Ambin Demokrasi Kupas Kriteria Pemimpin Kalsel

0

DUDUK melingkar mengelilingi meja panjang di Rumah Alam Sungai Andai, Forum Ambin Demokrasi mengundang Bupati Tanah Laut 2018-2023, HM Sukamta sebagai pemantik diskusi. Mengulas isu-isu krusial dan kriteria pemimpin Kalsel.

DISKUSI yang dipandu Noorhalis Majid, dihadiri sejumlah tokoh, antara lain DR H Muhammad Effendy, dr H IBG Dharma Putra, Drs H Haris Makkie, Winardi Sethiono, DR Hj Ratna dan beberapa tokoh lainnya.

Sukamta mengatakan, kalau ingin Kalsel melesat mengikuti daerah lainnya di Indonesia, perlu pemimpin yang mampu memahami persoalan dan potensi kedaerahan. Pemimpin berlatar belakang birokrat berpengalaman, dengan melewat berbagai penjenjangan jabatan, sepertinya lebih siap membawa Kalsel menjemput masa depan tersebut.

BACA: Peduli Dengan Hutang Pemkot Banjarmasin, Forum Ambin Demokrasi Gelar Diskusi

“Menghadapi kenyataan sekarang, dimana politik dengan mudah memunculkan pemimpin yang entah dari mana asalnya, membuat situasi tidak semakin membaik, namun justru tambah runyam. Tidak ada salahnya belajar kepada Orde Baru, dengan segala persoalannya, pada waktu itu pemimpin yang tampil harus melewati proses dan penjenjangan yang sangat panjang, sehingga matang ketika menjadi pemimpin. Sekarang ini pemimpin yang muncul instant. Jangankan menjawab tantangan, paham situasi saja tidak. Bahkan Pemilu 2024 sangat brutal, tidak lagi mengedepankan kapasitas, popularitas dan elektabilitas. Semuanya ditentukan isi tas, alias uang,” kata Sukamta.

“Kalsel memerlukan pemimpin yang mampu mendudukkan persoalan secara proporsional. Kita punya potensi Banjarbakula yang dapat menjadi sentra dan penggerak ekonomi bagi daerah lainnya. Kita juga punya sejumlah titik-titik pengembangan ekonomi yang dapat menjadi poros bagi kemajuan Kalsel. Kita punya peluang besar terhadap IKN dengan menjadikan Kalsel sebagai penyangga pangan, dan dapat memilih potensi yang mana dari pangan tersebut yang dibesarkan. Kita juga punya tantangan terkait banyaknya areal pasca tambang yang dapat diolah menjadi kawasan peternakan berskala besar. Untuk mampu menangkap dan mengembangkan itu semua, perlu pemimpin mumpuni dan berpengalaman,” lanjut Sukamta.

Sekarang keputusannya ada pada Parpol, mampukah Parpol mempersiapkan pemimpin seperti itu? Atau yang diperhatikannya justru hanya isi tas, bukan kapasitas. Sudahkah Parpol mempersiapkan kader-kader terbaiknya, atau hanya menjadikan Parpol sebagai kendaraan tumpangan, dan menunggu siapa yang mampu membayar paling besar.

IBG Dharma Putra, tokoh Ambin Demokrasi mengatakan bahwa pemimpin yang dipaparkan Sukamta, adalah yang memiliki keberpihakan pada pengembangan ekonomi, jika dilengkapi secara konseptual berarti pemihakan pada pertumbuhan ekonomi, pelestarian lingkungan dan peningkatan pendidikan.

“Seorang kader yang meniti dari bawah sampai posisi tertentu dan bukan ujug-ujung jadi, yang berarti mempunyai kemampuan kepemimpinan paripurna, yaitu memimpin dengan tangan, dengan otak dan dengan hati, mempunyai wawasan dan perencanaan masa depan. Tantangannya ada pada sistem kepartaian, mampukah mengkader pemimpin seperti itu?” ucapnya.

BACA JUGA: Rutin Gelar Diskusi Berbobot, Cara Forum Ambin Demokrasi Bangkitkan Kesadaran Politik Publik

Haris Makkie, juga menyampaikan hal yang sama, bahwa idealnya memang diperlukan pemimpin berpengalaman. Namun isi tas mengabaikan semua pengalaman yang dimiliki calon pemimpin dan menganggapnya tidak penting.

“Parpol juga tidak melakukan apapun dalam rangka mencerdaskan pemilih, dan tidak berusaha melakukan pengkaderan pemimpin dengan baik. Jadi problem utama demokrasi kita ada pada partai politik,” katanya.

“Apakah kita perlu kembali ke Orde Baru dengan sistem tertutup?” Tanya DR Hj Ratna yang hadir dari Batola.

“Sebab pemilu semakin berbiaya mahal dan tidak memberi tempat bagi yang memiliki kapasitas,” lanjutnya.

DR Muhammad Effendy, tokoh Ambin lainnya, membenarkan bahwa yang diperlukan Kalsel memang pemimpin yang memiliki pengalaman. Dia mengkritik sistem pengkaderan Partai yang tidak memungkinkan untuk mengakomodir semua itu, sebabnya UU Kepartaian membuat semua keputusan terkait proses pencalonan pemimpin di lokal, ditentukan oleh pengurus pusat atau DPP.

“Kedepan, perlu partai lokal untuk mengakomodir semua kelemahan partai yang tersentralisasi ini. Pemilu hanya menjadikan rakyat sebagai subyek, sehingga jangan salahkan rakyat kalau menerima uang, karena semua itu buah dari rekayasa yang dilakukan elit politik,” katanya.

BACA LAGI: Melek Politik Generasi Milenial, Ambin Demokrasi Dan BEM Gelar Dialog

Abu Bakar, peserta tamu dari Jawa Tengah, pegiat demokrasi yang memiliki banyak pengalaman terkait Pemilu, mengatakan bahwa demokrasi sekarang ini boleh dibilang ;demokrasi kriminal’, karena itu perlu pembenahan sistem yang sesuai dengan karakter bangsa Indonesia.

“Kita tidak perlu meniru demokrasi barat yang tidak sesuai karakter Indonesia. Karenanya kita harus memikirkan serta menggali demokrasi ala Indonesia itu seperti apa, sehingga sesuai dengan jati diri Bangsa Indonesia,” tuturnya.

Diskusi yang juga dihadiri sejumlah pengurus parpol, aktivis perempuan, mahasiswa dan media massa tersebut, berlangsung sangat menarik. Berbagai pendapat, pertanyaan dan argument, saling melengkapi satu dengan lainnya. Semua berharap, bahwa forum-forum diskusi seperti ini mesti terus digelar, agar memberikan pencerahan dan berkontribusi pada perbaikan demokrasi.(jejakrekam)

Penulis Asyikin
Editor Ahmad Riyadi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.