Foto : Arpawi
DI ERA digital, kain sasirangan bisa dijadikan objek unggahan di media sosial. Dengan begitu, kain warisan leluhur Banjar ini lebih dikenal khalayak ramai, tak hanya sebatas ruang lingkup Provinsi Kalimantan Selatan.
“KETIKA kita memposting kain sasirangan dengan berbagai corak dan motif di media sosial, sama saja itu mempromosikan dan melestarikan kain khas Banjar,” ucap Ketua Komunitas Pencinta Sasirangan (KPS), Agus Sasirangan kepada awak media, di sela-sela pembukaan eksp Banjarmasin Sasirangan Festival (BSF) di kawasan Siring Tendean, Rabu (6/3/2019).
Agus menyebut tantangan untuk bisa mengembangkan sasirangan, dalam arti tidak hanya bersifat formil. Namun, menurut sang chef bertaraf nasional ini adalah ketika kawula muda, memakai kain sasirangan untuk keseharian seperti seragam kuliah atau kongkow di mall. “Dengan begitu, eksistensi kain sasirangan jauh lebih eksis lagi, bahkan bisa jadi tren busana,” ucapnya.
BACA : Potong Astakona, BSF 2019 Resmi Dibuka Walikota Banjarmasin Ibnu Sina
Di bawah organisasi yang dibinanya, Agus mengatakan para pencinta kain sasirangan Banjar terus melestarikan dan mengembangkan agar kain bercita rasa tinggi nilai seni dan sejarahnya itu lebih membumi.
“KPS sendiri terus mencari cara agar kain sasirangan bisa masuk ke komunitas anak muda. Makanya, kami sering mengadakan pelatihan bagi masyarakat pentingnya mengenakan sasirangan sebagai identitas kedaerahan Kalsel,” cetus Agus.
BACA JUGA : Dihadiri Desainer Nasional dan Cakra Khan, BSF 2019 Dijamin Lebih Meriah
Tentunya, menurut dia, warna dan motif kain sasirangan bisa dimodifikasi tanpa menghilangkan pakemnya, agar disukai kalangan muda. Bagi Agus, jika kalangan anak muda bangga menggunakan kain sasirangan, otomatis para orangtua pun akan mengikutinya.
Apalagi, saat ini sudah terlihat dari bibit saat ini banyak anak muda yang berbisnis sasirangan. “Karena letaknya sebuah kreativitas ada di anak muda,” pungkas Agus.(jejakrekam)