Menakar Kejahatan Peredaran Rokok Ilegal Berpotensi Rugikan Keuangan Negara

0

Oleh : Syarifuddin Nisfuady

ROKOK iegal ada di pasar Indonesia ditengari hilangnya pendapatan negara berkisar 18,5 persen dan antara 12,1 persen sebagai bagian dari pendapatan pajak atau cukai tembakau.

KONTRIBUSI rokok ilegal Indonesia adalah 90 persen dari industri dalam negeri dan 10 persen dari industri luar negeri. Karena itu, Indonesia harus mengenakan pajak pada perusahaan tembakau informal. Sebab, dananya sangat dibutuhkan bagi pembangunan termasuk dana bagi hasil (DBH) cukai hasil tembakau bagi pemerintah daerah.

Faktor-faktor menyebabkan beredarnya rokok ilegal adalah struktur pajak Indonesia yang kompleks dan perilaku negatif perusahaan rokok. Dampak ekonomi dari pandemi mengakibatkan turunnya daya beli masyarakat yang sebelumnya Covid-19 sudah pada titik terendah.

Hal ini menyebabkan perpindahan pembelian ke produk dengan harga murah (downtrading). Dampaknya terasa bagi perusahaan rokok resmi pada awal pandemi. Sebab, situasi pandemi memaksa pemerintah guna membatasi aktivitas masyarakat sehingga konsumsi rumah tangga pun jeblok.

BACA : LSM KAKI Minta Peredaran Rokok Ilegal Ditindak, Ini Jawaban DJBC Kalbagsel

Pandemi Covid -19, perlambatan ekonomi , hingga kenaikan harga BBM subsidi mengubah tren industri rokok Indonesia dengan membuat pasar domestik dibanjiri rokok murah yang masih membuat orang Indonesia masih bisa ngebul.

Survei sejumlah lembaga juga menunjukkan bahwa pandemi tidak mengurangi jumlah perokok. Namun, mereka mulai beralih ke rokok yang lebih murah sesuai dengan kebutuhan kondisi keuangan masing-masing yang tidak lagi melihat brand.

Kita bisa melihat dengan mudah di pasaran banyak merek baru dan produk murah bertebaran di pasaran.  Preferensi perokok agak sulit untuk diubah dengan produk-produk murah dikarenakan daya belinya masih kuat, tapi bagaimana dengan yang tidak kuat?

BACA JUGA : Jaksa Terserang Stroke, Persidangan Kasus Rokok Ilegal Ditunda

Komnas Pengendalian Tembakau mengapresiasi keputusan Pemerintah RI dengan menaikkan cukai rokok sebagai mekanisme pengendalian konsumsi rokok sesuai fungsinya. Hal ini mengingat harga rokok yang murah membuka peluang anak-anak Indonesia menjadi perokok.

Benarkah? Malah Pusat Kajian Jaminan Sosial (PKJN) Universitas Indonesia menyampaikan temuannya mengenai adanya pengaruh harga pada pengaruh harga pada peluang anak menjadi perokok.

Ternyata hasil studi tersebut menunjukkan harga yang semakin tinggi mengurangi kemungkinan anak usia remaja (SMA) untuk merokok. Hal ini berarti, kenaikan harga rokok adalah kunci pengendalian rokok pada anak-anak, tapi sekali lagi apa hipotesis ini benar patut diuji kembali.

BACA JUGA : Cukai Rokok Naik, Peredaran Rokok Ilegal Diprediksi Marak

Langkah pemerintah menetapkan untuk tidak menaikkan tarif cukai Sigaret Kretek Tangan (SKT) berdasarkan pertimbangan situasi pandemi dan serapan tenaga kerja oleh Industri Hasil Tembakau (IHT) karena berupaya melindungi keberadaan industri padat karya. Sebab, kontribusinya dalam penyerapan tenaga kerja sebesar 158.552 orang lebih.

