23.4 C
New York
Rabu, Juli 16, 2025

Buy now

Dari Meratus ke Raja Ampat, Mahasiswa dan Masyarakat Pinta Hentikan Perusakan Alam

PULUHAN massa aksi yang tergabung dalam Solidaritas Aksi Kamisan Kalimantan Selatan menggelar aksi damai ke-71 di depan gerbang keluar Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin, Kamis (12/6/2025) sore. Mereka membawa satu pesan kuat: hentikan deforestasi dan tambang ugal-ugalan di Meratus dan Raja Ampat.

DENGAN mengenakan pakaian serba hitam, peserta membentangkan spanduk merah bertuliskan #SaveMeratus dan #EndCoal. Tema aksi kali ini adalah “Dari Meratus ke Raja Ampat: Stop Deforestasi & Tambang Ugal-ugalan.”

Tak hanya dari kalangan mahasiswa, aksi juga diikuti masyarakat umum hingga pemuda-pemudi asal Papua yang berdomisili di Banjarmasin. Mereka menyuarakan kekhawatiran terhadap kerusakan lingkungan yang terjadi di tanah air.

BACA : Petinggi PBNU Disorot, Tercatat Sebagai Komisaris PT Gag Nikel Raja Ampat

Salah satu suara yang mencuri perhatian adalah Farida Anselmamogan, mahasiswa asal Distrik Jair, Kabupaten Boven Digoel, Papua Selatan. Selama lima tahun menimba ilmu di Banjarmasin, Farida mengaku prihatin melihat kerusakan hutan di tanah kelahirannya.

“Hutan kami habis, digantikan kebun sawit. Sekarang yang kami banggakan tinggal Raja Ampat, dan itu pun mulai diincar. Saya datang ke sini, berpanas-panasan, demi hutan adat kami,” ujar Farida dengan suara lantang.

Ia berharap kerusakan yang terjadi di Papua tak menimpa hutan-hutan di Kalimantan. Menurutnya, sekitar 85 persen hutan di daerah asalnya telah rusak atau hilang.

Theo Girsang, salah satu orator aksi, menyatakan bahwa Meratus dan Raja Ampat mengalami penderitaan yang serupa akibat eksploitasi besar-besaran.

BACA JUGA : Walhi Kalsel: Lebih Baik Akui Masyarakat Adat Pegunungan Meratus Daripada Dagang Karbon

“Tanah kami sama-sama dikeruk, entah oleh tambang atau sawit. Hutan dirampas, masyarakat adat tersisih. Pemerintah harus bertanggung jawab,” tegasnya.

Ia juga menyoroti meningkatnya angka deforestasi di Papua dan Kalimantan setiap tahunnya. Theo menyebut aksi ini sebagai bentuk perlawanan terhadap ketamakan korporasi yang didukung izin negara.

Aksi Kamisan ini juga merespons pencabutan izin usaha pertambangan (IUP) oleh pemerintah terhadap empat perusahaan tambang di Raja Ampat. Para aktivis menilai, pencabutan izin tidak cukup.

“Bukan hanya cabut izin, harus ada langkah nyata untuk memulihkan lahan. Harus ada reboisasi dan rehabilitasi ekosistem,” ujar Theo.

BACA LAGI : Tambang PT MMI Diduga Rusak Lingkungan, DPRD Kalsel Turun Investigasi

Di tingkat lokal, para peserta aksi juga menyoroti konflik lingkungan di Kabupaten Banjar serta wacana penguatan status Taman Nasional Meratus.

Mereka menuntut agar masyarakat adat di sekitar kawasan Geopark Meratus dilibatkan dan diberikan hak atas tanah dan sumber daya mereka.

“Kami ingin ada jaminan hak-hak masyarakat adat di sekitar Meratus tidak diabaikan dalam setiap kebijakan,” tandas Theo.

Aksi Kamisan merupakan aksi damai yang rutin digelar setiap Kamis sore sebagai bentuk protes terhadap berbagai bentuk ketidakadilan, pelanggaran HAM, dan kerusakan lingkungan. Di Kalimantan Selatan, aksi ini sudah memasuki pekan ke-71.(jejakrekam)

ViaFery
Fahriza
Fahriza
Manager Pemberitaan

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

0FansSuka
0PengikutMengikuti
22,400PelangganBerlangganan
- Advertisement -spot_img

Latest Articles