ASN Gugat Bupati HST, Saksi Ahli : Agar Tak Ada Gugatan Mutasi Harus Rasional
PENGADILAN Tata Usaha Negara (PTUN) Banjarmasin kembali menggelar sidang lanjutan gugatan ASN terhadap Tergugat Bupati Hulu Sungai Tengah (HST), dengan agenda menghadirkan saksi ahli dan saksi fakta.
SIDANG dipimpin oleh Majelis Hakim yang terdiri dari Hakim Ketua Yohanes Christian Motulo, dan dua orang hakim anggota Ratna Kartiani Sianipar dan Aslamia, serta didampingi Panitera Pengganti Khairatunnisa, Kamis (21/9/2023), di Ruang Sidang Utama PTUN Banjarmasin, Jalan Hasan Basri Banjarmasin.
Pihak penggugat Rubiyanti, yang diwakilkan dengan penasehat hukumnya Andi Mahmudi, mengahdirkan saksi ahli dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Mohammad Effendi dan saksi fakta Darmanto Suradi.
BACA: Gugatan Terhadap Bupati HST, Penggugat Hadirkan 2 Orang Saksi Fakta
Sedangkan pihak tergugat juga dalam persidangan, diwakilkan dengan staf Kejari Barabai sebagai pengacara negara, menghadirkan satu saksi ahli dan tiga saksi fakta .
Mohammad Effendi sebagai saksi ahli penggugat dalam keterangannya di persidangan menjelaskan, gambaran UU tentang kepegawaian dimana kalau kasus kepegawaian salah seorang ASN menggugat atasan dalam hal ini Bupati sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) sampai ke Pengadilan, berarti ada masalah serius.
Karena yang bersangkutan akan mempertaruhkan nasib PNS-nya karena berhadapan dengan atasan . “Jadi kalau dia menggugat, ada hal-hal yang perlu kita sungguh-sungguh teliti betul dalam pertaruhkan karir kepegawaiannya,” tuturnya.
Dosen Fakultas Hukum Tata Negara ULM ini menjelaskan, UU Nomor 5 Tahun 2014 Tentang ASN itu terbagi tiga, Jabatan Administrasi, Jabatan Fungsional dan Jabatan Pimpinan Tinggi. Sementara ASN itu terdiri dari dua jenis, PNS dan PPPK.
“Memang peraturan mutasi diatur dalam UU ASN, dipertajam lagi di peraturan pemerintah tentang manajemen PNS, kemudian cara teknis diatur oleh BKN,” ujarnya.
“Nah, dari UU yang saya pelajari, berkaitan dengan mutasi ada salah satu syarat selalu dimuat, baik di UU maupun di peraturan pemerintah atau aturan di BKN. Mutasi PNS dilakukan dengan memperhatikan prinsip pelarangan konflik kepentingan. Disamping juga mempertimbangkan kepentingan PNS yang bersangkutan yang akan dimutasi,” bebernya.
Dijabarkan Effendi, UU ASN tidak memperjelas apa yang dimaksud dengan larangan konflik kepentingan. “Tapi kalau kita membaca di UU Administrasi Negara terutama di pasal 43 itu ada dijelaskan, artinya ada kepentingan pribadi atau bisnis dari PPK, ada hubungan kerabat atau keluarga, ada hubungan yang terlibat,” ujarnya.
“Jadi sebenarnya UU Kepegawaian Administrasi Pemerintah berdasarkan kajian yang sudah selama ini saya lakukan, yakni harus mempertimbangkan kepentingan ASN itu sendiri, tidak sekedar keseimbangan penyelenggara pemerintahan,” ucapnya.
Disebutkan bahwa mutasi itu ada beberapa kategori, yakni promosi jabatan, mempersiapkan yang bersangkutan agar bisa menduduki jabatan lain. Penyegaran, distribusi kebutuhan tenaga, pertimbangan kemanusiaan, serta sarana hukuman langsung dan ini alasan rasional PPK.
Kalau mutasi itu ada konflik kepentingan, maka dampak hukumnya secara akademik, apakah mutasi itu secara rasional. Kalau tidak ada pertimbangan rasional maka bisa dicurigai ada kepentingan di dalamnya.
Konflik kepentingan juga bisa dinilai mutasi tersebut secara nyata dan faktual, memberikan kesulitan bagi ASN yang bersangkutan , baik dari aspek pengembangan karir maupun aspek-aspek teknis menuju tempat yang baru.
“Patut juga diduga, misalnya ada mutasi yang mendadak terus ditempatkan di tempat yang susah tanpa pertimbangan rasional,” ujarnya lagi.
Kalau memang ada konflik kepentingan dalam mutasi itu dan bisa dibuktikan, maka menurut UU Administrasi Pemerintahan, mutasi bisa dibatalkan.
Masih menurut Effendi, memang seorang ASN itu siap ditugaskan di seluruh wilayah Indonesia . “Tapi tafsirannya adalah PNS itu memang harus mengabdi kepada negara, tapi orang yang memindah itu juga harus mempertimbangkan kepentingan-kepentingan PNS yang alasannya harus jelas,” katanya.
“Ketika alasannya siap ditempatkan dimana saja, ini tidak bisa. Sebab hukum tidak seperti itu, hukum juga harus adil,” ungkapnya.
“Pernyataan siap ditempatkan dimana saja itu menjaga, misalnya negara dalam darurat di suatu tempat yang mengharuskan kehadiran PNS. Maka alasan siap ditempatkan tugas dimana saja itu bisa dipakai, tapi dalam keadaan normal tidak bisa dipakai,” bebernya.
Dia pun mengingatkan, PPK harus mempertimbangkan apakah setelah di mutasi dapat bekerja dengan baik, bagus dan tenang. Kalau mutasi itu dijalankan dengan baik, maka kasus-kasus kepegawaian tidak akan sampai ke pengadilan.
Maka dari itu prosedur normal mutasi harus di jalankan oleh PPK, dimana prosedur normal mutasi itu, instansi pemerintah yang bertugas di BKD memiliki kewajiban untuk membuat perencanaan pembinaan kepegawaian termasuk perencanaan mutasi , baik jangka panjang maupun jangka pendek.
Lalu, BKD bekerjasama dengan tim penilai kinerja atau Baperjakat mengkaji apa yang menjadi pertimbangan yang bisa menjadikan dasar untuk melakukan mutasi. Harus ada penjelasan yang jelas kenapa orang ini dimutasi diluar permohonan sendiri.
“Misal, kalau mutasi itu tindakan resmi dari PPK, maka Tim Baperjakat harus memberikan rekomendasi alasan pertimbangan oleh PPK. Jadi harus ada pertimbangan yang jelas , tidak boleh serta Merta dimutasi tanpa ada pertimbangan yang jelas,” ucapnya lagi.
BACA JUGA: Koalisi Masyarakat Sipil Desak HST Dikeluarkan dari Konsesi Tambang
Sementara itu, penasehat hukum penggugat Andi Mahmudi mengaku, bahwa sidang tadi dirinya merasa puas, karena sesuai dengan yang diinginkan baik itu dari saksi ahli ataupun saksi fakta.
“Saksi ahli sesuai dengan tupoksinya, sesuai dengan ahlinya, dan saksi fakta memang sesuai dengan fakta di lapangan,” ujarnya.
“Masa satu hari, Bupati HST sampai lima kali mengeluarkan surat mutasi, ini pengakuan dari saksi ahli tergugat dalam persidangan tadi, sehingga saya yakin mutasi itu tidak sesuai prosedur yakni ketentuan perundang-undangan,” tegasnya.(jejakrekam)