Pemerintah selalu berupaya dalam meningkatkan pengawasan dan penindakan baik yang bersifat preventif melalui sosialisasi dan pendirian Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT), dan refresif melalui kegiatan Operasi Gempur Rokok Ilegal, Operasi Jaring, patroli Laut , dan berbagai kegiatan penindakan yang sinergis dengan aparat penegak hukum dan pihak terkait. Tapi apakah kegiatan ini berhasil 100 persen? Wallahuallam, buktinya sekarang masih saja keberadaannya ada di pasaran .

BACA JUGA : 14.700 Bungkus Rokok Ilegal asal Madura Diamankan Satpolair Polres Banjarmasin

Apakah betul rokok bercukai/perpita yang beredar di wilayah Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur ditemukan ada merek dan berharga murah yang sangat mudah ditemui di warung-warung itu barang rokok ilegal. Terlebih, tingkat peredarannya semakin meningkat tajam antara 7%-12 %  yang masih di bawah negara-negara lainnya khususnya kawasan ASEAN.

Apakah barang yang dilihat di pasaran ini hasil Komitmen Pemerintah (KIH ) untuk tetap mengedepankan industri padat karya dan yang menggunakan konten lokal dan cengkeh dengan full flavournya? Kalau ini betul, berarti langkah untuk melindungi perokok anak dan remaja dalam prevalensinya merokok anak di Indonesia akan tidak berhasil. Tapi apabila ini salah, berarti ada oknum berjamaah dengan pola terstruktur, sistematis dan massif (TSM) yang bermain dalam kebijakan pemerintah dan aturan lainnya yang berdampak kepada penerimaan negara.

BACA JUGA : Tangkap Peluang Naiknya Harga Rokok, Toko Aneka Tembakau Rintis Pasar Tembakau Linting

Hal in pentingnya adalah peran seta dari komponen elemen masyarakat dalam membantu aparat penegak hukum (APH) memberantas rokok ilegal (ROI) di pasaran.

Salah satu alat untuk mengawasi dan mengontrol peredaran Barang Kena Cukai (BKC) di masyarakat adalah dengan cara pelekatan pita cukai pada tiap barangnya. Ciri-ciri pita cukai yang asli di antaranya adalah

  1. Lambang Negara RI
  2. Lambang Ditjend Bea dan Cukai
  3. Tarif cukai
  4. Angka tahun anggaran
  5. Harga jual eceran
  6. Teks Indonesia
  7. Teks Cukai Hasil Tembakau
  8. Jumlah isi kemasan
  9. Jenis hasil tembakau
  10. Hologram dan Personalisasi

Kenyataan di atas, banyak pita cukai palsu beredar . dalam beberapa kasus pelanggaran pelanggaran pita cukai antara lain :

  1. BKC tidak dilekati pita cukai
  2. Menggunakan pita cukai palsu
  3. Pita cukai bekas
  4. Pita cukai tidak untuk peruntukannya atau tidak sesuai personalisasi .

Yang paling mudah lagi dilakukan cara mengidentifikasi pita cukai adalah dengan kasat mata (kertas, hologram dan cetakan) dan dengan lampu ultra violet.

Bahkan, selain rokok palsu dan ilegal, ditemukan sebuah informasi adanya pemalsuan cukai. Ada cukai asli dari kemasan rokok lama yang dilepaskan, dan ditempel kembali pada kemasan rokok baru. Kecurangan ini dapat mematikan industri rokok menengah ke bawah dan merugikan pendapatan negara yang tidak kecil.

BACA JUGA: Tarif Cukai Naik, Harga Rokok Per Kotak Tergerek Berkisar Rp 1.000 hingga Rp 3.000

Pemalsuan cukai terjadi sedemikian rupa. Ada cukai palsu, KW 1, KW 2, bahkan ada cukai yang asli pun itu disiasati dan kemudian dilepas dan kemudian ditempel lagi. Hal ini menyebabkan kerugian negara yang tidak kecil dan merupakan kejahatan ekonomi yang sangat serius. Artinya kita juga bisa mengangkat isu kejahatan di industri rokok, akibat dari pemalsuan-pemalsuan ini.(jejakrekam)

Penulis adalah Ketua Forum Kota (Forkot) Banjarmasin

Alumni Fakultas Hukum Unissula Semarang

Editor Ipik Gandamana

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.