NEGARA Indonesia baru saja memperingati 79 Tahun hari kemerdekaan, dimana setiap tahun pula rakyat Indonesia memperingatinya.
BERBICARA merdeka, tidak sebatas memperingatinya setiap tahun. Namun perlu perenungan bersama dalam merefleksinya dan apakah sudah merdeka seutuhnya? Serta bagaimana keadaan politik, terutama di Banua Kalimantan Selatan?
Terkait hal ini, para budayawan, politisi, akademisi dan Lembaga Swadaya Masyarakat menggelar diskusi interaktif di Kopi Tradisi, Jalan A Yani KM 5 Banjarmasin, Sabtu (17/8/2024) malam, yang dipandu Anggota DPRD Kota Banjarmasin, Sukrowardi.
BACA: Diskusi Interaktif Di Kopi Tradisi, Refleksi 79 Tahun Indonesia Merdeka
Akademisi Uniska Banjarmasin dan Pengamat Politik, Uhaib As’ad mengatakan, merdeka sudah 79 tahun, tetapi masyarakat pedesaan masih banyak yang tidak bisa menonton TV karena tidak ada listrik. “Tak terbayangkan kita ini seperti apa?” ujarnya.
“79 Tahun Indonesia merdeka, perlu intropeksi diri, sebab masih ada 22 juta yang hidup di struktur kemiskinan dan 18 juta sarjana pengangguran,” ucap Uhaib.
“Negara membangun Ibukota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur dimana sebuah perkampungan yang menjadi mewah yang kata Presiden Joko Widodo untuk pemerataan pembangunan, itu memang ada benarnya. Tapi hanya sebagian orang,” ungkapnya.
Selanjutnya, dengan dibangunnya IKN, Presiden Joko Widodo memindahkan ribuan pegawai ke daerah tersebut. “Ini seperti memindahkan kos-kosan,” sindir Uhaib.
“IKN itu proyek Beijing ke-2, sebab penduduk Cina terpadat di dunia nomor dua dan ada 800 juta warganya butuh lapangan pekerjaan, sehingga disiapkanlah IKN itu,” ujarnya.
Kemudian bukti yang lain, kereta cepat itu apakah milik cina atau kita, ini yang tidak dijelaskan kepada rakyat Indonesia,” sesalnya.
“UU dibuat, bahwa IKN itu dikasih ke investor mengelola selama 190 tahun. Ini aturan pejabat yang dibuat rezim Jokowi yang saya sebut paling jahat di dunia ini,” ujarnya lagi.
“Selanjutnya kita bergeser ke politik lokal, ini tidak bisa dipisahkan dengan konfigurasi dengan politik nasional saat ini,” ajak Uhaib.
“Demokrasi pada level lokal, pilkada yang akan datang hanya pilkada tipu-tipuan saja, sebab demokrasi itu bukannya kompetensi, tetapi demokrasi terjun bebas, tergantung siapa pemodal dan disetting oleh cukong-cukong serta oligarki, agar pilkada ini melawan kotak kosong,” ujarnya.
“Rakyat hanya dijadikan kepentingan elektoral, menjadi objek kekuasaan. Rakyat tidak mengerti apa-apa, tidak ada demokrasi substantif di negeri ini, yang ada hanya formal demokrasi,” ucapnya lagi.
“Sedih dengan demokrasi kita ini, di tengah demokrasi biaya tinggi, sebab partai itu mencalonkan kepala daerah hanya yang punya kantong tebal. Walaupun itu bodoh orangnya, itu masalahnya demokrasi kita, sehingga negara kita ini akan dibawa kemana sebetulnya?” tanya Uhaib.
“Negara mau baik, perbaiki dulu parpol dan elit politiknya. Sebab sumber masalahnya ada pada mereka,” tegasnya.
“Tidak ada masa depan politik di negeri kita ini. Yang ada politik sandera dan politik transaksional, serta saling menyandera,” pungkasnya.
BACA JUGA: Mengupas Pergerakan Perempuan Dari Masa Ke Masa, Sebuah Diskusi Interaktif Di Kopi Tradisi
Sementara itu, Akademisi Fisip ULM, Fathurrahman Kurnaen mengatakan, saat ini kita masuk fenomena pembusukan. “Karena saya lihat beberapa variabel itu sudah sulit untuk diperbaiki, baik ekonomi, SDM, juga leadershifnya, ini sudah kodratnya,” ujarnya.
“Apa yang terjadi, terjadilah. Kita jalani saja sudah. Seperti ini akan kita rasakan kedepan dan generasi kita, sebab terlalu banyak problem,” ucapnya.
“79 Indonesia merdeka, tetapi negara kita apa yang terjadi saat ini, selalu banyak problem. Sehingga mau tidak mau kita harus menggalang kekuatan, mustahil tidak ada orang baik. Zaman orba (orde baru) dulu ternyata banyak orang baik,” ujar Noorhalis Majid menimpali.
BACA LAGI: Belum Diberi Gelar Pahlawan Nasional, Berry: Tidak Usah, Arsyad Al Banjari Sudah Melampaui Pahlawan
Mansyur, Dosen Sejarah FKIP ULM mengatakan, bulan Agustus ada beberapa momentum. Yakni Harjad Kalsel ke-74 dan HUT RI ke-79. “Tentu sebenarnya akan menjadi momentum kesejahteraaan,” ujarnya.
“Kemudian kenapa politik Banua kita terjadi seperti ini? Padahal kita sudah melalui pemerintahan 13 gubernur, mulai Pangeran Muhammad Noor sampai ke Sahbirin Noor,” bebernya.
“Nah dari 13 gubernur ini lah sangat kental, bahwa tentunya kita orang Banjar akan memperlihatkan selalu becakut. Kenapa orang Banjar saat ini peta politiknya selalu dilandasi dengan sikap becakut? Karena memang dari jati diri dan tradisi dan sejarahnya selalu becakut,” sesalnya.
“Orang Banjar terbentuk itu mulai sejak tanggal 24 September 1526. Orang Banjar terbentuk itu karena ada permusuhan dan perkelahian antara Sultan Suriansyah dengan pamannya Pangeran Tumenggung, atau antara keponakan dengan paman,” beber Mansyur.
Kalau ditarik lagi ke belakang, embrio pembentukan orang Banjar itu ada di masa zaman negara Dipa, dengan konsep-konsep kekuasaan dewa raja. Makanya kemudian muncullah paham-paham yang menyembah dewa Siwa sebagai dewa perusak,” sambungnya.
“Orang Banjar mengenal sungai, Banjar Pahuluan, Banjar batang banyu, Banjar Kuala, dimana budaya yang berkembang pada masyarakat sungai itu adalah budaya timpakul dan ilung larut, itulah menjiwai orang Banjar. Bahwa ada istilah badut-badut politiknya, ada yang ikut yang satu kemudian setelah jukung berputar ikut batang yang lainnya. Jadi jangan heran ketika ada dua kubu nantinya dalam Pilkada, akan memunculkan jukung berputar haluan,” ungkapnya.
“Bagi orang Banjar yang becakut ini seakan tidak ada salah, menerima dengan baik walaupun secara tidak langsung dia kalah,” ucapnya lagi.
“Dulu perjalanan sejarah kita kalau mau jadi pemimpin itu harus restu dari orang tua, tetapi sekarang harus minta restu dengan pengusaha. Jadi saya pikir akan terjadi budaya Banjar yang berkembang, ini sangat memperihatinkan,” sesalnya.(jejakrekam)