JENAZAH jurnalis perempuan, yang ditemukan di tepi jalan kawasan Gunung Kupang, pada Sabtu (22/3/2025), masih jadi misteri akan penyebab kematiannya.
BERDASARKAN informasi yang diperoleh dari berbagai sumber, dugaan awal menyebut penyebab kematian adalah kecelakaan tunggal. Namun, muncul spekulasi mengenai kemungkinan pembegalan. Sejumlah hal mencolok dalam kejadian ini, diantaranya luka di dagu korban, lebam di punggung dan leher belakang.
Korban ditemukan terlentang di tepi jalan utama dengan helm yang masih terpasang. Barang berharga seperti dompet dan ponsel korban hilang, sementara sepeda motornya tetap berada di lokasi.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Persiapan Banjarmasin pun turut menyampaikan rasa duka cita yang mendalam, atas meninggalnya jurnalis yang berinisial J (22 tahun) tersebut, dan mendesak pihak berwajib untuk mengusut tuntas kematian jurnalis perempuan tersebut.
Dilansir dari laman aji.or.id, Koordinator AJI Persiapan Banjarmasin, Rendy Tisna mengungkapkan, hingga Minggu malam (23/3/2025) kepolisian belum memberikan keterangan resmi terkait penyebab kematian jurnalis J, sehingga dapat saja memicu berbagai spekulasi di masyarakat.
Pihaknya pun menyampaikan pernyataan sikap, yang ditujukan kepada aparat penegak hukum dan sejumlah pihak terkait termasuk masyarakat, yakni:
1. Penyelidikan yang Jelas dan Terbuka
Polisi harus serius mengusut kasus kematian jurnalis J dan terbuka kepada publik mengenai setiap perkembangannya. Jangan buru-buru menyimpulkan sebelum ada bukti yang kuat. Semua kemungkinan dan motif di balik kematiannya harus diperiksa secara menyeluruh, termasuk dugaan kekerasan.
Segala kemungkinan dan indikasi yang mengarah pada tindak kriminal perlu ditelusuri dengan cermat agar kasus ini dapat terungkap dengan jelas dan tidak menimbulkan spekulasi di masyarakat.
2. Keamanan Jurnalis Harus Jadi Perhatian
Jurnalis sering bekerja sendirian di lapangan, termasuk jurnalis perempuan, sehingga rentan terhadap berbagai ancaman.
Media dan pihak berwenang wajib peduli terhadap perlindungan jurnalis, terutama saat mereka menjalankan tugasnya.
Jurnalis memiliki hak atas lingkungan kerja yang aman serta perlindungan dari segala bentuk kekerasan.
Selain itu, wartawan wajib bekerja sesuai kode etik dan mengikuti Panduan Standar Operasional Prosedur (SOP) Keselamatan Jurnalis dalam setiap liputan juga harus mendapatkan jaminan perlindungan dari pihak terkait, agar dapat bekerja tanpa rasa takut atau ancaman.
3. Hukum Harus Tegas
Apakah kasus ini terkait dengan produk jurnalistik korban atau tidak, jika ada unsur kesengajaan atau kekerasan, pelakunya harus ditemukan dan dihukum sesuai hukum yang berlaku. Penegak hukum harus bertindak profesional dan transparan dalam mengusut kasus ini, tanpa ada intervensi atau upaya untuk menutup-nutupi fakta.
Jangan sampai ada jurnalis yang meninggal tanpa kejelasan, karena impunitas hanya akan memperburuk situasi dan mengancam kebebasan pers. Kepastian hukum bukan hanya soal keadilan bagi korban, tetapi juga bentuk perlindungan bagi jurnalis lain yang bekerja di lapangan.
4. Jurnalis dan Publik Harus Bersolidaritas
Kami mengajak semua jurnalis dan masyarakat untuk ikut mengawal kasus ini agar tidak dibiarkan berlalu tanpa kejelasan. Fungsi pers sebagai kontrol sosial.
Kematian jurnalis J harus diusut tuntas, dan pihak berwenang harus bertanggung jawab dalam memberikan informasi yang transparan. Solidaritas dari komunitas jurnalis dan publik sangat penting untuk menekan aparat agar bekerja secara profesional dan memastikan kasus ini tidak berakhir tanpa jawaban.
Selain itu, kasus ini harus menjadi momentum untuk memperjuangkan perlindungan lebih baik bagi jurnalis yang bekerja di lapangan, agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan.
AJI Persiapan Banjarmasin menegaskan, tidak ingin kejadian seperti ini terus berulang. Jurnalis punya hak untuk bekerja tanpa takut kehilangan nyawa.(jejakrekam)