18.4 C
New York
Minggu, Mei 18, 2025

Buy now

Berzikir Tapi Tak Berpikir

Oleh: Dr Ir Subhan Syarief MT

SETIAP malam Jumat, dari kampung ke kota, dari lorong-lorong sempit hingga sudut istana, gema doa dan zikir tak pernah berhenti terdengar.

BACA JUGA: Hari Jadi 496 Tahun Banjarmasin di jrektv, Dr H Subhan Syarief: Kota Yang Memiliki Karakter, Khas Etnik dan Unik

LANTUNAN Yasin, tahlil, maulidan, salawat, dan ratib dihelat di mushala, masjid, aula, bahkan di studio televisi nasional. Indonesia, negeri dengan lebih dari 230 juta pemeluk Islam, memiliki lebih dari 800 ribu masjid (Data Kementerian Agama RI, 2023), ribuan pondok pesantren, jutaan santri, dan lembaga keagamaan yang menjamur dari Aceh hingga Papua.

Namun, bersamaan dengan geliat spiritualitas yang semarak itu, kita disuguhi kenyataan getir. Menurut data BPS per Maret 2024, sekitar 9,36 persen atau 25 juta penduduk Indonesia masih hidup di bawah garis kemiskinan. Sementara Laporan Global Corruption Barometer (Transparency International, 2023) menempatkan Indonesia dalam daftar negara dengan persepsi korupsi tinggi. Di sisi lain, narkoba merenggut lebih dari 15 ribu jiwa per tahun (BNN), judi online menjangkiti pelajar dan pegawai, dan kekerasan seksual serta penyimpangan moral menjadi berita harian. Aneh, ironis, bahkan getir: negeri yang tampak religius justru dililit krisis akhlak dan mentalitas.

BACA JUGA: NGopi JRTV, Catatan Kritis Subhan Syarief : Ikon dan Keunikan Kota Banjarmasin. Mampukah Berbenah?

Mengapa ini terjadi? Apakah agama hanya tinggal formalitas, upacara, dan simbol?

Dalam Al-Qur’an, berulang kali Allah menegur manusia dengan kalimat retoris, “Afala ta’qilun?”—Apakah kalian tidak berpikir? (QS. Al-Baqarah: 44, Al-A’raf: 169, dan lainnya). Dalam surah Ali Imran ayat 190-191, Allah memuji orang-orang yang berzikir sambil berpikir, yang memaknai ciptaan langit dan bumi sebagai pelajaran, ini tentu bukan sekedar pemandangan. Mereka tak hanya menyebut nama-Nya, tapi juga merenungi, lalu bertindak.

Zikir dan pikir seharusnya tidak berjalan terpisah. Zikir menghidupkan hati, pikir menghidupkan akal. Tapi kenyataannya, banyak di antara kita terjebak dalam euforia spiritual yang menjauhkan diri dari refleksi sosial. Kita ramai menunaikan ibadah ritual, namun lupa ibadah sosial. Kita bangga dengan kubah masjid yang megah, tapi membiarkan sekolah ambruk dan puskesmas sepi fasilitas.

Ulama sufi besar, Imam Al-Ghazali, dalam Ihya Ulumuddin, menjelaskan bahwa zikir tanpa kehadiran hati adalah seperti tubuh tanpa ruh. Ia menyebut, “Zikir adalah jalan membasuh jiwa, namun tak akan membersihkan hati yang menolak berpikir.” Sementara Jalaluddin Rumi, penyair dan sufi dari Persia, menyindir mereka yang mengucap nama Tuhan namun membiarkan kemiskinan dan penderitaan: “Apa gunanya lidahmu sibuk menyebut Tuhan, jika telingamu tuli pada jeritan kaum papa?”

