Kasus Kepemilikan Senpi Berulang di Kalsel, Antropolog ULM Duga Pengawasan Lemah

0

KASUS kepemilikan senjata api (senpi) dan amunisi yang berhasil diungkap oleh polisi menjadi atensi publik. Terlebih lagi, kasus kriminalitas yang terjadi di Kalsel berkelindan dengan keberadaan senpi.

DARI catatan jejakrekam.com, pada kasus pembakaran mobil anggota DPRD Kalsel di Martapura, Kabupaten Banjar, Selasa (25/4/2023), ditemukan senpi.

Berlanjut pada kasus pembunuhan sadis yang menimpa Sabriansyah di kebun karet, Desa Mengkauk, Kecamatan Pengaron, Kabupaten Banjar pada Rabu (29/3/2023) lau, korban meninggal dunia dengan luka tembak oleh pelaku.

Teranyar penemuan kepemilikan beberapa senpi lengkap dengan amunisinya milik TS, warga Alalak Utara Banjarmasin, meski dalam hasil penyelidikan polisi terkait dengan hobi tersangka.

Antropolog Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Nasrullah menilai dari sederet kasus itu membuktikan jika pengawasan terhadap kepemilikan senpi, termasuk jalur distribusi baik laut, udara hingga darat masih lemah atau kurang ketat.

BACA : Pelaku Pembakaran Mobil Anggota DPRD Kalsel Ditangkap, Kapolda Tegaskan Tak Ada Motif Politik

“Dengan kondisi Kalsel yang terbuka dari semua jalur baik darat, laut dan udara, tentu memungkinkan untuk pengiriman senpi akan lebih mudah,” kata mahasiswa doktoral antropolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta ini kepada jejakrekam.com, Sabtu (10/6/2023).

Menurut dia, dengan kondisi itu lewat perdagangan bebas dari semua akses yang terbuka, memungkinkan kepemilikan senpi akan lebih mudah, baik dengan cara membeli secara konvensional melalui jalur penyeludupan atau sejenisnya, termasuk mendapatkan lewat pasar online (marketplace).

BACA JUGA : Ada 5 Tersangka Terlibat Pembunuhan Sadis, Kapolda Kalsel Ultimatum Segera Serahkan Diri  

“Kita ketahui, Kalsel merupakan daerah pertambangan dan perkebunan sawit. Tentu, kebutuhan akan senpi akan berkelindan dengan kondisi yang ada di lapangan,” tutur akademisi Program Studi Sosiologi FKIP ULM ini.

Nasrullah menyebut daerah-daerah tambang dan perkebunan berskala besar memungkinan tidak terlalu terawasi secara ketat oleh pihak keamanan.

“Tentu saja, dengan luasanya areal itu ada beberapa orang tertentu yang masuk ke kawasan itu punya keinginan untuk memiliki senpi. Selain untuk faktor keamanan, pemilik senpi juga bisa menggunakan untuk hal-hal tertentu,” beber Nasrullah.

BACA JUGA : Pelaku Geluti Bisnis Jual-Beli Online, Polda Kalsel Ambil Alih Kasus Kepemilikan Senpi Ilegal

Untuk itu, Nasrullah menyarankan agar pihak keamanan dalam hal ini jajaran Polda Kalsel bisa mendalami motif kepemilikan senpi dari pelaku.

Antropolog ULM, Nasrullah (Foto Dokumentasi JR)

——

“Apakah ada jaringan perdagangan senpi atau motivasi personal dengan kondisi yang menciptakan para pelaku bisa mendapatkan atau memasok senpi. Bayangkan saja, walau hanya replika, penemuan senjata standar militer seperti bazoka anti tank, misalkan tentu berkaitan dengan sasaran yang besar,” tutur Nasrullah.

Intelektual muda Hapakat Bakumpai ini mengungkapkan sebenarnya aturan hukum atau regulasi kepemilikan senpi sangat ketat diberlakukan di Indonesia. Hal ini ditopang dengan beragam ketentuan yang berlaku termaktub dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BACA JUGA : Jaring Atlet Petembak Muda Potensial, Perbakin Kalsel Minta Lapangan Menembak Segera Dibangun

Magister Antropologi lulusanUGM Yogyakarta ini menambahkan, aturan hukum sebenarnya sudah ketat, namun harus dicari rangkaian demi rangkaian, baik berkaitan langsung, motivasi atau ada dalam tataran mindset mengapa orang ingin memiliki senpi.

“Padahal penggunaan senpi tidak boleh sembarangan, kalaupun bisa tentu dengan persyaratan yang ketat. Kita khawatir hal ini justru akan menjadi tren, apabila pengawasan lemah dari pihak keamanan,” beber Nasrullah.

Dia menyarankan pendekatan yang bisa ditempuh aparat keamanan bisa melalui razia rutin dan ketat terhadap pengguna maupun pemilik senpi, terutama dari kalangan sipil.

Nasrullah menyebut ada beberapa golongan masyarakat sipil yang boleh memiliki senpi, seperti direktur utama, menteri, pejabat pemerintahan, pengusaha utama, komisaris, pengacara dan dokter, misalkan.

BACA JUGA : Bukan Anggota Menembak, Pemilik Senpi Ilegal Dipastikan Tak Terindikasi Masuk Jaringan Teroris

“Itu pun hanya diperuntukkan sebagai alat pertahanan diri, tidak boleh menggunakannya jika tidak dibutuhkan, tidak boleh dipertontonkan di depan umum, apalagi untuk menakut-nakuti orang lain,” tuturnya.

Dalam aturannya, kata Nasrullah, calon pemilik senpi juga harus memiliki keterampilan menembak selama 3 tahun, diuji melalui tes psikologi dan tes kesehatan. Terpenting, mengantongi surat izin yang disebut Izin Khusus Senjata Api (IKSHA) dari instansi atau kantor yang bertanggung jawab atas kepemilikan senpi.(jejakrekam)

Penulis Iman Satria
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.