Belum Diberi Gelar Pahlawan Nasional, Berry: Tidak Usah, Arsyad Al Banjari Sudah Melampaui Pahlawan

0

MEMBANGKITKAN kembali nilai-nilai kepemimpinan Banjar dalam konteks kekinian, menjadi topik dalam diskusi para politisi, akademisi, budayawan dan tokoh masyarakat di Kopi Tradisi, Minggu (30/6/2024) malam.

DALAM tema diskusi itu, mengangkat keteladanan Muhammad Arsyad Al-Banjari dan Pangeran Antasari dalam kepemimpinan mereka bagi masyarakat Banua.

Diskusi yang dipandu oleh Anggota DPRD Kota Banjarmasin, Sukhrowardi juga dihadiri oleh Anggota DPR RI Syamsul Bahri, Mantan Sekdaprov Kalsel Haris Makkie, Sekretaris MUI Kalsel Nasrullah, Sekretaris DPD PDIP Berry Nahdian Furqon , Pakar Ekonomi Ikbal Fansuri, Asisten 1 Pemkot Banjarbaru Abdul Basid.

Selanjutnya, ahli sejarah dari ULM Mansyur, mantan anggota DPRD Kalsel Tasriq Usman, mantan Kepala Ombudsman Perwakilan Kalsel Noorhalis Majid, serta Dosen FISIP ULM Fathurrahman dan Siti Maulina Harini.

BACA: Mencari Pemimpin Seperti Muhammad Arsyad Al-Banjari Dan Pangeran Antasari

Akademisi FKIP ULM, Mansyur yang merupakan dosen sejarah mengaku, bahwa dia terlibat dalam pengusulan Muhammad Arsyad Al-Banjari sebagai pahlawan nasional, bahkan dia yakin 100 persen kalau beliau diterima sebagai pahlawan nasional, karena dari nilai-nilai dan hasil karya beliau.

Bahkan Muhammad Arsyad Al-Banjari tokoh yang Mansyur atau hebat dan tidak ada yang menyamai seperti beliau. “Tapi ternyata pemerintah kita belum menerima Arsyad Al-Banjari menjadi pahlawan nasional,” ujarnya.

Padahal menurut Mansyur, persoalannya hanya sepele. Karena dari karya-karya beliau dan aktivitas beliau saat itu tidak pernah melihatkan perlawanan terhadap penjajah. “Berbeda dengan Abdus Samad Al-Palimbani yang melihat jihad dalam kitab-kitabnya, sehingga akhirnya Arsyad Al-Banjari belum berhasil jadi pahlawan nasional hingga saat ini,” bebernya.

Mansyur pun mempertanyakan, apakah perjuangan itu selalu dengan perlawanan fisik? “Nah dari situlah saya berkesimpulan, ternyata kita tidak bisa di hargai pada lingkungan yang tepat,” sesalnya.

BACA JUGA: Syekh Muhammad Arsyad Al- Banjari Diusulkan jadi Pahlawan Nasional

Sementara itu, mantan Sekdaprov Haris Makkie mengatakan, bahwa dalam kontek pemberian penghargaan atau gelar adalah hal normatif yang berlaku di pemerintah. “Dalam hal ini kementerian sosial, dan itu ada timnya, sehingga persolan normatif ini kita tidak boleh masuk kedalam sana,” ujarnya.

“Oleh karena itu, tentu ada persiapan yang harus dibenahi kalau itu menurut kajian-kajian ilmiah. Sebab gelar itu memang kita harus ngotot terus untuk didapatkan. Ada persoalan yang harus kita pahami bahwa tidak harus secara fisik orang berperang dan sebagainya untuk mendapatkan gelar itu. Oleh karena itu tentu saya pikir, dalam hal normatif itu pemerintah harus melihat hal seperti itu juga,” anjur Haris Makkie.

“Kalau Arsyad Al-Banjari sebagai keulamaannya bisa kita ukur seperti bangun sekolah atau pesantren, punya karomah, tapi derajat kewalian itu tidak bisa subjektif, nah seperti apa kita masuk hal-hal normatif tadi?” ungkapnya.

Haris Makkie menambahkan, terkait kepemimpinan Pangeran Antasari yang punya moto Haram Mayarah Waja Aampai Kaputing, apapun yang terjadi di dalam berjuang menegakkan keadilan, kebenaran dan hal positif lainnya kita tidak boleh menyerah. “Oleh karena itu, tentu bagi calon-calon pemimpin harus dimulai dari hal-hal yang disampaikan oleh Pangeran Antasari,” ungkapnya.

