TAMPAKNYA proyek revitalisasi Sungai Veteran, Banjarmasin, selama ini tidak terpantau oleh masyarakat.
Pasalnya, proyek yang bertujuan mengembalikan fungsi sungai, ternyata justru berpotensi mengurangi fungsi sungai itu sendiri.
Bagaimana tidak, proyek revitalisasi yang dibiayai hibah Bank Dunia itu, ternyata telah memangkas lebar sungai dari yang semestinya.
Mengutip dari Radar Banjarmasin, pakar tata kota, Nanda Febryan Pratama Jaya mengkritisi desain proyek yang mempersempit badan sungai.
Ketua Ikatan Nasional Konsultan Indonesia (Intakindo) Kalimantan Selatan ini mengawali argumennya dengan analogi sederhana yang akrab di masa kecil.
“Dahulu kita sering menggambar dua gunung dengan sungai di tengah-tengahnya. Biasanya, sungai digambarkan kecil di hulu dan melebar di hilir,” ujarnya, Selasa (6/5).
Menurutnya, analogi ini seharusnya menjadi prinsip utama dalam revitalisasi sungai.
Ia mengusulkan agar lebar sungai di belakang kelenteng tidak diubah, sementara badan sungai dari Pasar Kuripan menuju Sungai Gardu dilebarkan.
“Dalam bahasa teknis, titik terendah daerah tangkapan air (outlet) sungai harus lebih besar karena volume air akan terus bertambah di sana. Jika tidak, banjir tetap akan terjadi,” tekannya.
Nanda juga menyoroti efektivitas rencana pembangunan pintu air dan sistem pompa di belakang kelenteng yang dianggap masih belum memadai.
Sungai Veteran, kata dia, menjadi jalur air masuk dari dua arah: saat air laut pasang, aliran masuk dari kawasan siring; sementara saat air hulu meluap, aliran datang dari Sungai Gardu.
“Sistem pompa harus dibangun di dua sisi, bukan hanya satu. Jika hanya ada satu pompa, aliran air tidak akan cukup cepat untuk dialirkan ke Sungai Martapura yang lebih lebar,” jelasnya.
Menurutnya akan lebih baik jika aliran air diarahkan ke Sungai Martapura, Sungai Bilu, dan Sungai Jingah.
Dengan menggunakan dua pompa, aliran air dapat dibagi lebih efisien sehingga banjir di Jalan Veteran bisa diminimalkan.
“Jika tidak, justru Jalan Veteran yang berpotensi kebanjiran,” imbuhnya.
Selain itu, ia juga mengkritik pembangunan jalan inspeksi dengan kanal beton seperti Corrugated Concrete Sheet Pile (CCSP).
Desain ini berisiko merusak estetika dan ekosistem alami sungai.
“Sungai Veteran yang didesain seperti ini justru kehilangan karakter aslinya. Alih-alih menjadi daya tarik wisata seperti kanal-kanal di Venesia, malah berubah menjadi drainase besar,” sindirnya.
Nanda mengingatkan, revitalisasi sungai seharusnya lebih memprioritaskan lebar sungai ketimbang pembangunan jalan.
“Sungai adalah bagian dari kebutuhan masyarakat. Mempersempit alirannya sama saja dengan membelakangi makna filosofisnya,” katanya.
Ia mengingatkan, dahulu Sungai Veteran mampu dilalui perahu besar. Revitalisasi seharusnya tak hanya menghalau banjir, tetapi juga menjaga ekosistem, menciptakan ruang publik yang asri, dan memperkuat identitas kota.
“Maka, desain proyek ini harus dievaluasi. Memang sulit, tetapi daripada hasilnya mubazir, evaluasi adalah pilihan yang lebih baik,” tegasnya.
Nanda menekankan pentingnya mengembalikan fungsi dan filosofi sungai. “Revitalisasi bukan sekadar soal infrastruktur, tetapi tentang menciptakan ruang harmonis,” pungkasnya. (jejakrekam.com)