MASYARAKAT Banjar memiliki tradisi tersendiri untuk merayakan Tahun Baru Islam. Biasanya, di hari ke-10 Muharram, ‘mengawah’ atau membuat bubur asyura tak pernah terlewat.
BUBUR Asyura ini, dibuat bergotong-royong dengan dana swadaya masyarakat, yang nantinya bubur ini akan dibagikan untuk makanan berbuka, bagi yang berpuasa. Ataupun untuk disantap bersama-sama.
Lantas bagaimanakah kisah di balik tradisi membuat Bubur Asyura yang membumi di tanah Banjar ini?
Salah seorang tokoh masyarakat, Bahrah menerangkan, banyak kejadian bersejarah sejak zaman dahulu, yang terjadi bertepatan pada 10 Muharram. “Bisa dikatakan hari asyura ini, adalah hari kasih sayang ataupun hari berbagi,” ujarnya.
Pasalnya, pada hari Asyura ada peristiwa turunnya Nabi Nuh dari bahtera setelah terombang ambing dari dahsyatnya banjir besar. Kemudian ada peristiwa dibakarnya Nabi Ibrahim oleh Raja Namrud serta bebasnya Nabi Yunus dari perut ikan.
BACA: Mengenang Perjuangan Para Nabi dan Rasul dengan Tradisi Memasak Bubur Asyura
Oleh karena itu, hari asyura ini adalah merupakan hari yang baik. “Maka dari itu, dianjurkan di hari ini kita bersedekah, berbagai, lalu menyantuni anak yatim,” ucapnya.
Untuk tradisi berbagi bubur sendiri, dijelaskannya dulu di masa Nabi Nuh pernah terjadi masa paceklik yang panjang. Sehingga untuk menemukan bahan makanan sangat sulit.
Dari situ, akhirnya diputuskan untuk membuat makanan dari seluruh bahan yang bisa ditemukan. “Hingga akhirnya dicampurkan sebanyak 40 jenis bahan makanan, mulai dari sayuran, buah, dan rempah-rempah. Lalu itu dibagikan ke tetangga-tetangga sekitar,” jelasnya.
Dan itu berlanjut dan berkembang menjadi tradisi hingga sekarang ini. Dengan membuat bubur asyura dengan 41 macam bahan untuk untuk masyarakat Banjar.(jejakrekam)


