Mendaraskan Kembali Sastra Banjar, 5 Sastrawan Ungkap Kegelisahan dalam Bait Puisi

0

SASTRAWAN muda dan senior berkolaborasi dalam membumikan sastra Banjar di Gedung Balairungsari, Taman Budaya Kalsel, Jalan Brigjen Hasan Basry, Kayutangi, Banjarmasin, Jumat (26/5/2023) malam.

LIMA sastrawan Banua bergantian membacakan puisi karya dari para ‘pujangga’ Kalsel dalam Mandarasi Puisi dan Syair Banjar gelaran UPTD Taman Budaya Kalsel. Mereka adalah Arif Rahman dari Amuntai (Hulu Sungai Utara), Nailiya Hikmah dari Banjarmasin, MS Arif dari Tapin, M Rizani dari Tanah Laut dan Irma Suryani dari Banjarbaru.

Para ‘pujangga’ ini mengetengahkan 3 puisi sastra Banjar di hadapan penonton. Pementasan ini menjawab keresahan para pegiat seni dan budaya Banua, ketika karya sastra yang mengandung kearifan lokal kerap terabaikan pada pentas-pentas kebudayaan yang ada di Kalsel.

Seperti M Arif asal Rantau membawakan 2 puisi karya sastrawan senior Kalsel; YS Agus Suseno. Sastrawan nyentrik yang familiar di kalangan komunitas budayawan dan sastrawan dengan sematan Datu Tadung Mura (Tamur) disuguhkan di atas pentas.

BACA : Aruh Sastra Kalsel 1 (2004) dan D. Zawawi Imron

Puisi berjudul Kayuh Baimbai  dan Sapuluh Dapa pada Masigit, serta puisi karya Noor Aini Cahaya Khairini, berjudul  Mangariau Naga, totalitas dibacakan M Arif dengan intonasi tinggi rendah.

Suara menggelegar juga datang dari mulut Muhammad Nasir. Dia membacakan dua puisi karya sastrawan Kalsel yang belum lama wafat; Jamal T Suryanata berjudul Pembatangan dan Parigal Urang Bahari.

Sementara, sastrawati Banjarbaru; Irma Suryani dengan gayanya yang khas menyajikan 3 karya puisi dari tiga penulis. Yakni, Habang Bijimata Manjanaki Banua (Ali Syamsuddin Arsi), Harum Tanah Banyu (Arsyad Indardi), Tulak Bala (Hatmiati Masy’ud).

BACA JUGA : Lestarikan Sastra Lisan Banjar Lewat Baturai Pantun, ASKS XVII Diisi Sapaan Jenaka

Lain lagi dengan Nailiya Nikmah. Dia tampak konsentrasi penuh membawa 3 puisi berjudul Mandi Basah karya Abdussukur MH), Sampuk Biar Basambung Kawa (Abdurrahman El Husaini) dan Ada Masigit Dihatiku (Fahmi Wahid).

Tak mau kalah, Arif Rahman Heriansyah membawa 2 puisi karyanya sendiri. ‘Pujangga’ asal Amuntai ini mendaraskan puisi berjudul Banua Dalam Ganggaman, dan Hadangi. Sebagai penutup, Kaina Ada Haja Dulatnya, puisi karya akademisi STKIP PGRI Banjarmasin Hatmiati Masy’ud dibacakan Arif Rahman.

BACA JUGA : 17 Tahun Aruh Sastra Kalimantan Selatan, Pelestarian Budaya Lisan Berbahasa Banjar

Puisi-puisi buah karya para satrawan Banua ini bercerita soal kehidupan sosial dan budaya yang tak lepas dari kehidupan sehari-hari masyarakat Kalsel.

Bahkan, puisi Mangariau Naga yang dibacakan MS Arif pernah meraih penghargaan dari berbagai kejuaraan daerah hingga berlevel nasional.

“Puisi Mangariau Naga ini merupakan puisi sastra Banjar yang mengisahkan penobatan Pangeran Samudera sebagai Raja Banjar,” ucap MS Arif kepada jejakrekam.com, Jumat (26/5/2023) malam.

Ia mengungkapkan berawal dari hobi, sejak dini sudah menggembari baca dan menulis puisi, khususnya sastra Banjar sehingga terus membumi tak lekang ditelan zaman.

BACA JUGA : Ketika Sastrawan dan Budayawan Banjar Galau akan Langkanya Hayati Banua

“Memang, tema sastra Banjar kebanyakan menggambarkan kondisi kehidupan sehari-hari masyarakat serta berkelindan dengan kondisi lingkungan hidup,” ucap Arif.

Dia berharap lewat pentas puisi sastra Banjar bisa menumbuhkembangkan kembali karya-karya anak Banua.

“Sebab, dalam setiap bait puisi sastra Banjar itu mengandung makna. Saat ini, anak muda atau generasi sekarang tak lagi hanya yang hobi dengan sastra Banjar. Jika tidak didaraskan kembali akan mudah terlupakan,” imbuh Arif.(jejakrekam)

Penulis Sirajuddin
Editor Ipik Gandamana

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.