Korupsi Semakin Merajalela, Perlu Solusi Tuntas

Penulis: Hayatun Izati Annisa SPd

0

KORUPSI di Indonesia agaknya telah menjadi persoalan yang amat kronis. korupsi dari tahun ke tahun cenderung semakin meningkat dengan modus yang makin beragam. seperti yang terjadi beberapa pekan lalu, korupsi massal di Malang yang dilakukan oleh para wakil rakyat yang melibatkan 41 anggota DPRD Kota Malang. Hal ini sungguh sangat miris sekali.

KOORDINATOR Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz menjelaskan, anggota lembaga pemerintahan secara terbuka melakukan korupsi bersama-sama. “Ini membuktikan budaya permisif korupsi itu tumbuh karena tidak ada mekanisme kontrol di internal,” terang Donal di Kantor Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Jakarta Pusat, Selasa (4/9/2018).

Menurut Donal, para anggota legislatif seharusnya saling mengingatkan agar tidak melakukan korupsi. Ia mengatakan kasus ini seharusnya menjadi “tamparan” bagi pemerintah. Kasus korupsi berjamaah sudah pernah terjadi di beberapa kota.(kompas.com).

Ini terlihat dari tak adanya keteladanan dari para penguasa ataupun wakil rakyat dan sedikit atau rendahnya pengungkapan kejahatan korupsi sementara masyarakat tahu bahwa korupsi terjadi di mana-mana. Pastinya, masyarakat tentu sangat menantikan upaya-upaya tuntas untuk mengatasi salah satu problem besar negara ini. Kenapa Korupsi semakin merajalela? Faktor penyebab korupsi saat ini sebenarnya berpangkal dari ideologi yang ada, yaitu demokrasi-kapitalis.

Faktor ideologis inilah, beserta beberapa faktor lainnya, menjadi penyebab dan penyubur korupsi saat ini. Faktor ideologis tersebut terwujud dalam nilai-nilai yang menjadi panutan dalam masyarakat kini yang berkiblat kepada barat, seperti nilai kebebasan dan hedonisme. Demokrasi-kapitalis telah mengajarkan empat kebebasan yaitu kebebasan beragama, kebebasan kepemilikan, kebebasan berpendapat, dan kebebasan berperilaku.

Empat macam kebebasan inilah yang tumbuh subur dalam sistem demokrasi-kapitalis yang terbukti telah melahirkan berbagai kerusakan. Korupsi merupakan salah satu kerusakan akibat paham kebebasan kepemilikan tersebut.
korupsi bukan hanya marak di Indonesia, tapi terjadi di masyarakat manapun yang menerapkan nilai-nilai yang bersumber dari ideologi barat tersebut.

Ledakan korupsi bukan saja terjadi di tanah air, tapi juga terjadi di Amerika, Eropa, Cina, India, Afrika, dan Brasil. Di Indonesia, mayoritas korupsi melibatkan fenomena pesta demokrasi saat Pilkada. Mengapa korupsi menggila di alam demokrasi? Jawabannya selain untuk memperkaya diri, korupsi juga dilakukan untuk mencari modal agar bisa masuk ke jalur politik termasuk berkompetisi di ajang pemilu dan pilkada. Sebab proses politik demokrasi, khususnya proses pemilu menjadi caleg daerah apalagi pusat, dan calon kepala daerah apalagi presiden-wapres, memang membutuhkan dana besar. Maka tidak heran lagi, jika kasus korupsi semakin merajalela.

Hal yang dikemukakan di atas membuktikan sistem demokrasi-lah yang dapat ditunjuk sebagai faktor yang mendorong terjadinya korupsi. Tentu saja tak boleh diabaikan adanya faktor lainnya. Setidaknya ada tiga faktor lainnya, yaitu : Pertama, faktor lemahnya karakter individu (misalnya individu yang tak tahan godaan uang suap). Kedua, faktor lingkungan/masyarakat, seperti adanya budaya suap. Ketiga, faktor penegakan hukum yang lemah, misalnya adanya sikap tebang pilih terhadap pelaku korupsi, serta sanksi bagi koruptor yang tidak menimbulkan efek jera. Sehingga faktor penyebab korupsi setidaknya ada 4 (empat), yaitu: Pertama, faktor ideologis, yaitu tumbuhnya nilai-nilai kebebasan dan hedonisme di masyarakat, dan juga diterapkannya sistem demokrasi yang mendorong korupsi. Kedua, faktor kelemahan karakter individu. Ketiga, faktor lingkungan/masyarakat, seperti budaya suap. Keempat, faktor penegakan hukum yang lemah.

