18 C
New York
Minggu, April 27, 2025

Buy now

Memperkuat Gerakan Masyarakat Sipil (Civil Society)

Oleh : Mohammad Effendy.

PEMBANGUNAN demokrasi yang Kita coba perbaiki dan tata ulang saat reformasi, ternyata hingga sekarang ini belum menunjukkan wujudnya yang nyata sebagaimana diharapkan. Bahkan, dalam beberapa hal terjadi penurunan kualitas demokrasi dibandingkan dengan fase awal reformasi sebagaimana dapat dibaca pada data perkembangan Indeks Pembangunan Demokrasi di Indonesia.

DEMOKRASI yang Kita bangun, ternyata kian waktu makin rapuh. Sesuatu yang sangat memprihatinkan.

Instrumen demokrasi dalam bentuk institusi meski tetap ada, namun ia kehilangan ‘rohnya’ karena tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Begitu juga dengan kebebasan masyarakat sipil yang menjadi salah satu bagian dari esensi demokrasi, dilihat di permukaan seperti tidak ada masalah serius. Akan tetapi jika ditelusuri lebih mendalam dapat ditemukan bahwa terdapat tekanan yang begitu kuat dari mereka yang merasa terganggu zona amannya.

Sepertinya Kita tidak dapat banyak berharap perubahan kondisi bangsa kita dilakukan dan diperjuangkan oleh institusi-institusi demokrasi yang formal. Sebut saja, partai politik dan lembaga perwakilan yang seharusnya menjadi pemandu perubahan, ternyata justeru menjadi bagian dari kekisruhan itu sendiri. Hal itu karena sebagian dari orang-orang yang memiliki kewenangan untuk membuat arah kebijakan partai berada dalam kelompok yang ikut terlibat dalam mendesain kekisruhan yang melanda negeri ini.

Harapan satu-satunya yang masih tersisa adalah kelompok masyarakat sipil (civil society) yang harus bergerak dan bangkit agar ikut secara aktif mendorong terjadinya perubahan politik, ekonomi, dan hukum sebagaimana jargon perjuangan di awal reformasi.

Di tataran masyarakat sipil juga terjadi perbedaan pandangan, mengenai bentuk gerakan yang perlu dilakukan secara bersama. Setidaknya ada tiga aliran pada masyarakat sipil dalam menghadapi kondisi sosial politik dewasa ini, yakni:
a. Kelompok garis keras. Yakni mereka yang sudah berada pada titik frustrasi dengan kondisi sosial politik yang tidak mungkin diubah dengan cara yang tertib, sehingga timbul sikap dan gerakan yang ekstrem;
b. Kelompok garis tengah. Yakni mereka yang kurang mendukung gerakan kekerasan namun tidak juga mengecamnya.
c. Kelompok yang moderat. Yakni mereka yang menolak kekerasan dan menganjurkan agar upaya perubahan dilakukan secara damai.

Oleh karena ketiga aliran tersebut memiliki kesamaan tujuan, yakni keinginan untuk melakukan perubahan kondisi bangsa, maka Kita semua harus berusaha optimal agar tidak terjadi friksi yang tajam sehingga saling mengecam dan menyalahkan. Sebab, kondis rawan terjadinya friksi dimaksud dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang menjaga ‘status qou’. Bahkan, dapat saja terjadi bahwa mereka pendukung ‘status qou’ justru secara sengaja melakukan gerakan untuk menyulut konflik antar sesama kelompok masyarakat sipil agar posisinya menjadi lemah.

Dipandang dari perspektif yang lebih luas, keragaman bentuk perjuangan masyarakagt sipil tersebut disamping sebagai hal yang bersifat alamiah juga dapat menguntungkan jika dikelola dengan baik. Sebab, keragaman model perjuangan dapat saling melengkapi satu dengan lainnya sepanjang diikuti oleh kesadaran bahwa kita semua memiliki tanggung jawab yang sama akan masa depan negeri ini.

Suara dan gerakan keras yang mungkin dianggap ekstrem dibutuhkan sebagai ‘shock therapy’, agar mendapat perhatian serius bahwa ada sesuatu yang salah dan memerlukan perbaikan serta perubahan. Sementara gerakan kelompok garis tengah yang melakukan kritikan tajam secara terbuka perlu terus didorong agar kritik tersebut menjadi isu publik.

Kelompok moderat yang mengutamakan dialog juga perlu diperkuat untuk menumbuhkan kesadaran bersama, bahwa perubahan yang ‘terpaksa’ dilakukan dengan sikap ekstrem, dapat menimbulkan resiko besar secara sosial dan politik.

Tetaplah bersatu padu dalam perjuangan bersama, perbedaan cara pandang dan bentuk aksi di lapangan merupakan hal yang lumrah, karena Kita berasal dari latar belakang yang tidak sama. Bangsa Kita sudah makin terpuruk, rakyat hidup dalam penderitaan dan kesengsaraan–dan perubahan tidak akan terjadi jika Kita semua hanya berdiam diri merenungi nasib.(*)

Penulis: Akademisi Fakultas Hukum ULM-Forum Ambin Demokrasi

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

0FansSuka
0PengikutMengikuti
22,300PelangganBerlangganan
- Advertisement -spot_img

Latest Articles