

Dia mengungkapkan ada dua hal yang bisa membuktikan absah atau tidaknya kebijakan Gubernur Kalsel dalam pencabutan IUPOP tiga perusahaan tambang itu, yakni mengacu ke peraturan perundang-undangan serta asas umum pemerintahan yang baik atau hukum tidak tertulis.

“Nantinya, majelis hakim PTUN Banjarmasin akan menilai apakah tiga perusahaan itu melanggar aturan perundang-undangan atau tidak. Makanya, Pemprov Kalsel harus bisa membuktikan dasar hukum, begitupula sebaliknya pihak perusahaan yang mengajukan gugatan,” papar Ichsan Anwary.

Wakil Dekan Fakultas Hukum ULM ini mengungkapkan jika adanya desakan publik jadi acuan dalam pencabutan izin usaha pertambangan, maka akan sangat riskan ditolak majelis hakim PTUN Banjarmasin. Sebab, menurut dia, asas formal yang mengacu ke peraturan perundang-undangan dan asas umum pemerintahan yang baik jauh lebih kuat di mata hukum. “Makanya, tekanan publik itu hanya tambahan dalam mengambil keputusan. Semua harus mengacu ke aturan yang berlaku,” tegas Ichsan.

Mengacu ke asas formil, Ichsan pun mengatakan wajar jika perusahaan yang merasa segala persyaratan perizinannya lengkap melakukan gugatan ke PTUN Banjarmasin, ketika di satu sisi pemerintah daerah mereiewnya atau mencabutnya. “Nah, ketika syarat itu tak dilengkapi, tentu pemerintah daerah boleh mencabut. Ini yang akan terlihat dalam persidangan nanti,” katanya.

Menghitung peluang apakah Pemprov Kalsel yang akan menang atau malah pihak PT Sebuku yang unggul, ahli hukum tata negara ini enggan mengomentarinya lebih lanjut. Menurut Ichsan, yang akan dibuktikan dalam persidangan menyangkut asas atau dasar hukum terbitnya tiga SK yang ditandatangani Gubernur H Sahbirin Noor tersebut.

Sayangnya, gugatan yang akan diajukan PT Sebuku Batubai Coal, PT Sebuku Tanjung Coal, dan PT Sebuku Sejaka Coal, belum mau ditanggapi pejabat terkait di Pemprov Kalsel. Seperti Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kalsel, Nafarin dan Kepala Biro Hukum Setdaprov Kalsel, A Fydayeen, enggan memberikan komentarnya. “Berdasar hasil rapat koordinasi, masalah ini langsung ditangani Biro Hukum Setdaprov Kalsel,” ucap Nafarin.(jejakrekam)

Penulis : Sayyidil Ahmada

Editor   : Didi G Sanusi

Foto     : MPK Smasa

 

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.