Catatan Pinggir Perjalanan Kota Banjarmasin 2022, Akankah Penataan Kota Banjarmasin ke Depan Semakin Tak Jelas Arah? (01)

0

Oleh : Dr Ir H Subhan Syarief MT *)

KEMARIN, Selasa tanggal 6 Desember 2022 ada undangan masuk via wa. Undangan mengikuti acara Pemerintah Kota Banjarmasin yang di kemas dengan tagline BAMARA (Badapatan Manyambung Silaturahmi).

ACARA digelar tanggal 7 Desember 2022, topik konon katanya terkait dalam rangka Repleksi tahun 2022 dan proyeksi tahun 2023 kota Banjarmasin.

Jujur, undangan ini terasa serba mendadak, sehingga bagi yang berminat ingin membicarakan hal kota Banjarmasin secara serius, pastilah agak sulit untuk mempersiapkan data. Dan tentu ujungnya pastilah tak akan bisa berharap banyak. Mengapa ? Karena dengan undangan dadakan disertai durasi waktu acara yang terbatas (malam) tak banyak yang akan bisa diungkap dan tentu juga di jawab atau dibahas secara serius dan terbuka.

BACA JUGA: Memproteksi Banjarmasin dengan Normalisasi Sungai dan Kanalisasi

Yaa, ujungnya acara tersebut memang hanya menjadi acara sekedar silaturahmi, badapatan dan ‘say hello’ sj dengan seperti biasa mengutamakan menyampaikan hal keberhasilan dalam pembangunan dan sekedar menampung pendapat seperti tahun tahun sebelumnya.

Sebenarnya, bila bicara repleksi kota Banjarmasin sepanjang tahun 2022 tentu tidak lah boleh lepas dari apa yang mau ditargetkan sebelumnya. Dalam hal ini tentu yang paling pas dirujuk adalah misi dan visi yang ada di RPJM ataupun RPJP nya kota Banjarmasin. Karena bila bicara pembangunan maka tentu langkah kerja berkesinambungan adalah faktor utama yang mesti dikedepankan untuk dilakukan.

Dan ketika bicara visi 20 tahunan, yang di sahkan di tahun 2006 (kalau tak salah digodok di era Walikota alm Yudhi Wahyuni) dan akan berakhir di tahun 2025. Ada 2 (dua) hal penting dalam  RPJP tersebut, Visi Banjarmasin digagas akan menjadi Gerbang Ekonomi Kalimantan dan Visi menjadikan atau mungkin tepatnya mengembalikan Banjarmasin sebagai Kota Sungai. Dan bahkan hal kota sungai ini diperkuat oleh Ibnu Sina ketika hari jadi Kota Banjarmasin dengan mengusung tagline Kota sungai terindah.

BACA JUGA: Diajari Cara Menulis, LPJK Gelar Workshop Pembuatan Artikel

Akan tetapi bila dibedah tuntas hal tersebut, wabil khusus apakah visi  RPJP  bisa dijalankan lancar, sesuai serta sukses dan kemudian di kaitkan era walikota Ibnu Sina yang telah hampir 2(dua) Periode pastilah akan menarik.

Sejatinya bagi yang paham, jernih dan mampu melihat esensi maka akan menyatakan langkah kerja Ibnu Sina dan personilnya tidaklah dalam jalur kuat untuk mencapai tujuan visi 20 tahun tersebut.

Mengapa dikatakan seperti itu ?, Karena fakta bicara nyata ; coba lihat kawasan pusat perdagangan jasa Kota Banjarmasin di pasar bahari Sudimampir, Pasar Lama, dan yang lainnya yang hampir tak tersentuh pembangunan ataupun penataan yang komprehensif. Padahal kawasan ini adalah kawasan utama yang dahulunya menjadi penggerak ekonomi Banjarmasin. Bahkan, dasarnya kawasan tersebut adalah ‘pusat grosir’nya Kalimantan. Nah…, bagaimana mau menjadi Gerbang Ekonomi Kalimantan, bila ternyata kawasan perdagangan jasa unggulnya malahan belum tersentuh oleh program penataan terpadu.

