ACT Ajak Para Dermawan Bantu Korban Terdampak Kekeringan

0

SEBUAH riset diliris di Eropa, belum lama ini menunjukkan jika Juli hingga pertengahan tahun 2015 adalah bulan dengan suhu rata-rata terpansa sejak seabad terakhir ini.

MISALNYA, di India, bencana suhu panas tinggi akibat kemarau tinggi panjang di negara itu pada 2015 berdasar riset dari World Resources Institute (WRI)telah membunuh lebih dari 2.000 jiwa hanya dalam waktu sebulan. Suhu di Mumbai sebagai salah satu kota terpadat di India bahkan menembus 50°Celcius.  India saat itu sedang mengalami krisis air atau kekeringan terparah di muka bumi.

Selain itu, AfrikaTimur, antara Juli 2011 hingga pertengahan tahun 2012 kekeringan melanda AfrikaTimur.  Republik Rakyat Cina (RRC) pun mengalami kekeringan terparah tepatnya pada 2010-2011. Akibat bencana ini jutaan hektare ladang gandum gagal panen dan ribuan rumah penduduk harus direlokasi dan masih banyak lainnya sejarah kekeringan di belahan dunia lain, seperti di Texas (Amerika Serikat), Vietnam, Australia dan Brasil dan lainnya.

Kemiskinan dan Gizi Buruk Dampak Kekeringan

Stunting adalah kekurangan gizi pada balita yang berlangsung lama. Indonesia ditetapkan sebagai negara dengan status gizi buruk karena 30,8 persen balita di Indonesia menderita stunting. Bahkan, WHO menetapkan batas toleransi stunting maksimal 20 persen dari jumlah keseluruhan balita. Hingga World Food Programme (WFP) menyatakan adanya hubungan timbale balik antara gizi buruk dan kemiskinan.

Misalnya, di Nusa Tenggara Timur (NTT), sektor pertanian menjadi yang paling terdampak atas terjadinya kemarau panjang. Akibatnya, jumlah penduduk miskin makin tinggi, dan NTT tercatat sebagai provinsi dengan prevalensi balita stunting terbesar di Indonesia mencapai 42,6 persen.

Sebagai gambaran, ACT pun pernah membersamai bagaimana dampak kekeringan yang terjadi di Somalia pada 2011, dimana Somalia dilanda kekeringan selama empat tahunlamanya.

Imam Akbari, Senior Vice President ACT mengungkapkan tentu saja banyak sekali korban kekeringan, hingga hampir semua balitanya mengalami gizi buruk dan dampak sosial lainnya. “Tentu hal itu, jangan sampai terjadi di negara kita,” ucapnya.

BACA : ACT Distribusikan Puluhan Ribu Liter Air di Wilayah Kekeringan Tasikmalaya

Imam menjelaskan melalui mobile water tans dan sumur wakaf, ACT terus berinovasi memberi bantuan baik yang sifatnya jangka pendek maupun jangka panjang. Berdasar fakta itu, puncak kemarau tahun 2019 di Indonesia diperkirakan terjadi pada Juli hingga September, dengan komposisi puncak musim kemarau di 44 zona musim (ZOM) terjadi pada bulan Juli, 233 ZOM di bulan Agustus, dan 51 ZOm di bulan September.

“ZOM merupakan penyebutan daerah yang pola hujan rata-ratanya memilki perbedaan antara periode musik kemarau dan musim hujan,” tutur Imam.

Ia mengungkapkan berdasar kajian studi latar belakang RPJMN Bidang Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air Bappenas 2018, ketersediaan air di Pulau Jawa hanya mencapai 100 juta meter kubik. “Sementara, kebutuhannya mencapai 120 juta m3. Pada 2020, diperkirakan sebagian besar wilayah Pulau Jawa berada pada zona kuning atau kritis,” papar Imam.

Berdasarkan kondisi itu, Imam pun mengajak masyarakat Indonesia untuk langsung beraksi dengan kondisi yang ada. “Kami mengajak semua masyarakat untuk bahu-membahu mengirimkan bantuannya melalui aksi-aksi nyata untuk saudara-saudara kita di bit.ly/DermawanAtasiKekeringan,” bebernya.

Menurut Imam, satu hal sesungguhnya, apa yang kita keluarkan sebenarnya untuk dirikita. Apabila kita memberikan kebaikan, maka sebuah kebaikan itu akan kembali ke diri kita termasuk keburukan. “Alam semesta itu tergantung respon kita. Sejatinya, kita adalah seberapa besar kita lakukan apa yang kita lakukan untuk orang lain, itulah yang memaknai seberapa hebat hati kita. Mari kita atasi kekeringan yang mematikan ini dengan menjadi dermawan. Dermawan,mari atasi kekeringan,” ucap Imam.

BACA JUGA : Puluhan Juta Jiwa Terancam Bencana Kekeringan

Dari tahun ke tahun, perubahan iklim menjadi ancaman bagi kehidupan manusia.Salah satunya adalah ancaman kekeringan dan kelangkaan air bersih bagi umat manusia. Di tahun 2025, sekitar 2,7 miliar orang atau sekitar sepertiga populasi dunia akan menghadapi kekurangan air dalam tingkat yang parah berdasar Dinar, A- 1998.

Khusus PulauJawa, diperkirakan akan mengalami defisit air sepanjang tahun (12 bulan) di tahun 2025. Lalu, di tahun 2050, diperkirakan 2/3 penduduk bumi akan mengalami kekurangan air di tahun 2050.(jejakrekam)

 

Penulis RIlis ACT Kalsel
Editor DidI G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.