PEDAGANG konveksi di Banjarmasin makin tahun makin berkurang, akibat tergantikan dengan praktik belanja online yang dinilai lebih mudah dan praktis.
KONDISI ini pun membuat banyak pedagang terpaksa harus gulung tikar, akibat daya beli masyarakat dan datang ke pasar tradisional terus menurun.
Sebagaimana yang diungkapkan Udin Leha, salah seorang pedagang pakaian yang biasanya berjualan di lantai 2 kawasan Pasar Baru, Banjarmasin.
Meski telah berjualan lebih dari 20 tahun, Udin mengaku saat ini terpaksa harus menutup kios miliknya. “Sekarang sudah tidak bisa membayari lagi, ini toko sudah terpaksa tutup,” ujarnya saat diwawancarai, Senin (11/11/2024).
BACA: Daya Beli Masyarakat Membaik, Pasar Konveksi di Banjarmasin Mulai Menggeliat
Hal demikian dikatakannya bisa terjadi, karena dalam beberapa tahun kebelakang ini daya beli masyarakat yang sangat jauh menurun. Yang tentunya berdampak pada penurunan pendapatan yang diperolehnya.
Bahkan dikatakannya penurunan penjualan sekarang mencapai lebih dari 70 persen. “Sepi sekarang, bahkan sehari itu ada yang tidak ada pelanggan sama sekali. Uang modal saja jarang bisa kembali,” keluhnya
“Belum lagi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, karena tidak ada untung terpaksa harus pakai uang modal. Jadi penjualan terus menyusut sampai tutup akhirnya,” sambungnya.
Sepinya pengunjung ini dilanjutkan Udin sudah mulai terjadi sejak sebelum covid, dan hal ini diperparah setelah banyak aplikasi jual beli online yang membuat warga beralih pilihan dalam melakukan belanja.
Meskipun karena kondisi ini, harga sewa toko juga ikut menurun. Yang di masa pasar masih ramai bisa sampai tembus Rp 30 juta pertahun, kini menjadi sekitar Rp 3 sampai 6 juta.
Tetap saja, karena tidak ada lagi pembeli membuat banyak pedagang yang harus menutup tokonya. “Mungkin sekitar setengah dari total pedagang yang ada di pasar ini sudah tutup tokonya atau pindah,” ucapnya.
Di sisi lain, dirinya mengungkapkan seharusnya ketika kondisi demikian dari pemerintah khususnya Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperdagin) Banjarmasin bisa memberikan keringanan.
Sebab di masa-masa penjualan yang sepi seperti sekarang para pemilik toko dan pedagang masih harus tetap menanggung beban retribusi. “Seharusnya bisa melihat kondisi kami yang sepi ini, jangan sistem kalau tak bayar mau segel terus,” ungkapnya.
Hal yang sama pun dikatakan Ihsan, seorang pemilik toko di lantai 2 kawasan Pasar Baru. Dirinya juga berharap agar pemerintah bisa lebih memperhatikan kondisi mereka. “Di masa-masa seperti ini, kalau bisa diadakan pemutihan pajak atau retribusilah bagi para pedagang yang tidak bisa bayar,” pintanya.
Dirinya pun khawatir jika hal demikian terus terjadi, dalam waktu dekat Pasar Baru akan semakin banyak ditinggalkan pedagang. Hingga akhirnya kosong seluruhnya.
BACA LAGI: Kehadiran TikTok Shop Berani Banting Harga Ancam Pangsa Pasar Tradisional di Banjarmasin?
Tak hanya di Pasar Baru, nampaknya kondisi ini juga terjadi di kawasan Pasar Sudimampir Banjarmasin.
Salah seorang pedagang baju daster, Imi mengungkapkan kondisi penjualan di sana saat ini juga tengah sepi-sepinya. Bahkan penurunan penjualannya dikatakan Imi mencapai lebih dari 50 persen. “Sekarang, pembeli tidak bisa lagi diprediksi. Kalau dulu, setiap hari pasti ada yang datang. Sekarang tidak menentu,” ujarnya tampak lesu.
Imi juga harus mengubah cara berjualan. Dulu, ia menjual secara grosir—satu warna, satu lusin. Tapi kini, dengan sepinya pembeli, konsep itu tidak lagi berlaku. “Tidak bisa seperti dulu lagi. Sekarang kalau ada yang mau beli grosir dengan warna campur pun akan dijual,” katanya.(jejakrekam)