BACA JUGA: Ngobrol Pinggiran di jrektv, Pendapat Subhan Syarief Soal Calap

Kita menyebut Allah dengan penuh semangat, tetapi membiarkan rakyat menjadi objek pasar bagi riba, hiburan yang merusak, dan peredaran narkoba. Pemerintah seolah ‘berzikir’ bersama rakyat, tapi membiarkan struktur sosial tetap timpang dan timpang lagi. Padahal, Nabi Muhammad SAW bersabda: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.” (HR. Ahmad, Hasan)

Kini banyak pemuka agama, pejabat, bahkan penguasa yang mengaku muslim. Tapi ketika kebijakan dibuat, sedikit yang berpihak pada kaum lemah. Uang rakyat digunakan untuk proyek mercusuar yang memperindah tampilan luar, namun gagal menjawab jeritan anak-anak yang lapar dan pengangguran yang menua tanpa pekerjaan.

Islam bukanlah agama yang hanya mengajarkan doa dan puasa. Ia datang membawa nilai keadilan, kesetaraan, dan pembebasan dari penindasan. Tapi dalam praktik sosial kita, ajaran itu seperti dikubur di bawah tumpukan acara seremonial. Kita ramai-ramai mengadakan haul, pengajian akbar, tabligh akbar, namun lupa memperjuangkan pendidikan berkualitas, layanan kesehatan layak, atau reformasi struktural.

BACA JUGA: Subhan Syarief : Libatkan Pedagang dan Warga dalam Proses Perencanaaan Pasar Batuah

Zikir tanpa pikir hanya akan melahirkan umat yang pasif dan fatalis. Umat yang sibuk menunggu keajaiban Tuhan tanpa mau bekerja keras. Sebaliknya, pikir tanpa zikir melahirkan generasi kering spiritual dan kehilangan nilai. Islam mengajarkan keseimbangan: hati yang terhubung dengan Tuhan dan akal yang terhubung dengan realitas.

Sayangnya, ketimpangan itu justru kita pelihara. Kita membiarkan agama dijual dalam kemasan komersial, dijadikan kendaraan politik, atau dipakai menjustifikasi kejumudan dan kemalasan. Kita membanggakan jumlah hafiz Al-Qur’an, tapi mengabaikan isi ayat-ayatnya yang menyeru pada keadilan sosial. Kita menyenandungkan doa, tapi membiarkan korupsi menggerogoti dana pendidikan dan pembangunan.

Umat Islam Indonesia perlu bangkit, bukan hanya dalam jumlah, tapi dalam kualitas berpikir. Zikir dan pikir harus saling menopang. Kita perlu membudayakan tafakur, membaca tanda-tanda zaman, menelusuri sebab-musabab kemunduran, dan membongkar sistem yang menindas. Rasulullah sendiri adalah teladan aktivis sosial, pejuang ekonomi umat, dan pemimpin yang adil; bukan sekedar pendakwah ritual.

BACA JUGA: Lebih Baik Fokus Banjarbakula, Subhan Syarief : Gugatan ke MK Bukti Perlawanan Rakyat Banjarmasin!

Sudah saatnya umat Islam di negeri ini tidak sekadar menjadi mayoritas angka, tapi juga menjadi mayoritas solusi. Menjadi umat yang peduli pada struktur ekonomi yang timpang, menolak jadi korban pasar riba dan hiburan permisif, serta memperjuangkan sistem pendidikan dan kepemimpinan yang adil dan beradab.

Zikir tidak boleh berhenti di lidah. Ia harus menjalar ke otak, ke hati, ke tangan, dan ke kebijakan. Agar setiap tasbih yang kita lantunkan benar-benar menjadi nyala kesadaran, bukan hanya gema yang hilang tertiup angin.

Dalam zikir yang sejati, ada rasa malu kepada Tuhan bila kita abai pada nasib sesama. Dalam pikir yang jernih, ada keberanian untuk bertanya: Mengapa bangsa yang katanya religius ini, masih terus dibelenggu oleh kemiskinan, korupsi, dan ketimpangan? Agama tidak pernah salah. Tapi caramu menjalankan agama; itu yang perlu dipikirkan ulang. (jejakrekam)

(AI:2025/Batang Banyu Institute)

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

0FansSuka
0PengikutMengikuti
22,300PelangganBerlangganan
- Advertisement -spot_img

Latest Articles