BACA JUGA: Sungai, Pasar, dan Perekonomian Kota Banjarmasin

Lalu Kemudian hal bicara hal Kota Sungai, sungai diketahui adalah sebagai rumah dan jalan air. Jadi dia berfungsi untuk menampung dan mengalirkan air ke laut. Kalau saja Sungai di normalisasi, revitalisasi ataupun di tata dengan berkesinambungan serta fokus pada mengembalikan fungsi sungai maka mestinya kota Banjarmasin tak akan Kebanjiran/kecalapan lagi, atau minimal tak separah saat ini, dimana hal limpahan air ketika hujan ataupun ketika air laut/sungai menaik tidak lah akan jadi masalah bagi lingkungan Kota Banjarmasin.

Tapi, sudahlah. Kita memang tak bisa banyak berharap visi RPJP tersebut bisa tercapai di masa kepemimpinan Ibnu Sina. Karena dengan dengan sisa waktu yang hanya 2 (tahun) tentu tak mungkin menjadikan Kota Banjarmasin sebagai Gerbang Ekonomi Kalimantan. Dan tentu juga tak mungkin untuk mengatasi persoalan limpahan air (calap) yang semakin parah mendera kota.

Bicara perjalanan Kota Banjarmasin tahun 2022 dasarnya ada beberapa persoalan yang mestinya bisa dikritisi. Mulai dari lepasnya Status Ibukota Provinsi ; kemudian sengketa lahan Pasar Batuah ; pengunaan alokasi dana APBD yang tak transfaran atau tak dibicarakan peruntukannya secara jelas pada kasus jembatan apung dan pembuatan film jendela seribu sungai.

Kemudian hal penyakit gatal yang semakin meningkat sebarannya ; Banjir/Calap yang semakin meningkat ; dan yang teranyar adanya info sisa dana anggaran yang tak tergunakan sebesar 800 Milyar walaupun, jujur saja hal validitas info ini masih perlu dicek lagi.

Kita masuk ke case PERTAMA ; Lepasnya Status Ibukota Provinsi Kalimantan Selatan.

BACA JUGA: Calap (Banjir) dan Format Masa Depan Kota Banjarmasin

Banjarmasin di tahun 2022, mendapatkan hadiah yang tak mengenakkan. Status sebagai Ibukota Provinsi yang di sandang sejak kemerdekaan, bahkan mungkin sejak kerajaan Banjar berdiri ternyata dicopot dan dipindahkan ke Banjarbaru.

Keberatan pun digerakkan oleh Pemerintah Kota dan juga DPRD kota Banjarmasin. Bahkan lewat sidang paripurna diputuskan Pemerintah Kota dan DPRD Kota serta didukung oleh perwakilan masyarakat Kota Banjarmasin melakukan judisial review (JR) terhadap keabsahan UU yang memuat perintah perpindahan ibukota tersebut. Gugatan JR pun kemudian digulirkan, setelah beberapa kali bersidang dan ketika hampir mencapai puncak keputusan MK kejutan terjadi. Walikota dan DPRD kota Banjarmasin mencabut/membatalkan gugatannya dengan alasan yang tak pernah terbuka disampaikan ke publik.  Akibatnya  gugatan pun akhirnya di tolak olah MK dan status gelar ibukota provinsi Kalsel pun lepas dari tangan kota Banjarmasin.

Tentu ini tercatat dalam sejarah, dan akan menjadi preseden negatif. Bisa dikatakan bahwa Walikota Banjarmasin (Pemerintah Kota) dan DPRD Kota Banjarmasin tak mampu berjuang secara maksimal. Tak punya spirit Orang Banjar untuk sajikan gerakan ‘haram manyarah waja sampai kaputing’. Walikota dan DPRD tak lagi berpihak kepada keinginan Warga Banjarmasin yang tetap ingin Banjarmasin sebagai Ibukota Provinsi Kalsel.

