Paribasa Banjar; Mambuang Sandal, Tajumput Kalum

0

Oleh : Noorhalis Majid

TIDAK puas, atau tepatnya kurang mensyukuri atas apa yang sudah diperoleh atau didapatkan, lalu mengabaikannya, bahkan membuang-mencampakkan. Berharap setelah itu dapat yang lebih baik, tapi ternyata, justru beroleh yang lebih buruk.

MAMBUANG sandal, terambil terompah (kalum dalam bahasa Banjar), demikian arti harfiahnya. Sandal lebih bagus dan modern bila dibandingkan terompah yang hanya terbuat dari kayu. Dipinjam sebagai perumpamaan, tentang orang yang ingin menukar apa yang sudah didapatnya, harapannya memperoleh yang lebih baik, ternyata malah terpuruk, dan berujung penyesalan.

Konsep ‘tukar tambah’ memang ada dalam keseharian. Satu buah barang yang sudah dimiliki, ingin ditingkatkan kualitas dan kuantitasnya, sehingga ditukar dengan cara ditambah dengan nilai atau harga yang lebih tinggi.

Harapannya mendapat barang yang lebih baik, lebh bermutu. Namun kalau tidak cermat-kurang teliti, bisa saja justru sebaliknya, dapat barang yang lebih buruk.

BACA : Teranyar ‘Dijamak Jibril’, Dokumentasikan Paribasa Banjar Berisi Nasihat dalam Tiga Buku

Tentu tidak ada salahnya berharap lebih. Memperoleh satu, ingin dua. Dapat dua, ingin tiga, bahkan sudah dapat tiga, ingin menggenapi jadi empat, bahkan seterusnya. Namun tidak semua hal dapat diperlakukan seperti itu.

Ada pula bila sudah dapat satu, harus dinikmati yang satu itu sampai akhir. Bila ingin lebih, dan mencari tambahan lebih dari itu, boleh jadi justru yang satu itu pergi. Bukan dua yang didapatkan, malah hilang semuanya.

BACAJUGA : Peribahasa Banjar untuk Kritik Pembangunan di Kalsel

Pekerjaan misalnya, tidak semua dapat dirangkap. Bila ada pekerjaan lain, maka pekerjaan utama bisa saja harus dilepaskan- karena terkait aturan yang melarang dirangkap.

Apalagi hubungan dengan manusia, dengan pasangan hidup misalnya. Memilik satu orang pasangan sudah bahagia, rupanya ingin lebih bahagia, lalu menambahnya menjadi dua, tiga dan empat. Atau menggantikan yang pertama dengan yang lain. Ternyata bukan kebahagiaan, malah kehancuran hidup, penderitaan-kesengsaraan, minimal jadi berantakan.

BACA JUGA : Kuliner Banjar; Refleksi di Ujung Lidah, Warisan yang Tak Boleh Luntur

Ungkapan ini memberikan pelajaran, betapa pentingnya mensyukuri apa yang sudah didapat. Kemampuan bersyukur, akan menambah nikmat dari apa yang sudah diperoleh. Namun, kalau pun ingin mencoba untuk menambah, meningkatkan apa yang sudah diperoleh, mestilah lebih cermat. Kalau kurang cermat, bisa saja mambuang sandal, tajumput kalum.(jejakrekam)

Penulis adalah Pemerhati Budaya dan Bahasa Banjar

Pembina Lembaga Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan (LK3) Banjarmasin

Editor Ipik Gandamana

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.