‘Peristiwa Bendera’ dalam Palagan 5 Desember 1945 Bisa Diangkat Versi Film Layar Lebar

0

MONUMEN Palagan 5 Desember (1945) yang menjadi saksi bisu aksi heroik warga Marabahan, Barito Kuala tergabung dalam laskar Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia (BPRI) merobek bendera triwarna Belanda.

DIKUTIP dari buku ‘Sejarah Perjuangan Rakyat Barito Kuala’ karya Maskuni dkk, menceritakan pada 5 Desember 1945, laskar BPRI bersama masyarakat sekira 500 orang mendatangi pemerintahan sipil NICA-Belanda di Marabahan.

Saat itu, Belanda lewat NICA yang merupakan perpanjangan tangan ingin kembali menduduki wilayah Indonesia periode 1944-1947, usai kekalahan Jepang dalam Perang Pasific kontra sekutu dimotori Amerika Serikat dan Australia.

BACA : Kota Marabahan Diyakini Lebih Tua Dibandingkan Banjarmasin

Usai rapat raksasa di Marabahan, yang saat itu merupakan wilayah distrik Bakumpai di kolonial Belanda, warga bersama para pejuang menyatakan ikut Republik Indonesia (RI) yang dipromoklasikan merdeka pada 17 Agustus 1945 oleh Soekarno-Mohammad Hatta.

Ternyata, pemerintahan NICA-Belanda menolak tuntutan massa itu. Hingga memicu terjadinya aksi heroik, ditandai dengan pengibaran bendera dwiwarna; merah putih di Marabahan. Usai bendera Belanda diturunkan, merah putih pun dinaikkan diiringi dengan nanyian lagu Indonesia Raya  dipimpin M Syahruddin dan H Yacob.

BACA JUGA : Panglima Wangkang dan Taktik ‘Menyerah’ dalam Perang Banjar (1)

Rupanya, NICA-Belanda tak terima atas insiden itu. Hingga mengirim 30 tentara dari Sungai Negara diangkut dengan tiga perahu dari wilayah Hulu Sungai.

Sontak, tembakan pun dilesatkan para serdadu ini sebelum sampai ke daratan, hingga membuat Marabahan menjadi arena ‘palagan’ atau pertempuran menjalar sampai ke sudut-sudut kampung. Rumah-rumah warga ditembaki tentara NICA-Belanda, meski mendapat perlawanan dari barisan pejuang tergabung dalam BPRI dan warga dengan senjata ala kadarnya.

Kediaman Kiai Marabahan yang merupakan perwakilan Kolonial Belanda di Marabhaan yang masuk distrik Bakumpai. (Foto KILTV Leiden)

BACA JUGA : Nama ZA Maulani Diusulkan Menjadi Nama Jalan Kutabamara

Mengenang peristiwa kepahlawan rakyat dan para pejuang, Pemkab Batola pun mengabadikannya lewat pembangunan monumen Palagan 5 Desember, termasuk Stadion 5 Desember di Jalan AES Nasution dan Jalan Pangeran Antasari di jantung kota Marabahan, sebagai jejak sejarah yang tak boleh dilupakan generasi penerus.

Antropolog Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Nasrullah pun mengapresiasi ternyata palagan 5 Desember 1945 yang tak boleh lekang ditelan zaman sebagai penerus perjuangan Panglima Wangkang, sehingga patut terus dilestarikan.

BACA JUGA : Menelusuri Benteng Marabahan dari Sumber Buku Sejarawan Belanda (2-Habis)

“Saya mengapresiasi kelompok anak muda yang mulai menceritakan kembali peristiwa 5 Desember 1945 di Marabahan melalui berbagai flatform media sosial,” ucap Nasrullah kepada jejakrekam.com, Rabu (7/12/2022).

Mahasiswa doktoral UGM Yogyakarta ini mengatakan sudah saatnya, generasi muda menjemput pesan dari ‘peristiwa bendera’ istilah dari ZA Maulani dan relevansinya di masa sekarang. “Secara politis, ‘peristiwa bendera’ tersebut tidak hanya perlawanan lokal dari pemuda Bakumpai Marabahan yang terjadi di Ngaju Kantor,” kata Nasrullah.

BACA JUGA : Perkuat Benteng Marabahan Akibat Insiden 9 September yang Coreng Wajah Belanda (1)

Dosen program studi pendidikan sosiologi FKIP ULM mengungkapkan sejatinya peristiwa heroik membawanya dalam bingkai nasional.

“Secara simbolis sebagai upaya de facto mendukung kemerdekaan dan menjadi bagian dari Republik Indonesia. Maka pengibaran bendera pada 5 Desember 1945 di Marabahan, memberikan pesan yang sama dengan perobekan warna biru bendera Belanda tanggal 10 November 1945,” tuturnya.

BACA JUGA : Arus Kebangkitan Nasional dari Kalimantan Selatan dalam Panggung Sejarah

Artinya, kata Nasrullah, isu besar terkait nasionalisme, perjuangan kemerdekaan tidak hanya Jawa Sentris melainkan bisa dari tempat seperti kota Marabahan. Upaya konkret lainnya, Nasrullah menyarankan agar genera muda mesti dilibatkan oleh Pemkab Batola untuk ‘menghidupkan’ peristiwa bendera dalam drama peringatan tahunan.

“Atau, kalau Pemkab Batola ingin trend bikin film seperti sekarang, mengapa tidak mengangkat ‘peristiwa bendera’ yang heroik itu dalam sebuah film layar lebar,’ pungkas Nasrullah.(jejakrekam)

Penulis Iman Satria
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.