BACA JUGA: Mengembalikan “Marwah” Banjarmasin sebagai Kota 1.000 Sungai, Mungkinkah?

Parahnya, ternyata berdasarkan informasi dari anggota Dewan yang lain, pencabutan gugatan tersebut tak dilakukan melalui rapat paripurna seperti ketika menyatakan sepakat akan melakukan gugatan JR. Sayangnya sampai saat ini tak ada penjelasan resmi dari pihak Pemerintah Kota ataupun Unsur-unsur Pimpinan DPRD Kota Banjarmasin hal alasan mengapa mesti mencabut gugatan tersebut.

Ya, akhirnya tentu ini integritas, sikap perilaku yang tak konsisten ini akan menjadi catatan sejarah kelam yang jejak rekamnya pun akan selalu bisa dilihat dan dikenang publik di dunia maya (Internet).

KEDUA, Kisruh akibat adanya Rencana Revitalisasi Pasar Batuah yang ternyata akan melakukan pengusuran terhadap warga yang menghuni di kawasan Batuah juga sangat menyentak warga Banjarmasin, bahkan Kalimantan Selatan. Penolakan warga yang berujung demo dan gugatan hukum pun terpaksa dilakoni. Tentu ini sangatlah menyedihkan. Karena informasi Warga Batuah ternyata rencana tersebut tak tersosialisasikan dengan baik. Bahkan hal kepemilikan lahan dalam bentuk sertifikat hak pakai yang dibuat oleh Pemerintah Kota Banjarmasin di tahun 1995 ternyata tak diketahui warga. Warga mengetahui hanya ketika mendapatkan surat perintah untuk keluar dari kawasan tersebut karena akan dilakukan revitalisasi pasar. Jadi mereka dianggap tak berhak untuk tinggal di sana, karena lahan seluas sekitar 7.500 M2 semuanya milik Pemerintah Kota.

BACA JUGA: Penanganan ‘Calap’ Dan Visi Calon Pemimpin Kota Banjarmasin, Masih Adakah Harapan?(2)

Akhirnya warga Batuah tak terima, mereka pun sampai saat ini masih berusaha mempertahankan hak tinggal mereka yang bahkan  sudah lebih lima puluhan tahun. Ya, kawasan tersebut ternyata sudah sejak tahun 1950-an telah di huni kakek/ nenek dan orang tua mereka. Dan awalnya kawasan tersebut ternyata diperuntukkan untuk permukiman warga akibat mereka dipindahkan dari tempat tinggal mereka di tepi sungai yang ada di kawasan Pasar Kuripan sekitar tahun 1950 an tersebut. Adapun kehadiran pasar Batuah tidaklah setua usia permukiman tersebut. Infonya kehadiran pasar Batuah, adalah setelah permukiman warga semakin tumbuh dan berkembang, dan kemudian pasar tersebut berdiri.

Kemudian bila melihat dan mencermati fakta kondisi Pasar Batuah, akanlah ditemukan bahwa di kawasan tersebut area pasar tidaklah banyak. Hanya sekitar kurang lebih 120 lapak pedagang yang berjualan. Itupun tak didominasi oleh Warga Batuah, tapi dari warga luar kampung Batuah. Sedangkan kawasan tersebut dasarnya adalah banyak digunakan untuk hunian. Ada sekitar 175 KK dgn jumlah penghuni infonya kurang lebih 600 warga. Mereka banyak yang turun temurun tinggal disana, rata-rata tinggal sudah dikisaran lebih dari 30 tahun, bahkan ada yang masih hidup dan tinggal disana sudah 60 tahun.

Tak jauh dari kawasan tersebut sebenarnya ada 3 (tiga) pasar yang cukup besar ; Pasar Kuripan, Pasar Pandu dan Pasar Komplek A.Yani . Kemudian untuk mencapai atau menuju pasar tersebut pun tak memakan waktu Lama, hanya kurang lebih 5-10 menit.

