KEMENTERIAN Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mencatat ada 718 bahasa daerah yang dituturkan di Indonesia. Secara khusus, di Provinsi Kalimantan Selatan terdata ada 10 bahasa daerah digunakan masyarakat dalam kesehariannya.
BERDASAR data Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud mengenai bahasa dan peta bahasa di Indonesia, khususnya di wilayah Provinsi Kalimantan Selatan menyebut 10 bahasa daerah yakni bahasa Bajau Semayap kebanyakan dituturkan di wilayah Kecamatan Pulau Laut Utara, Kotabaru.
Kemudian, bahasa Bakumpai dituturkan di Kabupaten Barito Kuala (Batola) terutama di wilayah DAS Barito mencakup Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah.
Terbanyak penuturnya adalah bahasa Banjar. Terutama di wilayah Hulu Sungai (Banua Anam) , Banjarmasin, Kotabaru hingga meliputi Kalimantan Tengah. Bahkan, dari data Kemendikbud mencatat bahasa Dayak Bukit (Dayak Meratus) mengacu penghitungan dialektometri masih termasuk rumpun bahasa Banjar. Termasuk pula subdialek yang dituturkan di Kalimantan Tengah, dan sejumlah daerah di Provinsi Jambi.
BACA : Penutur Bahasa Banjar Dialek Hulu Lebih Murni, Benarkah? Ini Pendapat Pakar Bahasa Banjar ULM
Berikutnya, bahasa Berangas yang dituturkan di wilayah Alalak Berangas baik di Banjarmasin maupun Batola dengan persentase perbedaan dengan bahasa Banjar mencapai 92,25 persen dan 93 persen dengan bahasa Bakumpai.
Warga di Kalsel juga menuturkan bahasa Bugis terutama di wilayah Kabupaten Tanah Bumbu. Ada pula, penutur bahasa Dusun Deyah di Kecamatan Upau, Kabupaten Tabalong. Sementara, penutur bahasa Jawa juga terdapat di wilayah Kalimantan Selatan.
Bahasa daerah lainnya seperti bahasa Lawangan dituturkan masyarakat di desa-desa terutama di Kecamatan Haruai, Tabalong. Begitupula, bahasa Maanyan di Desa Warukin, Kecamatan Tanta, Kabupaten Tabalong, termasuk pula di sejumlah daerah di Kabupaten Kapuas dan Barito Timur, Kalimantan Tengah. Sedangkan, bahasa Samihin dituturkan masyarakat Desa Mangka, Kecamatan Pamukan Barat, Kabupaten Kotabaru.
BACA JUGA : Digerus Bahasa Banjar, Penutur Bahasa Berangas yang Kian Langka
Antropolog Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Nasrullah berpendapat soal kemurnian bahasa ibu atau bahasa daerah yang dituturkan warga Banua di Kalimantan Selatan, terkhusus Banjar masih bisa diperdebatkan. Terutama, soal kemurnian bahasa Banjar yang dituturkan dalam dialek Hulu Sungai maupun Batang Banyu.

Peta Bahasa Daerah yang dituturkan masyarakat Kalsel berdasar data Kemendikbud. (Foto Kemendikbud)
———
Dosen program studi sosiologi FKIP ULM ini mengatakan soal kemurnian bahasa ada berbagai hal yang memengaruhinya. Di antaranya, bagaimana kemampuan masyarakat menerima bahasa teknologi yang tidak ada dalam bahasa ibu.
BACA JUGA : Miris, Kini Penutur Bahasa Abal Hanya 100 Orang
“Terkait kemurnian bahasa daerah mungkin ada kaitannya secara antropologi. Seperti Tsing menyebut dengan istilah friction untuk kalangan Meratus. Meski terlihat pedalaman tetapi justru kawasan itu halaman depan globalisasi ditandai perusahaan-perusahaan besar skala internasional beroperasi,” papar Nasrullah kepada jejakrekam.com, Selasa (10/10/2023).
Mahasiswa doktoral sosiologi ULM yang tengah riset di Wina, Austria mengungkapkan kosa kata ibu praktis akan hilang terutama berkaitan dengan ekologi.
BACA JUGA : Ketahanan Bahasa Bakumpai Terjaga, Jika Penutur Aktif Menggunakannya
“Hal ini disebabkan alih fungsi lahan, termasuk kawasan pertambangan dan perkebunan. Ambil contoh, bahasa Bakumpai di Batola mengalami hal demikian, sebab padang dikonversi oleh perkebunan sawit,” ucap intelektual muda Hapakat Bakumpai ini.
Menurut Nasrullah, mula-mula yang hilang adalah nama kawasan padang yang berasal dari pengalaman historis kini berubah menjadi blok-blok yang ahistoris.
“Jika lahan itu sudah berubah maka istilah baruh, pamatang, jenah, dan lain sebagainya akan jarang diucapkan, kemudian menjadi langka lalu hanya tercatat dalam kamus,” pungkasnya.(jejakrekam)


