Vonis Tertinggi Perkara Narkoba Hanya 20 Tahun

1

LUAR biasa, perkara narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba) yang diadili di Pengadilan Negeri Banjarmasin, selama 2016 lalu, sudah melampaui jumlah hari dalam satu bulan. Bayangkan saja, ada 707 perkara dalam setahun, jika dibagi dalam sebulan berarti ada 58 perkara yang harus diputus majelis hakim.

ADA apa ini? Hubungan Masyarakat (Humas) PN Banjarmasin, Afandi Widaryanto SH mengatakan fenomena maraknya kasus narkoba hingga naik ke meja hijau makin membuktikan ibukota Provinsi Kalimantan Selatan ini merupakan lahan subur peredaran dan perdagangan barang terlarang itu.

“Faktanya, banyak orang yang ditangkap karena kasus narkoba. Penegakan hukum dalam perkara narkoba ini tidak bisa hanya menyandarkan pada aparat kepolisian, jaksa maupun hakim. Semua elemen masyarakat harus berperan. Jangan cuek saja, masyarakat Banjarmasin harus aktif,” ujar Afandi Widaryanto di PN Banjarmasin, Selasa (14/2/2017).

Ia mengakui dalam perkara narkoba yang ditangani dan diadili di PN Banjarmasin sangat variatif, dari kelas pemakai, pengedar hingga yang menguasai narkoba atau bandar. Mantan hakim Pengadilan Negeri (PN) Padang, Sumatera Barat ini menepis anggapan jika vonis yang dikenakan kepada para pelaku narkoba itu sangat ringan. “Hukumannya juga sangat variatif, dari 12 tahun, 15 tahun hingga 20 tahun penjara. Semua dihukum tergantung kesalahannya,” ucap Afandi.

Adanya desakan dari ormas Islam seperti Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kalsel agar para bandar narkoba itu yang termasuk dalam pelaku kejahatan kemanusiaan itu dihukum seberat-beratnya seperti hukuman mati, ditanggap Afandi dengan mengungkapkan semua tergantung fakta persidangan, serta tingkat kesalahannya. “Berbeda dengan vonis yang dijatuhkan majelis hakim di PN Tangerang. Di sana, ada puluhan kilogram sabu-sabu yang beredar. Makanya, bandar yang menguasai narkoba seberat 8 kiogram itu divonis hukuman mati,” katanya.

Sedangkan, menurut Afandi, bobot narkoba jenis sabu-sabu dan ineks terbesar hanya berukuran 6 kilogram, dan bandarnya diganjar hukuman penjara selama 20 tahun. “Jadi, bukan bicara efek jera untuk vonis semacam itu. Ukurannya bukan begitu, sebab peredaran narkoba ini sangat menjanjikan uang yang besar, sedangkan orang banyak yang membutuhkan uang,” tutur Afandi.

Selain itu, menurut dia, dari fakta yang ada di persidangan PN Banjarmasin terungkap bahwa bandar-bandar besar ini kebanyakan berasal dari luar Banjarmasin atau Kalimantan Selatan. “Di sini hanya para pengecer-pengecer kecil. Sedangkan, kendali transaksi narkoba itu diatur para bandar yang berada di luar Banjarmasin,” ucap jebolan Universitas Soerjo Ngawi, Jawa Timur ini.

Ia meminta agar semua elemen masyarakat Banjarmasin lebih giat lagi dalam memerangi peredaran narkoba di kota ini. “Semua masyarakat harus bergerak, bukan berharap banyak kepada aparat penegak hukum,” cetusnya.

Vonis yang dijatuhkan majelis hakim ini juga sepertinya mengacu pada tuntutan hukuman yang diajukan jaksa penuntut umum (JPU). Hal ini tergambar dalam pedomann tuntutan perkara tindak pidana khusus narkoba yang dibuat Kejaksaan Agung lewat Jaksa Muda Pidana Umum (Jampidum) yang membagi bagi terdakwa yang terbukti memiliki 10 kilogram-20 kilogram dituntut hukuman seumur hidup. Kemudian, 1.000 gram-10 kilogram dituntut 15-18 tahun penjara. Lalu, 50 gram-1.000 gram diancam 13-15 tahun kurungan. Dan, terakhir 5 gram-50 gram harus diganjar tuntutan hukuman minimal 12 tahun hingga 13 tahun bui.(jejakrekam)

Penulis           : Didi GS

Foto Ilustrasi : Detik.com

 

 

1 Komentar
  1. Kasmiran berkata

    Sepertinya perlu juga hukuman mati dijatuhkan ke para bandar pak hakim

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.