Pemilu Miskin Narasi

0

Oleh : Noorhalis Majid

APA yang membedakan Pemilu di Indonesia dengan di negara yang lebih maju demokrasinya?Sebut saja Amerika misalnya? Pertanyaan itu terlontar saat Forum Ambin Demokrasi di Rumah Alam Sungai Andai Banjarmasin, pada Rabu (17/5/202).

TERNYATA di negara maju, orang memilih narasi. Narasilah yang paling utama. Setelah sepakat dengan narasi, baru menentukan orang. Narasi harga mati, tidak boleh ditawar, sesuatu yang diperjuangkan – dipertarungkan, minimal diperdebatkan. Sedangkan “orang”, lahir dari negosiasi – orangnya boleh siapa saja, asal narasi yang diinginkan diperjuangkan.

Di tempat kita, yang utama dipilih adalah “orang” – calegnya, figur kepala daerahnya, atau Presidennya. Narasinya menyusul belakangan, bahkan sampai waktu terpilih, tidak jelas apa narasinya. Hanya menjadi pelengkap bila dibutuhkan, itu pun hanya berupa jargon-jargon saja. Pasrah pada figur, dan sering kali berujung penyesalan.

BACA : Saat Pemilu Narasi Tak Begitu Penting, Di Tengah Masyarakat Uang Jauh Lebih Penting

Bisa dilihat, saat foto caleg bertebaran di berbagai baleho, yang ditonjolkan hanya foto yang dipoles sedemikian rupa agar terlihat rupawan. Tidak secuil pun ada narasi. Paling hanya nama dengan memamerkan gelar, simbol agama atau kebangsawanan.

Mestinya, Pemilu ajang mempertarungkan narasi. Masing-masing partai dan bahkan celeg, berlomba melempar narasi ke hadapan publik pemilihnya. Narasi yang mampu menjawab persoalan masyarakat, lalu menjadi bahan pertimbangan dalam memilih.

BACA JUGA : Perang Narasi Dan Mimpi Pemilu Cerdas Berintegritas Dikupas Forum Ambin Demokrasi

Bila atmosfir Pemilu dipenuhi narasi, pastilah berkualitas. Kalau caleg tidak mampu melemparkan narasi ke hadapan publik, setidaknya partai-partai mengajukannya. Agar terlihat pembeda antara satu partai dengan partai lainnya. 

Bila tidak ada narasi, sesungguhnya semua partai menjadi sama saja. Pada saat itulah money politik membungkam demokrasi.(jejakrekam)

Penulis adalah Pegiat Forum Ambin Demokrasi

Pembina Lembaga Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan (LK3) Banjarmasin

Editor Ipik Gandamana

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.