Omnibus Law RUU Kesehatan Cabut 9 UU Kesehatan, Bagaimana dengan Organisasi Profesi IDI dan Perannya?

0

Oleh : Dr. dr  Abd. Halim, SpPD. SH MH MM

PADA Rabu (8/2/2023), penulis dapat kiriman Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan dan penjelasan hasil rapat paripurna DPR RI melalui Badan Legislatif (Baleg) pada Februari 2023, lumayan mengejutkan.

KAGET, karena ternyata terus berlanjut walaupun ada penolakan dari masyarakat kesehatan dan lembaga perlindungan konsumen Indonesia. Namun, setelah membaca sekilas patut bersyukur bahwa DPR RI cukup aspiratif terhadap masukan masyarakat Kesehatan dan organisasi profesi kesehatan baik dalam rapat dengar pendapat (RDP) dan masukan langsung.

Dalam RUU Kesehatan pada Pasal 474 disebutkan pada saat UU ini mulai berlaku akan mencabut :

  1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular
  2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
  3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
  4. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
  5. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa
  6. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
  7. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan
  8. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan
  9. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan

Pada saat polemik RUU Kesehatan, Omnibus Law (OBL) yang naskahnya beredar viral pada pertengahan tahun 2022, salah satunya adalah masalah organisisasi profesi terutama  untuk dokter dan dokter gigi yang dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Pasal 1 ayat 12. Organisasi profesi adalah Ikatan Dokter Indonesia (IDI) untuk dokter dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) untuk dokter gigi.

BACA : Hubungan Kerja Dokter dan Perawat dalam Perspektif Hukum Kesehatan untuk Pelayanan Pasien

Dalam RUU Kesehatan OBL ini pada pasal 1 ayat 37 Organisasi Profesi adalah wadah untuk berhimpun Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan yang seprofesi berdasarkan kesamaan keahlian, aspirasi, kehendak etika profesi, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan kesehatan. Pengertian OP ini sangat luas dan pendirian OP bisa berdasarkan banyak hal seperti pasal 1 ayat (37).

Dan pada Pasal 314 ayat (1) disebutkan bahwa Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan harus membentuk Organisasi Profesi sebagai wadah untuk meningkatkan dan/atau mengembangkan pengetahuan dan keterampilan, martabat, dan etika profesi Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan.

BACA JUGA : Cetak 1.978 Dokter, Fakultas Kedokteran ULM Luluskan 3 Dokter Spesialis Penyakit Dalam Terbaik

Berlanjut ke ayat (2) bahwa Setiap kelompok Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan hanya dapat membentuk 1 (satu) Organisasi Profesi. Ayat (3) Organisasi Profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) membentuk perhimpunan ilmu. Kemudian, pada ayat (4) Pembentukan Organisasi Profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pada Pasal 193 ayat (2) Tenaga Medis dikelompokkan ke dalam: dokter; dan dokter gigi dan pada ayat (3) Jenis Tenaga Medis dokter  terdiri atas dokter, dokter spesialis, dan dokter subspesialis. Dan pada ayat (4) Jenis Tenaga Medis dokter gigi terdiri atas dokter gigi, dokter gigi spesialis, dan dokter gigi subspesialis. 

BACA JUGA : Puncak Dies Natalis ULM Ke-64, Fakultas Kedokteran Raih 4 Prestasi

Dalam cakupan penjelasan Pasal 193 sudah jelas dan tidak ada penjelasan. Jadi sangat jelas bahwa untuk tenaga medis ada kelompok dokter dan dokter gigi dan menurut Pasal 314 ayat (2) bahwa yang berhak membentuk organisasi profesi (OP) kelompok dokter dan dokter gigi. Sedangkan dokter Spesialis dan Subspesials dapat membentuk perhimpunan ilmu (ayat 3 Pasal 314).

Ada yang menurut penulis masalah organisasi profesi ini masih ambigu dan membingungkan kalau memahami Pasal 1 ayat (37) bahwa yang berhak membentuk OP berbasis seprofesi berdasarkan kesamaan keahlian, aspirasi, kehendak etika profesi, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan kesehatan.

BACA JUGA : Tangani Pandemi Covid-19, IDI Kalsel Mencatat Sudah 13 Dokter Gugur

Pada Bab ketentuan peralihan yaitu Pasal 475 disebutkan bahwa pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Organisasi Profesi yang telah berbadan hukum sebelum berlakunya Undang-Undang ini tetap diakui keberadaannya sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini dan harus menyesuaikan dengan ketentuan Undang-Undang ini dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.

Dalam cakupan penjelasan pasal 475 Yang dimaksud dengan Organisasi Profesi dalam pasal ini adalah antara lain Ikatan Dokter Indonesia (IDI) untuk dokter, Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) untuk dokter gigi, Ikatan Bidan Indonesia (IBI) untuk bidan, Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk perawat, Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) untuk apoteker.

BACA JUGA : Harapan Hukum Kedokteran dan Kesehatan Vs Oligarki Politik dan Finansial

Aspirasi lain yang  bahwa untuk penerbitan SIP,  RUU Kesehatan OBL ada peran OP yaitu setiap pengajuan SIP tetap harus mendapatkan rekomendasi OP dan ini tercantum pada Pasal 249  bahwa  Untuk mendapatkan SIP, Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan harus mempunyai: a. STR; b. tempat praktik; c. rekomendasi organisasi profesi; dan d. bukti pemenuhan kompetensi. (ayat 1). Juga untuk perpanjangan SIP tetap harus mendapatkan rekomendasi OP pemenuhan kecukupan satuan kredit profesi. Yang juga melibatkan Organisasi Profesi.

Semoga bermanfaat dan OP dapat mencermati lagi RUU Kesehatan OBL hasil rangsangan dari Baleg DPR RI terutama tentang keberadaan IDI dan OP lainnya dan perannya dalam RUU Kesehatan OBL ini.(jejakrekam)

Penulis adalah Ketua BHP2A IDI Kalimantan Selatan

PP PERDAHUKKI Wakil Ketua Bidang Litbang SDM

Pencarian populer:https://jejakrekam com/2023/02/09/omnibus-law-ruu-kesehatan-cabut-9-uu-kesehatan-bagaimana-dengan-organisasi-profesi-idi-dan-perannya/,mencabut uu praktik kedokteran
Editor Ahmad Riyadi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.