Upaya pemberantasan korupsi di Indonesia telah diupayakan pemerintah dengan mndirikan lembaga untuk menangani kasus korupsi salah satunya lembaga KPK dan lembaga-lembaga lainnya untuk mengatasi masalah ini dan bahkan membuat UU bagi para pelaku korupsi agar jera. Namun banyaknya lembaga anti korupsi yang dibentuk di negeri ini jelas bukan menunjukkan sebuah prestasi.

Sebaliknya, ia justru menunjukkan belum tuntasnya menyelesaikan masalah ini secara tuntas. Pemberantasan korupsi akan sangat sulit dilakukan jika sistem yang digunakan masih sistem yang ada sekarang, buktinya sampai saat ini masalah korupsi tidak pernah tuntas bahkan cenderung meningkat setiap tahunnya. Hal ini terjadi karena sistem demokrasi-kapitalis yang sedang diberlakukan saat ini justru menjadi sebab maraknya korupsi.  Oleh karena itu, diperlukan sistem lain yang akan mampu menyelesaikan korupsi hingga akarnya.  Tidak lain sistem tersebut adalah sistem Islam.

Berikut beberapa bagaimana sistem Islam mampu memberantas korupsi:  pertama, dasar aqidah Islam melahirkan kesadaran senantiasa diawasi oleh Allah dan melahirkan ketaqwaan pada diri politisi, pejabat, aparat, pegawai, dan masyarakat.  Hal ini melahirkan kontrol dan pengawasan internal menyatu dalam diri pemimpin, politisi, pejabat, aparatur dan pegawai, yang bisa mencegah mereka untuk korupsi.

Kedua, sistem politik Islam termasuk dalam hal pemilihan pejabat dan kepala daerah, tidak mahal sebagaimana sistem demokrasi saat ini. Faktor maraknya korupsi yaitu untuk mengembalikan modal biaya politik serta keuntungan jelas tidak ada dalam sistem politik Islam.

Karenanya tidak akan muncul persekongkolan mengembalikan modal ditambah keuntungan itu. Ketiga, politisi dan proses politik, kekuasaan dan pemerintahan tidak bergantung dan tak tersandera oleh parpol. Peran parpol dalam Islam adalah fokus dalam mendakwahkan Islam, amar maruf dan nahi munkar atau mengoreksi dan mengontrol penguasa. Anggota Majelis Umat tidak memiliki kekuasaan politik dan anggaran sehingga mafia anggaran tidak akan terjadi.

Keempat, struktur dalam sistem Islam, semuanya berada dalam satu kepemimpinan kepala negara yakni imam atau khalifah, sehingga ketidakpaduan antar instansi dan lembaga bisa diminimalisir bahkan tidak terjadi. Kelima, praktek korupsi, andai terjadi, bisa diberantas dengan sistem hukum syariah, bahkan dicegah agar tidak terjadi.

Dalam syariah, kriteria harta ghulul (harta yang diperoleh secara ilegal itu jelas).  Harta yang diambil  di luar imbalan legal; harta yang diperoleh karena faktor jabatan, tugas, posisi, kekuasaansekalipun disebut hadiah; harta pejabat, aparat dan sebagainya yang melebihi kewajaran yang tidak bisa dibuktikan diperoleh secara legal; semua itu termasuk harta ghulul. Di akhirat akan mendatangkan azab.

Keenam, sanksi dalam Islam bagi pelaku korupsi merupakan bagian dari tazir, bentuk dan kadar sanksi atas tindakan korupsi diserahkan pada ijtihad khalifah atau qadhi (hakim). Bisa disita seperti yang dilakukan khalifah Umar, atau tasyhir (diekspos), penjara, hingga hukuman mati dengan mempertimbangkan dampak, kerugian bagi negara dan dhararnya bagi masyarakat.

Dengan sistem Islam, pemberantasan korupsi bisa benar-benar dilakukan hingga tuntas.  Aturan Islam ini lengkap dan efektif dalam menangani masalah tindak pidana korupsi. Islam menyelesaikan masalah dari hal yang mendasar sampai cabangnya.

Sistem Islam juga memiliki cara dalam pencegahan, hingga penyelesaian. Sangat jelas bagaimana strategi Islam dalam pemberantasan korupsi. Ini tentunya memang harus diterapkan secara menyeluruh, tidak sebagian-bagian demi sempurnanya kemaslahatan yang diinginkan.

Karenanya, dengan menerapkan hukum-hukum Islam secara menyeluruhlah, korupsi tidak senantiasa menjadi-jadi di negeri ini. Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki. Siapakah yang lebih baik hukumnya bagi orang-orang yang yakin? (QS. Al-Maidah: 50). Wallahua alam bi ash-shawab.(jejakrekam)

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.