PROYEK revitalisasi Sungai Veteran Banjarmasin yang terus dikebut meski mendapat kritik dari berbagai pihak, menyisakan kekecewaan aktivis lingkungan.
DIREKTUR Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalimantan Selatan, Raden Rafiq SFW, menyesalkan proyek yang dilakukan dengan cara menguruk badan sungai.
Untuk diketahui. proyek revitalisasi Sungai Veteran di Banjarmasin senilai sekitar Rp1 triliun berasal dari pinjaman Bank Dunia melalui program nasional National Urban Flood Resilience Project (NUFReP).
Menurut Raden Rafiq, pengurukan badan sungai itu justru berpotensi meningkatkan limpasan air, alih-alih signifikan mengurangi risiko banjir.
Hal itu disampaikannya dalam sebuah diskusi publik membahas proyek yang dikerjakan Badan Wilayah Sungai (BWS) III Kalimantan ini, beberapa waktu yang lalu.
BACA: Perang Iran-Israel Makin Panas, Menlu RI Naikkan Status Menjadi Siaga 1 Siap Evakuasi Ratusan WNI
Menurut dia, pengurukan sungai dengan tanah menyebabkan badan sungai yang awalnya 18-20 meter menyempit menjadi delapan meter, dari kawasan Kelenteng Soetji Nurani hingga Simpang Ulin, justru dapat mengurangi daya tampung dan daya dukung sungai.
“Perlu diingat, anak cucu nanti yang menanggung dampaknya! Jangan nanti saat banjir terjadi berdalih curah hujan tinggi.,” cetusnya
Raden Rafiq menduga, pembangunannya tanpa mengacu pada kesepakatan yang pemerintah daerah sebelumnya sepakati dalam tata ruang.
Pemerintah juga tidak memiliki ketegasan menentukan kawasan mana yang jadi resapan air, serta mana yang boleh jadi pemukiman atau kawasan industri.
Kerap kali, lanjutnya, tidak ada kepatuhan terhadap aturan, penegakan hukum pun lemah, walau sudah jelas ada pelanggaran. Tapi, selalu ada celah yang mereka buat melalui kebijakan yang memungkinkan pembangunan tetap berjalan.
“Developer tidak mungkin bisa bekerja tanpa mengantongi izin resmi dari para pemangku kebijakan.”
BACA: Resmi Dilantik Gubernur, Lisa-Wartono Pimpin Banjarbaru hingga 2030
Menurut Raden, partisipasi publik dalam perencanaan proyek revitalisasi terkesan minim.
Terlihat dari masih banyaknya warga yang mempertanyakan dan mempersoalkan proyek tersebut.
Padahal, proyek semacam ini seharusnya mengacu pada kerangka kerja yang jelas—mencakup prinsip, kebijakan, dan prosedur untuk mengelola risiko serta dampak lingkungan dan sosial.
Keterlibatan pemangku kepentingan dan transparansi informasi sejak awal sangat penting untuk mencegah atau meminimalkan dampak negatif selama pelaksanaan.
Atas dasar ini, Walhi Kalsel menginginkan Balai Wilayah Sungai (BWS) Kalimantan III dan Pemkot Banjarmasin menghentikan aktivitas proyek di Jalan Veteran hingga dilakukan audit secara menyeluruh terlebih dahulu. “Saya meminta agar proyek ini dihentikan.”
Anang Rosadi Adenansi, Ketua Gerakan Jalan Lurus (GJL), juga mengkritik keras penyempitan sungai yang terjadi. Menurutnya, tidak ada alasan apa pun untuk mengecilkan badan sungai.
“Coba Anda bayangkan betapa teganya mereka menguruk sungai.”
Menguruk tanah di sungai tanpa kajian yang memadai berisiko melanggar sejumlah regulasi lingkungan. Seharusnya, ada studi analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) yang komprehensif sebelum pelaksanaan proyek.
Studi itu, katanya, dapat menghitung dampak pengurukan tanah di sungai. Termasuk volume air yang hilang akibat penyempitan badan sungai, potensi risiko banjir, dan penurunan kualitas ekosistem air. Tanpa kajian tersebut, proyek revitalisasi justru berisiko menimbulkan masalah lingkungan yang lebih besar.
Dia mendesak aparat penegak hukum segera turun tangan menyelidiki pengerjaan proyek yang menurutnya menyimpang dari rencana awal. Pemerintah daerah, khususnya Wali Kota Banjarmasin, juga harus mengambil sikap tegas.
“Sejak awal Pompa dan pengurugan itu yang memang dipermasalahkan kawan-kawan di kota banjarmasin.” (jejakrekam.com/berbagai sumber)