Bahkan Pangeran Antasari pernah bersumpah, bahwa dirinya tidak menegur sampai tujuh turunan apabila ada yang berteman dengan Belanda. “Kenapa beliau bersumpah seperti itu? Karena Belanda ini mengadu domba, menjajah kita, membikin kita bodoh dan hal hal negatif lainnya,” sebutnya.

“Nah, dalam kontek kepemimpinan apabila seorang pemimpin atau calon pemimpin memulainya saja seperti Belanda, maka tentu ini akan berakibat pada kepemimpinan yang bukan menjadi panutan kita,” ucapnya.

“Arsyad Al-Banjari tidak sekolah, tidak ada titel dokter, begitu juga Pangeran Antasari. Tapi beliau berdua punya kharisma. Kenapa punya kharisma? Karena beliau punya karakter, ada kejujuran di sini, nilai keadilan dan perjuangan hak rakyat. Sebetulnya itu yang harus dimiliki pemimpin, hari ini atau ke depan, bukan tidak berlaku lagi negara yang sudah modern seperti ini. Itu masih berlaku, itu kita anut,” tegasnya.

BACA LAGI: Calon Kepala Daerah Yang Didukung Kepala Daerah Yang Masih Aktif Dipastikan Akan Menang

Sementara, Sekretaris DPD PDIP Kalsel, Berry Nahdian Furqon mengatakan, kalau berbicara kepemimpinan itu bukan saja dilihat dari pemimpin secara formal, berbicara kepemimpinan bisa saja kemudian kita lihat juga leadership-nya. “Sehingga tidak mesti formal yang banyak mengarahkan Kerajaan Banjar waktu itu, terkait hukum aturan dan lainnya,” ujarnya

“Nah, saya pribadi sebenarnya saya tidak setuju kalau Arsyad Al-Banjari itu didorong menjadi pahlawan nasional. Karena kapasitas beliau itu sudah melampaui pahlawan nasional. Karena kitab beliau itu sudah menjadi rujukan mulia di dunia,” ujar Berry.

Kalau dijadikan pahlawan nasional, maka terbentur dengan aturan -aturan negara. “Apalagi para kiyai Nahdiyin, beliau itu wali kutub pada waktu itu dan wali besar, bahkan sampai saat ini terasa bagi kalangan Nahdiyin,” ungkapnya.

BACA LAGI: Sukro Ingin TPS Dekat Makam Pangeran Antasari Dipindah, DLH Banjarmasin : yang Ada Saja Masih Kurang

Sedangkan terkait kepemimpinan Pangeran Antasari dan implementasinya saat ini, apa yang disampaikan Antasari: Haram Manyarah Waja Sampai Kaputing, ini harus dimaknai nilai nilai yang melatarbelakanginya. “Jangan sampai salah, saat kita menterjemahkan Haram Manyarah Waja Sampai Kaputing. Sekarang ini para pemimpin kita seperti itu juga slogannya, tapi injak terus,” sesalnya.

“Tidak tahu kawan injak terus. Sehingga memahami Waja Sampai Kaputing juga mereka anut tapi disimpangkan. Mestinya harus kita pelajari, kenapa muncul stetmen Haram Manyarah Waja Sampai Kaputing, inilah yang harus diangkat,” ucapnya.

“Kalau kita melihat kehidupan Antasari, bagaimana beliau itu tokoh yang merakyat, apa yang diperjuangkan, beliau sangat respon dari situasi sosial ekonomi, karena masyarakatnya saat itu yang terjajah. Sehingga beliau merakyat dan beliau diterima di berbagai suku, seperti suku Banjar , Manyan, Dayak Bakumpai, mereka bisa menerima keberadaan beliau,” beber Berry.

“Apakah beliau perjuangkan raja atau kesultanan? Saya rasa tidak, tapi yang beliau perjuangkan adalah nilai-nilai sosial yang beliau temukan di tengah masyarakat, dimana ada ketidakadilan penjajahan dan lainnya, inilah yang beliau perjuangkan sehingga muncullah kalimat Haram Mayarah Waja Sampai Kaputing,” jelasnya.(jejakrekam)

Penulis Asyikin
Editor Ahmad Riyadi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.