MANTAN Wakil Menteri Hukum dan HAM, Prof Denny Indrayana dalam postingannya akan mengajak warga Banjarbaru, untuk melawan sampai ke Mahkamah Konstitusi (MK).
MANTAN Calon Gubernur Kalsel ini juga mengatakan, harusnya yang kalah suara mundur dari pencalonan, karena sejatinya tidak mendapatkan mandat dari rakyat Banjarbaru.
Menyikapi hal ini, Ketua LSM Gerakan Jalan Lurus (GJL) Kalsel, Anang Rosadi Adenansi mengatakan, bahwa dirinya berbeda pandangan dengan apa yang dikatakan Denny Indrayana.
“Bedanya adalah, bahwa yang namanya di diskualifikasi itu orang yang tidak lagi diizinkan untuk bertanding, karena adanya kesalahan atau orang yang haknya dicabut di dalam pertandingan itu, karena sesuatu dan lain hal,” ujarnya dalam video yang diterima jejakrekam.com, pada Sabtu (30/11/2024).
Menurut Anang, ketika sesuatu dan lain hal itu menimpa seseorang, maka seyogyanya adalah orang tersebut melakukan pembelaan jika ada keputusan hukum yang dilakukan oleh KPU, maka ada perlawanan hukum.
“Mestinya, Aditya melakukan itu atas apa yang ditimpakan kepadanya untuk membuktikan bahwa dia tidak bersalah atau ada kezaliman, yang disampaikan oleh Denny bahwa ada oligarki di dalamnya,” ucap Anang.
“Kita tidak fokus kepada satu persoalan ketika dikatakan bahwa ini adalah oligarki di dalamnya, lalu hanya ingin satu kotak atau hanya satu pertandingan saja dan meniadakan yang lain, serta bersandar pada putusan MK,” ungkap Anang.
“Nah kalau sekarang Bung Denny ingin mengajak orang dan tokoh-tokoh Banjarbaru menggugat ke MK, itu sangat sangat luar biasa dan saya sangat apresiasi apa yang terjadi pilkada di Banjarbaru,” katanya.
Namun, Mantan Anggota DPRD Kalsel ini menyayangkan dengan tindakan Aditya, yang telah melewatkan kesempatan untuk menggugat saat didiskualifikasi oleh KPU Banjarbaru. “Padahal saat itu ada waktu 7 hari untuk menggugat,” sebutnya.
“Kalau misal saat ini mau menggugat lewat Bung Denny Indrayana ke MK, maka sama halnya seperti kisah orang yang sudah meninggal dikuburan, orang yang sudah tidak bisa bicara lagi, kesempatan sudah hilang lalu dia tentunya tidak bersuara lagi,” ujarnya lagi.
“Nah, yang dilakukan tentunya adalah mendoakan orang yang telah meninggal. Itu analogi saya yang paling sederhana,” ungkapnya.
Masih menurut Anang, ada satu hal yang paling mendasar bahwa Denny menyuruh Lisa mengundurkan diri, karena hanya mendapatkan 30 persen suara. “Seandainya saya disuruh seperti itu, saya tidak akan mundur, jangankan 30 persen, di bawah 30 persen pun saya tidak akan mengundurkan diri,” tegasnya.
“Mengapa? Bukan persoalan tidak tahu malu, tapi persoalannya adalah diskualifikasi itu, artinya adalah tidak ada orangnya, berbeda dengan kotak kosong, juga berbeda hanya satu paslon, maka ada cetakan kotak kosong, tapi kalau didiskualifikasi walaupun masih ada orangnya tentu itu tidak sah, sehingga realita yang ada itulah yang harus kita hadapi,” bebernya.
“Memang ini hikmah dari sebuah pelajaran, tentu itu adalah lebih baik, tetapi menyuruh orang mundur pada saat dia juga memiliki hak untuk maju, maka itu juga harus dipikirkan. Apakah pernyataan seperti itu adalah pernyataan yang bijaksana?” pungkasnya.(jejakrekam)