Diskusi Ambin Demokrasi: Segala Bentuk Abuse Of Power Sempurna Diterapkan

0

DALAM menghadapi pilkada ini, sepertinya segala bentuk abuse of power sempurna diterapkan. Baik menyalahgunakan wewenang, melampaui wewenang, mencampuradukkan wewenang atau bertindak sewenang-wenang.

FENOMENA pemilihan kepala daerah (pilkada) tersebut, diungkapkan oleh Hairansyah, aktivis HAM dan Demokrasi, dalam diskusi Forum Ambin Demokrasi, Sabtu (27/7/2024), di Rumah Alam Sungai Andai.

“Padahal aturan larangan sudah sangat jelas, terutama Pasal 17 dan 18 UU 30/2014 tentang Adminsitrasi Pemerintahan, namun justru segala larangan tersebut dilabrak saja, sebab semua institusi terkait penyelenggara Pemilu, justru melakukan abuse of power, sehingga tidak tahu lagi kemana harus menyampaikan laporan menyangkut hal ini,” tambah Hairansyah.

BACA: Ambin Demokrasi Kupas Kriteria Pemimpin Kalsel

Sementara itu, DR Uhaib As’ad, akademisi FISIP Uniska menyampaikan, Diktum Lord Action (1834-1902) menyatakan, ‘Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely‘. “Bahwa kekuasaan cendrung korup dan ternyata berlaku sampai sekarang bahkan semakin parah. Salah satu bentuk korup tersebut adalah abuse of power. Bahkan sekarang didukung oligarki, yaitu para pemilik modal yang mampu mengatur segala kekuatan politik dalam rangka menambah kekuasaannya,” terangnya.

“Tambang sekarang ini tidak sekedar aktivitas bisnis, tapi sudah merupakan persekongkolan aktor bisnis dan politik. Tambang juga sebagai ‘politik tukar tambah’, untuk menegosiasikan berbagai hal, terutama politik. Pengusaha tambang ingin dihitung sebagai faktor politik yang dapat menentukan segalanya, hingga muncul prilaku keserakahan untuk menguasai semuanya,” kata DR Uhaib.

Uhaib juga mengenalkan istilah lokal strong man dalam politik dan kekuasaan. Dimana ada orang yang ingin unjuk gigi, minta diakui banyak orang, bahwa kekuatannya yang semula hanya di tingkat lokal, juga mampu hingga ke luar daerah bahkan mampu menguasai percaturan politik nasional.

Terkait demokrasi Uhaib mengatakan, sekarang ini mengerdil menjadi demokrasi tiktok, demokrasi sekedar lucu-lucuan yang tidak lagi menjual gagasan serta pemikiran. Hanya joget-joget dan dangdutan. Demokrasi berbiaya mahal, dan melalui itu orang terhipnotis memilih pemimpinnya. “Demokrasi yang seperti itu tidak akan membawa perubahan apapun, justru membuat masyarakat tambah bodoh dan terbelakang. Pada demokrasi yang seperti itu tidak memerlukan pemimpin pintar, bila perlu tidak pintar, asal isi kantongnya tebal,” ucapnya.

“Di lain sisi, demokrasi kita juga sudah ‘menopause’, sudah tidak produktif, yang dilakukan hanya sekedar menggugurkan kewajiban. Sekedar ada pemilu, tapi tidak membawa perubahan apapun,” sambung Uhaib.

BACA JUGA: Rutin Gelar Diskusi Berbobot, Cara Forum Ambin Demokrasi Bangkitkan Kesadaran Politik Publik

“Siapa yang salah?” Tanya Uhaib.

“Partai politiklah yang salah, hanya menggunakan suara rakyat untuk melegitimasi kekuasaan. Karena itu untuk memperbaikinya, benahi dulu partai politik. Urus partai sebaik-baiknya, menjadi partai modern yang tahu akan tugas dan kewajibannya, bukan justru memanfaatkan rakyat untuk meraih kekuasaan,” jawabnya lagi.

Diskusi yang juga dihadiri para tokoh pegiat demokrasi, antara lain Muhammad Effendy, Haris Makkie, Winardi Sethiono, Noorhalis Majid, Suriani Haer, Fathurrahman, dan tokoh-tokoh lainnya, juga mengupas soal peran masyarakat sipil, peran kelompok-kelompok kritis yang harus terus ditumbuhkan, agar dapat membangun pencerahan bagi semua orang.

“Diskusi seperti ini, bagian dari upaya masyarakat sipil mengembalikan demokrasi pada jalur yang semestinya. Tentu bukan kerja sebentar, perlu proses dan kerja keras. Jangan berharap besok pagi akan ada perubahan. Mungkin dampaknya puluhan tahun lagi baru terasa, karena itu nafas kita harus panjang, sebab ini bukan kerja ringan,” kata Muhammad Effendy.(jejakrekam)

Penulis Asyikin
Editor Ahmad Riyadi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.