KENAIKAN pajak PKB/BPNKB sejak 3 tahun yang lalu telah diundang-undangkan. Yakni Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022, tentang hubungan pemerintah pusat dan daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 35 tahun 2023.
MENYIKAPI hal tersebut, Anang Rosadi Adenansi meminta kepada H Muhidin selaku Pelaksana Tugas Gubernur dan Gubernur Kalsel terpilih, untuk menyampaikan secara resmi adanya gejolak dan kegelisahan akibat akan diterapkannya kenaikan sebesar 66 persen.
“Pemerintah jangan bangga ketika kemampuannya hanya memajaki rakyat. Rakyat memang object yang gampang diexploitasi. Memalukan sekali pemimpin yang kemampuannya hanya memajaki rakyat. Oleh karenanya sebagai pemenang pilkada, dan sekarang sebagai pelaksana Tugas Gubernur untuk bertindak cepat, dewan juga jangan diam saja,” ujar Anang Rosadi.
Menurutnya, kepentingan umum harus di kedepankan, apalagi urusan PKB/BPNKB lebih kepada kepentingan provinsi dan kabupaten. Walaupun memiliki cantolan undang-undang, tetap kewenangan pemerintah daerah masih ada, karena hal tersebut juga harus diatur dengan perda. “Pemerintah harus intropeksi diri dengan keadaan ini, apalagi pemerintah tidak bersih dalam pengelolaan dan penggunaan anggaran,” sebutnya.
BACA: Tarif Pajak Naik 75 Persen, Kepala Bapenda Tabalong Sebut Tak Berlaku Semua Jenis Hiburan
“Walaupun perda/peraturan pemerintah atau UU dapat dijudicial review, tentu akan lebih baik jika pemerintah dalam hal ini gubernur atau wakil rakyat di DPRD prov/kota, karena mereka adalah repsentasi dari pada amanah rakyat,” ungkapnya.
“Kami menunggu langkah H Muhidin sebagai pelaksana tugas dan dewan sesegeranya membicarakan ini lebih dalam, dan menyampaikan ke publik lebih aktif. Agar pemerintah tidak dituduh sebagai pemeras rakyat,” harapnya.
“Karena pemberlakuan di bulan Januari 2025. Saya sudah konfirmasi ke anggota dewan, disampaikan perda tentang opsen belum ada. Jika informasi tersebut benar, maka pemungutan tambahan ini tentu belum bisa dilaksanakan,” ucapnya.
Opsen ini adalah sinyal, bahwa pemerintah pusat sudah keteteran dengan APBN. Apalagi hutang negara berjibun-jibun sehingga ini pasti berimplikasi agar dana DAU dan DAK dikurangi, sehingga mereka memancing agar masing-masing daerah mencari sumber pendapatan baru dengan membebani rakyat.(jejakrekam)