Tumbuhkan Kecintaan Terhadap NKRI, Pelajar SMA 1 Daha Tampilkan Teater Kolosal Perang Palagan Nagara

0

2 Januari, merupakan hari bersejarah di-Kabupaten HSS khususnya di Nagara, Desa Hamayung, Kecamatan Daha Utara. Pasalnya pada tanggal tersebut Tahun 1949 terjadi pertempuran besar masyarakat Nagara dibantu masyarakat daerah tetangga menggempur markas Belanda di Desa Tambak Bitin yang juga merupakan wilayah di Kecamatan Daha Utara.

PERANG terbuka dengan tentara Belanda di Nagara pada mulanya terjadi karena salah seorang pejuang , Alidin, pada 2 Januari 1949 dipanggil Polisi Kilat untuk datang ke kantor.

Pemanggilan itu untuk menyerahkan senjata-senjata untuk pasukan republic. Namun,  Belanda berkhianat dan Alidin justru ditangkap karena dianggap mengorganisasi perlawanan terhadap Belanda. Akibatnya, para pemuda pejuang dan anggota masyarakat berkumpul di Desa Hamayung.

BACA : Perjuangan Datu Hamawang Melawan Penjajah Belanda

Dibawah komando Pembakal Arpan (orang tua Alidin-red) melakukan penyerangan selepas Dzuhur ke markas Polisi Kilat Belanda di Tambak Bitin. Tidak kurang dari puluhan ribu orang pejuang dan rakyat ambil bagian dalam pertempuran tersebut, tidak  saja dari Nagara, tapi juga dari daerah-daerah  sekitarnya yang ikut bergabung.

Menurut saksi yang pernah memberikan keterangan dan tercatat dalam sejarah Perang Palagan yakni Masrah dan Hamzah, sebelum penyerangan, dengan berjalan kaki para pejuang berkumpul di Hamayung dan seluruh rakyat mempersiapkan makanan dengan mengawah serta berdo’a bersama.

Dalam pertempuran ini bertindak sebagai komandan adalah Arpan Kacil dengan wakilnya Abdul Maki, dengan formasi pasukan terdiri Utuh Nasri alias Andi Tajang, Basuni Jamhari, Abdussani, Rahimin, Ilas, Ibus, H Masrani, Atoeti, Haris, Kaderi, Ahmad Sanusi dan lain lain.

Bahkan dalam perlawanan ini melibatkan delapan kampung, dan penulis (Lambran Ladjim) sebagai pelatih kemiliteran dan penghubung markas ALRI Divisi IV (A) Pertahanan Kalimantan, memimpin pasukan dari Pakan Dalam.

Rakyat dan pejuang saat itu hanya bermodalkan semangat jihad berjuang Lillahi Ta’ala dengan bersenjata sederhana, yakni pedang, keris, tombak, mandau, sedikit senjata api hanya 3 buah Lee and Field masing-masing pelurunya satu onderbak dan beberapa senjata api rakitan sendiri. Pertempuran berkobar sejak waktu Ashar sampai Subuh.

BACA JUGA : Suara Kritis Pers Perjuangan Dan Menguatnya Kapitalisasi Media Massa

Dalam pertempuran terbuka tersebut, diketahui gugur delapan pejuang, yakni H Hasyim, H Djakfar (bukan H Muhammad Djakfar diatas), Saaluddin, Kamberan, Muit, Aseri, Rahimin dan seorang perempuan Fatimah.

Kalau dihitung secara akal, mestinya korban sangat besar. Sebab rakyat yang menyerbu sangat banyak dan dihadapi pasukan Belanda dengan senjata-senjata modern dan otomatis, bahkan serangan tambahan juga dilakukan tengah malam, namun tetap gagal menguasai tangsi Belanda yang hampir saja dikuasai kalau tidak datangnya bala bantuan baru.

Pejuang yang ditugasi memutus telepon tidak berhasil sehingga pasukan Belanda masih bisa berkomunikasi minta bantuan daerah lain. Para pejuang akhirnya mundur untuk menghindari jatuhnya korban yang lebih banyak, sebab ketika itu berdatangan bala bantuan tentara Belanda beberapa kompi, baik dari Kandangan, Amuntai dan juga dari Banjarmasin dengan kapal perang 4 buah.

Mereka menghindar ke belakang rumah (berendam di air) guna mengorganisasi kekuatan baru guna melakukan serangan geriliya di lain waktu.

BACA LAGI : Kritik Pemerintah Kolonial Belanda, Tokoh-Tokoh Parindra Banua Pun Diganjar Penjara

Tidak diketahu berapa jumlah tentara Belanda yang tewas dan luka-luka, namun diperkirakan cukup banyak  sebab terjadi pula kesalahan sandi antara tentara Belanda yang datang dari Kandangan dan Amuntai saling baku tembak yang dikiranya musuh (pejuang).

Tentara Belanda yang terdiri dari KL dan KNIL kelihatannya sangat takut, karena apabila ada gerakan terlihat pada tumbuhan belukar langsung diberondong dengan senjata otomatis, padahal ternyata hanya ayam atau anjing saja.

Cerita inilah yang ditampilkan dalam Teater Kolosal persembahan dari SMAN 1 Daha utara yang mengawali upacara peringatan Perang Palagan Nagara, Senin (2/1/2023).

Kegiatan yang dilaksanakan di Kawasan pasar Desa Hamayung kali ini,  pelatih sekaligus pemain teater yang berperan sebagai Pambakal Arpan, Akhmad, menyampaikan, dirinya mengaku sangat bangga bisa memainkan peranan dalam teater ini,

“Apa yang kami tampilkan bersama 28 pemain lainnya dari siswa siswi SMAN 1 Daha Utara bisa menimbuhkan kecintaan generasi saat ini untuk lebih mencintai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) khususnya Banua tercinta,” pungkas Akhmad.(jejakrekam)

Penulis Iwan Sanusi
Editor Fahriza

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.