Orang Pilih Anggota DPD Hanya Lihat Ketokohannya, Tapi Kalah Hebat Dengan Anggota DPR RI

0

DISKUSI Publik dengan tema “Memperkuat Refresentasi , Mengedarkan Calon Anggota DPD RI” di kupas dalam Forum AMBIN Demokrasi, Jumat (10/3/2023) di Rumah Alam Sungai Andai Banjarmasin.

MEGHADIRKAN narasumber Muhammad Effendi dari akademisi, Berry Nahdian Furqon dari aktivis, Siti Mauliana Hairini dari aktivis perempuan dan Ratna Sari Dewi dari media, dipimpin Fathurrahman Kurnain sebagai moderator.

Sebagai jurnalis, Ratna Sari Dewi mengeluhkan anggota DPD RI sangat susah untuk dijadikan narasumber liputan. “Padahal DPD itu menarik sebagai narasumber, kenyataannya susah sekali hubungan dengan media, hanya beberapa orang saja,” ungkapnya.

“Mereka kalau kita mau konfirmasi sesuatu mendapatkan pernyataan belum tentu bisa. Kenyataannya seperti di masyarakat tidak melihat track record selama mereka bertugas,” ujarnya.

BACA: Keberadaan Anggota DPD RI Dikuliti Di Forum AMBIN Demokrasi

“Hasil riset yang pernah saya lihat di dua daerah yakni Kalimantan Timur dan Yokyakarta pada tahun 2009. Tingkat partisipasi yang tinggi ternyata tingkat pengetahuan masyarakat terkait keberadaan DPD itu. Masyarakat Kaltim dan Yokyakarta hanya memandang latar belakang ketokohannya saja, bukan fungsinya,” ucapnya.

Sementara itu, Muhammad Effendy menambahkan sejarah tentang pembentukan negara. Contohnya ada ang mengusulkan bentuk negara federal, ada pula dengan bntuk negara kesatuan.

“Namun setelah disepakati sebagai negara kesatuan, maka ada muncul lembaga yang memegang kedaulatan. Disitulah muncul lembaga MPR,” ujar Muhammad Effendy.

MPR itu terdiri dari anggota DPR ditambah utusan daerah dan utusan golongan. “Kenapa perlu ditambah? Karena memang untuk representasi, tidak semua anggota DPR terpilih nanti mereprentasikan kelompok lain, walau daerah dijamin ada UUD,” bebernya.

“Bahasa UUD aslinya itu ditambah, tapi dalam prakteknya kata ditambah itu ditafsirkan beda. Ditambah itu dalam bahasa, pasti yang ditambah itu sedikit. Anggota DPR-nya banyak, tambahi sedikit,” lanjutnya.

“Tapi di zaman orde baru, maksud ditambah itu rata, anggota DPR 1.000 orang, Anggota DPR yang dipilih melalui pemilu 400 orang, mewakili ABRI 100 orang , 500 orang mewakili daerah dan golongan, sehingga seperti apapun sidang MPR pasti selesai,” ujarnya lagi.

Ketika zaman reformasi, full anggota DPR dipilih melalui pemilu, sementara utusan daerah masing-masing 5 orang yang jumlahnya sebanyak 135 orang sisanya 65 orang utusan golongan.

Komposisi tersebut pun menuai kritikan, maka pada tahun 2004 , semua anggota DPD harus pula dipilih melalui pemilu, seperti presiden dan anggota DPR.

Sehingga diistilahkan DPR itu mewakili political represent, sementara DPD mewakili teritorial atau kewilayahan. “Karena itu filosopinya, anggota DPD adalah tokoh daerah, sehingga dia bisa mewarnai daerah. Inilah filosopi awalnya,” ucap Muhammad Effendy.

“Karena itu, meskipun DPD kita itu memang kewenangannya kurang, dan ini beda dengan Amerika. Sebab di sana pembentukan undang-undang harus disetujui 2 lembaga ini, sedangkan di Indonesia hebat DPR-nya dari pada DPD-nya,” kritiknya.

BACA JUGA: Pilih Undur dari Calon ‘Senator’ DPD RI, Hasnur Dijamin Golkar Maju Caleg DPR dan Pilgub Kalsel

“Saya sedih sekali, lihat anggota DPD yang saya kritik, pernahkah ngomong tentang UU Cipta Kerja? Karena AMDAL yang dulu ada di daerah, saat ini ada di pusat,” bebernya lagi.

“Padahal AMDAL itu rusaknya di kampung kita, apakah DPD pernah ngomong? Juga ketika sektor pertambangan ditarik oleh pusat. Ditempat kita ketika banjir besar, itu kerusakan lingkungan besar, apakah DPD protes? terus yang dikawal untuk kepentingan daerah siapa?” cecarnya.

“Kedepan kami minta, kalau gubernur tidak bisa , kami minta DPR memfasilitasi wakil-wakil DPD kita. Undang tiap tahun untuk progres mereka, apa selama ini yang dikerjakan , tapi DPR kita tidak jelas juga,” sindirnya.

“Harusnya DPR mewakili kepentingan daerah, mengundang DPD Kalsel diajak ke forum diskusi,” ujarnya.

Selama ini diketahui DPR selalu membahas undang-undang, dan DPD harus mengawal. Perubahan porsi keuangan untuk daerah juga harus dikawal, sehingga tidak merugikan daerah. “Kedepan kita minta DPD kaji tentang SDA , menguntungkan tidak untuk daerah kita,” imbuhnya.(jejakrekam)

Penulis Asyikin

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.