Lawan Radikalisme, Jadilah Perempuan Pelopor Damai

0

INDONESIA masih belum aman sepenuhnya. Ancaman terorisme yang terus dinamis dan mengubah gerakan demi menciptakan kekacauan masih menguat di negeri ini. Umumnya, kasus radikalisme dan narkoba merupakan satu di antara problema lainnya tetap menjadi  ancaman paling serius di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

SEKRETARIS Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Kalimantan Selatan, Noorhalis Majid mencatat selama kurun waktu 2002-2017 di Indonesia, terjadi lebih dari 40 kasus terorisme dengan beragam bentuk.

“Ya, telah terjadi perubahan gerakan dari aksi terorisme di Indonesia. Hal ini menjadi ancaman serius bagi Indonesia, khususnya dengan mengikisnya rasa nasionalisme,” ucap Noorhalis Majid yang menjadi narasumber dalam diskusi dan simulasi bertajuk Perempuan Pelopor Perdamaian yang merupakan gawe bareng Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dengan FKPT Kalsel di Hotel Royal Jelita, Kamis (6/7/2017).

Menurut Majid, dulu serangan paling populer adalah serangan bom, namun kini beragam dimulai dari racun, pembakaran, assassination, bom Molotov, fai, bom panci dan lainnya. “Dulu founding dari luar, sekarang pendanaan bersifat lokal. Salah satunya perampokan, termasuk cyber fai,” katanya.

Tak hanya itu, Majid yang juga Kepala Ombdusman Kalsel ini mengatakan dulu yang menjadi musuh adalah barat dan Amerika, sekarang polisi terbukti ada 35 anggota polisi ditembak periode 2010-2017. “Dari data yang ada, jihad di Suriah lebih prioritas, hingga tercatat ada 1.700 orang Indonesia berada di negara yang tengah berkonflik di kawasan Timur Tengah ini. Ada ratusan warga Indonesia yang tewas di sana, namun ada ratusan orang  yang kembali ke negeri ini dengan membawa ideologi radikal,” cetusnya.

Faktanya lagi, beber Majid, adalah alumni pelatihan Aceh juga terus melakukan kaderisasi dan aksi untuk melahirkan pelaku amatiran dengan korban serampangan. “Kalau dulu remaja yang direkrut jadi pengantin bom, sekarang perempuan diperdaya dan dijadikan tumbal bom bunuh diri,” ucapnya. Dengan objek perempuan, Majid mengatakan pola aksi gerakan radikal dan teroris,  berubah menjadi subjek yang sebelumnya mengalami proses kawin mawin. “Makanya, perempuan dan anak rentan sangat rentan jadi korban,” tuturnya.

Untuk itu, mantan Direktur Legislatif Walhi Kalsel ini mengajak agar perempuan menjadi pelopor dengan memperkuat basis keluarga, khususnya pendidikan agama dan toleransi yang harus ditanamkan sejak dini. “Perempuan juga harus menjadi pelopor damai, kalau tidak akan rentan menjadi korban,” tandasnya.

Sementara itu, narasumber nasional sekaligus fasilitas, DR  Mohammad Monib,MA (ICRP) membawakan materi tentang Paradigma Keislaman dan Kebangsaan yang mengingatkan pentingnya belajar sejarah dan fakta. “Dulu negara Afghanistan melahirkan ilmuwan yang diakui dunia. Sekarang, negara itu hancur akibat akibat gerakan radikalisme. Makanya, kita harus memperkuat rasa kebangsaan kita dengan belajar Islam yang rahmatan lil alamin,” katanya.

Menariknya, 50 peserta yang berasal dari berbagai komponen dari organisasi keagamaan, organisasi masyarakat maupun para pendidik sempat turun ke jalan membagi-bagikan pin berisi pesan damai kepada para pengguna jalan di kawasan Jalan Achmad Yani Banjarmasin. Mereka juga membentang poster menolak keberadaan ISIS atau kelompok yang berupaya merubah negara.(jejakrekam)

Penulis  : Didi G  Sanusi

Editor    : Didi G Sanusi

Foto      : Istimewa

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.