PILKADA serentak hanya tinggal menghitung hari, tepatnya hanya dua pekan lagi, yakni tanggal 27 November 2024 .
SEPERTI yang diketahui, di Kalimantan Selatan ada dua kabupaten yang pasti melawan ‘kotak kosong’, yakni Kabupaten Balangan dan Kabupaten Tanah Bumbu. Kota Banjarbaru pun akan menyusul, karena pasangan calon Aditya-Habib Abdullah, di diskualifikasi oleh KPU.
Nah, bagaimana mereka yang melawan kotak kosong mengampanyekan dirinya dan juga kotak kosong itu sendiri.
BACA: Ini Yang Terjadi Jika Kotak Kosong Menang Pilkada Akan Diisi Penjabat Selama 5 Tahun
Terkait hal ini, Akademisi ULM Taufik Arbain mengatakan, boleh atau tidaknya mengakampanyekan kotak kosong, itu tidak diatur dalam regulasi. “Kecuali dilakukan penyelenggara untuk mensosialisasikan bahwa pilkada tertentu ada dua pilihan antara paslon A dengan kotak kosong sebagai bagian dari peran penyelenggaran dan pengawas pemilu,” ujarnya.
Tetapi jika ada upaya-upaya mengkampanyekan kotak kosong dalam Pilkada 2024 oleh civil society atau warga, itu bagian dari dinamika pilkada, yang memberikan pesan ada suara-suara kritis dan tantangan pilkada bagi paslon yang ada.
“Jadi saya kira, dinamikanya meskipun ada kotak kosong, paslon tetap memiliki tantangan memenangkan dalam dinamika pilkada. Disinilah kompetisinnya bisa dilihat sejauh mana paslon mampu meyakinkan bahwa paslonnya lebih baik dari sekadar Kotak Kosong dan mampu memimpin dan membangun daerah yang diperebutkan kuasanya,” ungkap peneliti senior pada Banua Meter Kalsel ini.
“Tantangan yang dihadapi pada fenomena kotak kosong tentu masing-masing daerah berbeda-beda starting positionnya, ada yang memang kehadiran kotak kosong karena sedari awal tidak ada yang mau mencalonkan karena alasan sia sia dan tingginya angka elektabilitas lawan. Tetapi ada jua kehadiran Kotak Kosong karena suatu case baik pelanggaran, atau realitas lainnya yang menyebabkan hadirnya fakta melawan kotak kosong,” ungkap dosen Fisip Universitas Lambung Mangkurat ini.
Kampanye kotak kosong bisa saja muncul, karena kuatnya derajat demokrasi atau melawan defective democrazy untuk mengungkapkan pesan politiknya berupa kampanye-kampanye yang dibangun timsis tertentu atau dari warga.
“Hanya saja yang perlu diperhatikan, jika kampanye itu menyerempet aturan main semisal hoaks, ujaran kebencian, termasuk menghalangi orang ke TPS, tentu ada aturan main yang akan diambil peran kewenangannya oleh bawaslu, gakumdu maupun pihak kepolisian dengan alasan menjaga ketertiban dan kedamaian pilkada,” ucapnya.
BACA JUGA: Kotak Kosong Nyaring Bunyinya
Masih menurut Jebolan MKP Fisipol UGM ini, bagi paslon yang akan melawan kotak kosong, masih mungkin melakukan langkah strategis seperti mengkampanyekan hal-hal terkait edukasi politik dan hukum dalam pilkada mengapa adanya diskualifikasi dan berefek kotak kosong kepada pilkada.
Kemudian melakukan langkah masif untuk menegaskan kampanye kapasitas paslon secara masif kepada publik agar memilih mereka diikuti dengan program unggulan yang menyentuh emosional publik. “Justru terkadang tantangan melawan kotak kosong jauh lebih sulit ketimbang ada paslon, meskipun tergantung berapa persen dia harus mengumpulkan elektabilitas 50+1,” bebernya.
“Di sinilah posisi pengawas pemilu akan diuji kapasitasnya dalam menegaskan peran fungsi ke pengawasan pemilu,” pungkas Taufik Arbain.(jejakrekam)