Perayaan HPN Tahun 1981, Tiga Even Bersejarah di Banjarmasin Dihadiri Presiden Soeharto (1)

0

Oleh : Mansyur ‘Sammy’

BANJARMASIN pernah mendapat kehormatan sebagai kota penyelenggara Kongres XIII di tahun 1968, puluhan tahun yang lalu. Kongres yang berlangsung pada 17-22 Juni 1968 itu terpilih Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), H Mahbub Djunaedi dan Sekjennya, JS Hadis.

KETIKA itu, sebagai ibukota Provinsi Kalimantan Selatan, ternyata Banjarmasin kembali mengulang peristiwa serupa. Karena, Banjarmasin juga pernah menghelat Konferensi Kerja Nasional (Konkernas) yang levelnya masih di bawah kongres pada 9-11 Februari 1981.

Even itu pun cukup mengesankan bagi Banjarmasin yang saat itu dihuni 385.000 jiwa guna berbenah diri untuk menghadapi tiga peristiwa sekaligus. Mungkin, tidak pernah dialami kota lainnya di Indonesia. Tiga peristiwa itu adalah Konkernas PWI, HUT ke-35 PWI dan merayakan Hari Pers Nasional (HPN) untuk pertama kalinya dalam sejarah organisasi profesi ‘kuli tintah’ ini.

Mengenai HPN yang jatuh setiap tanggal 9 Februari semula diputuskan dalam Kongres XVI PWI di Kota Padang, Sumatera Barat pada 1978 untuk selanjutnya diajukan kepada pemerintah di bawah kendali Presiden Soeharto dengan Menteri Penerangan, Ali Murtopo dalam Kabinet Pembangunan III, usai sebelumnya dijabat ad-interim oleh Sudharmono.

BACA : Yusni Antemas: Si Kuli Tinta, Langganan Masuk Penjara

Ketika itu, jabatan Ketua Umum PWI dipegang oleh Harmoko, yang merupakan ketua terlama dalam sejarah pers Indonesia, setelah sebelumnya memegang kendali sebagai Ketua PWI Cabang Jakarta periode 1970-1973. Hingga, pendiri koran Poskota dan Terbit akhirnya dipercaya Soeharto menjabat Menteri Penerangan pada 19 Maret 1983-16 Maret 1997.

Soeharto didampingi Ketua Umum PWI Harmoko saat melepas balon dan menerima mandau di Banjarmasin dalam pembukaan Konkernas di Banjarmasin. (Foto Dokumentas Mansyur)

Realisasinya, berbentuk keputusan Sidang Dewan Pers XXI di Bandung, 19 Pebruari 1981, yang berbunyi : “Menyetujui dan menyambut baik keputusan PWI tersebut. Memang, Konkernas Banjarmasin yang bertemakan “Pemantapan interaksi positif antara pemerintah, pers dan masyarakat” ini mempunyai berbagai keunikan.

BACA JUGA : Suara Kritis Pers Perjuangan dan Menguatnya Kapitalisasi Media Massa

Keistimewaan lainnya, adalah kehadiran Presiden Soeharto yang secara bersamaan meresmikan dua acara sekaligus yaitu Konkernas PWI dan peresmian pembukaan Mesjid Raya Sabilal Muhtadin, yang berlangsung pada hari itu juga di depan Mesjid Raya tersebut di Jalan Jenderal Sudirman. Unik karena Panitia (Konkernas dan Mesjid Raya) berturut-turut melapor kepada Presiden.

Cuaca mendung terkadang gerimis tipis, tidak membuat warga kota Banjarmasin luntur semangatnya dalam menyambut kehadiran Presidennya pada upacara tersebut.

BACA JUGA : Hanya 3 Tahun Duduki Banjarmasin, Jepang Hapus Warisan Belanda di Ibukota Borneo Selatan

Rasa bungah selain tertuang dalam sujud syukur yang dilakukan Presiden dan menteri-menteri yang menyertai kunjungan kerja Presiden Soeharto; anggota-anggota Muspida Kalsel, pengurus PWI Pusat bersama Panitia Penyelenggara dan utusan-utusan Konkernas PWI se-Indonesia juga tercermin dari luapan massa rakyat yang membanjiri tempat-tempat sekitar upacara berlangsung dan sekitar Mesjid Raya yang berareal 10 hektare.

BACA JUGA : AJI Dan IJTI Kalsel Desak Tinjau Ulang Penetapan HPN

Kebanggaan yang penuh diliputi rasa syukur ini tentu beralasan. Betapa tidak, karena pada hari itu merupakan perpaduan dua upacara yang satu dan lain nya saling berkaitan erat yaitu unsur pers dan mesjid sebagai pusat kegiatan masyarakat dalam kehidupan bangsa untuk masa kini dan masa mendatang.

Dunia wartawan selalu punya selera khas, dalam upacara pembukaan Konkernas tidak dilaku kan dengan pemukulan gong sebagaimana lazimnya, tetapi dengan senjata khas rakyat Kalimantan, mandau. Presiden menghunjamkan ke satu landasan untuk memutuskan tali yang mengikat “balon interaksi” yang membawa poster mengudara diiringi tepukan dan sorak sorai massa.

BACA JUGA : Dari Buku Amuk Banjarmasin (1997) : Tragedi Kerusuhan Jumat Kelabu, Kampanye Golkar ‘Dikudeta’

Seusai membuka resmi Konkernas PWI, Presiden Soeharto meresmikan Majid Raya ‘Sabilal Muhtadin’ dengan menekan tombol sirine dan menandatangani prasasti yang terletak di halaman Masjid Raya, di Jalan Jenderal Sudirman, Banjarmasin.

BACA JUGA : Kritik Pemerintah Kolonial Belanda, Tokoh-Tokoh Parindra Banua pun Diganjar Penjara

Paduan suara ‘junjung buih’ dan koor yang membawakan lagu ‘ ampar-ampar pisang’ ciptaan A. Ardiansyah yang dikumandangkan dari atas perahu ‘tambangan’ khas Banjar menimbulkan nostalgia, mengalun di sungai Martapura yang hari itu bersolek bagaikan ‘fiesta di Venesia’, membawa kesemarakan jalannya upacara. Dan suasana pagi itu semakin ceria karena manisnya suara pembawa acara yang diantarkan TVRI Pusat. oleh Hajjah Mariana, penyiar TVRI Pusat.

BACA JUGA : Primbon dan Hitungan Mistis 1525; Jejak Hari Jadi Kota Banjarmasin ke-496

Rombongan Presiden dan Ibu Tien Soeharto yang tiba di Banjarmasin terdiri dari Mendagri Amirmachmud, Menteri Agama dan Ny. Alamsyah, Mensesneg dan Ny. Sudharmono, Sekmil Presiden Laksdya Kardono, Ass Intel Hankam, Kepala Rumah tangga Presiden, Ass Mensesneg Urusan Khusus dengan staf 17 orang dan 10 wartawan ibukota.(jejakrekam/bersambung)

Penulis adalah Penasihat Komunitas Historia Indonesia Chapter Kalsel

Ketua Lembaga Kajian Sejarah, Sosial dan Budaya (SKS2B) Kalimantan

Dosen Prodi Pendidikan Sejarah FKIP ULM Banjarmasin

Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.