PERKUAT langkah konkret dalam pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak, Pemkot Banjarmasin gelar Pelatihan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan terhadap Anak, Selasa (4/11/2025).
PELATIHAN yang diselenggarakan di Hotel Roditha Banjarmasin itu, Wakil Wali Kota Ananda menegaskan, bahwa angka kekerasan yang tercatat bukan sekadar data statistik, melainkan cerminan nyata dari kondisi sosial yang perlu diubah bersama.
“Data menunjukkan pada Tahun 2024 ada 180 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kota Banjarmasin, dan hingga September 2025 sudah ada 139 korban. Di balik angka itu ada luka, kehilangan, dan harapan. Tapi dengan meningkatnya laporan ini juga menandakan masyarakat mulai berani bersuara dan tidak lagi menormalisasi kekerasan,” ungkapnya.
Ia menilai, kesadaran masyarakat untuk melapor adalah hasil kerja kolaboratif antara pemerintah dan masyarakat, terutama melalui keberadaan Kelurahan Ramah Perempuan dan Peduli Anak (KRPPA) serta Relawan SAPA. “Saat ini baru terbentuk 11 KRPPA, dan dua kelurahan sedang mengikuti penilaian tingkat provinsi. Harapan kami, seluruh kelurahan segera memiliki KRPPA yang aktif agar setiap lingkungan benar-benar aman dan layak bagi anak,” ujar Ananda.
BACA: Yamin-Ananda Prihatin Maraknya Kasus Kekerasan dan Seksual Terhadap Anak di Banjarmasin
Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Banjarmasin, M Ramadhan mengatakan, pelatihan ini diikuti 65 peserta dari unsur lurah, tokoh masyarakat, penggiat anti-kekerasan, hingga lembaga pendidikan.
“Selama dua hari, peserta dibekali oleh narasumber dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI. Tujuannya agar mereka mampu memitigasi risiko kekerasan di lingkungan masing-masing, baik di tingkat RT maupun kelurahan,” jelasnya.
Ramadhan menuturkan, bahwa sistem pelaporan dan penanganan kekerasan kini lebih responsif dan mudah diakses. “Kalau kasus bisa ditangani di tingkat kelurahan, selesaikan dulu dengan mekanisme lokal. Tapi kalau sudah masuk ranah hukum, maka laporkan ke 112 agar segera ditangani oleh UPTD PPA dan tim satgas yang kompeten,” ujarnya.
Lebih lanjut, menurutnya, pendekatan lintas sektor menjadi kunci penting. Pemerintah melibatkan berbagai unsur masyarakat agar isu kekerasan tidak dianggap tabu. “Kami ingin masyarakat tahu bagaimana mengenali tanda-tanda kekerasan, cara melapor, dan bagaimana menanganinya tanpa menambah trauma bagi korban,” tambah Ramadhan.
BACA JUGA: Kasus Kekerasan Anak Di Banjarmasin Meningkat, DP3A Beri Penjelasan
Dari sisi peserta, Lurah Murung Raya, Sugeng mengaku, pelatihan ini memberikan pemahaman baru yang sangat dibutuhkan terutama di wilayah Banjarmasin Selatan yang tingkat kekerasan terhadap anaknya masih tinggi.
“Bagi Kami di kelurahan, pelatihan ini sangat bermanfaat. Di wilayah selatan, kasus kekerasan terhadap anak masih tinggi dan cenderung ekstrem. Dengan pelatihan ini, Kami lebih siap mendeteksi dan menanganinya,” kata Sugeng.
Ia juga mengungkapkan, bahwa faktor ekonomi menjadi penyebab dominan dari banyaknya kasus kekerasan. “Banyak anak yang putus sekolah lalu mulai menghirup lem (ngelem). Akibatnya muncul perlakuan tidak baik dari lingkungan. Jadi masalahnya tidak hanya kekerasan fisik, tapi juga sosial dan ekonomi,” jelasnya.(jejakrekam)