Jadi dengan dekat dan banyaknya pasar-pasar sekitar Kampung Batuah, menunjukkan bahwa tidaklah terlalu mendesak dan diperlukan kehadiran pasar tersebut. Lebih baik dana utk revitalisasi Pasar Batuah di alihkan ke pasar terdekat itu.

BACA JUGA: Penanganan ‘Calap’ Dan Visi Calon Pemimpin Kota Banjarmasin, Masih Adakah Harapan?(4-Habis)

Dengan kondisi tersebut maka tentu bagi yang banyak bergelut dengan perencanaan kota, ataupun bisnis dasarnya tidaklah layak untuk membangun atau merenovasi Pasar Batuah yang skalanya tak besar itu. Dan kemudian bila melihat yang ada disana adalah kawasan permukiman maka semestinya yang di revitalisasi adalah hal terkait hunian disana. Karena bila diteliti hunian atau rumah rumah warga di sana sangatlah tak layak huni. Bahkan hampir semua hunian tak punya fasilitas toilet di rumahnya. Warga banyak mandi dan buang hajat di toilet umum yang ada di pasar.

Hal yang paling utama lagi adalah bila para penguasa dan pengambil kebijakan kota melihat ataupun memilliki hari nurani dan kemudian mengedepankan aspek kemanusiaan dan keadilan maka sangat kah tak patut bahkan sangat tak manusiawi bila mesti mengusur hunian mereka dan kemudian memaksa mereka keluar dari lahan permukiman yang sudah lebih 50 (lima puluh) tahun mereka tinggali, mereka jaga, mereka pelihara sehingga saat ini lahan semakin bernilai tinggi.

Semestinya bila melihat  falsafah dibentuk nya Pemerintah (adanya Pemerintah) dan kemudian di pilihnya Walikota yang tugas utamanya adalah mengatur, menata untuk tujuan mengayomi, melindungi dan membahagiakan warga atau rakyatnya maka tidaklah perlu melakukan tindakan seperti yang saat ini di lakukan. Arogansi yang menekankan bahwa LAHAN itu MILIK PEMERINTAH sehingga berstatemen akan memagar, mengamankan apalagi akan mengusir warga yang sudah lebih dari 50 tahun tinggal disana mestilah dihilangkan. Karena patut di ingat bahwa Pemerintah itu dibentuk atas kesepakatan perwakilan dari rakyat. Jadi dasarnya lahan tersebut adalah milik rakyat juga, hanya dipercayakan kepada pemerintah untuk mengelolanya agar jadi bermanfaat.

BACA JUGA: Ketika Kota Banjarmasin Menjadi Daerah Resapan Air, Apa yang Harus Dilakukan?

Kedepannya perlu ada pendekatan yang lebih humanis, perlu ada rekayasa ulang bahkan pembatalan terhadap rencana pembangunan atau revitalisasi pasar tersebut. bahkan sebaiknya penataan obyek pasar Batuah itu dibatalkan dan diganti dengan penataan kawasan permukiman dengan disertai pembangunan pusat perdagangan jasa. Bagian lahan belakang yang di jalan Manggis bisa jadi kawasan hunian vertikal sedangkan bagian depan dijadikan kawasan perdagangan jasa yang bernilai khas dan unik.

Dari hal ketidak cermatan dalam mendalami potensi dan hambatan yang ada di internal kawasan Batuah dan kawasan eksternal di sekitarnyan tersebut, dan juga hal melihat prospek kebutuhan masa depan maka bisalah saat ini di artikan atau dikatakan bahwa Manejemen Pembangunan Kota yang di lakoni Pemkot tidaklah berjalan dengan baik. (jejakrekam)

(Bersambung)

*) Penulis : Pemerhari Perkotaan Tinggal di Kota Banjarmasin

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.