Tongkang Tambat di Kawasan Pulau Curiak dan Kanoko Ancam Habitat Bekantan dan Hutan Mangrove

0

SPANDUK larangan telah dipasang Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Barito Kuala (Batola) terhadap aktivitas tambat tongkang-tugboat di kawasan suaka margasatwa Pulau Curiak dan sekitarnya, ternyata tak diindahkan.

FAKTANYA, beberapa hari belakangan ini, aktivitas tongkang batubara yang ditarik tugboat di perairan Sungai Barito, khususnya di Pulau Kanoko dan Pulau Curiak, masih terjadi. Padahal, dua kawasan ini telah ditetapkan oleh Pemkab Batola, bahkan didukung Pemprov Kalsel sebagai kawasan konservasi hewan endemik Kalimantan, bekantan serta hutan mangrove.

“Sejak 1994, sebenarnya larangan bagi tongkang dan tugboat pengangkut batubara hingga tambat di Pulau Curiak dan Pulau Kanoko sudah lama berlaku. Tapi, ternyata para pengusaha atau pemilik tongkang dan tugboat tak mengindahkannya,” ucap Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Anjir Serapat Muara I, Sulaiman kepada jejakrekam.com, Senin (5/12/2022).

BACA : Usai Pulau Curiak dan Kanoko, Bupati Batola Hj Noormilyani Bidik Kembangkan Jejangkit Ecopark

Menurut dia, sudah jelas berdasar peraturan yang berlaku bahwa Pulau Kanoko dan Pulau Curiak berada di perairan Sungai Barito itu termasuk zonasi yang dilindungi, karena menjadi habibat bekantan dan hutan mangrove.

“Dengan hadirnya tongkang dan tugboat yang tambat di dua kawasan ini, jelas meresahkan kami. Sebab, akan menggangu bekantan serta berpotensi merusak hutan mangrove,” beber Sulaiman.

BACA JUGA : Kembangkan Wisata Ekologi Batola, Kini Menara Pantau Dan Dermaga Apung Hadir Di Pulau Curiak Dan Kanoko

Terbukti, beber dia, beberapa pohon mangrove seperti rambai patah akibat ditabrak tongkang atau tugboat yang bersandar di kedua pulau tersebut.

“Selain itu, kehadiran tongkang dan tugboat yang mengeluarkan mesin berisik mengganggu ketenangan hewan dilindungi seperti bekantan. Ini juga mengganggu daerah yang wisata alam di Pulau Curiak dan Pulau Kanoko,” ujar Sulaiman.

Aksi warga Anjir Serapat Muara I memprotes aktivitas tongkang dan tugboat yang tambat di Pulau Curiak dan Pulau Kanoko. (Foto Istimewa untuk JR)

Dia bercerita hampir tiap malam, ada keributan atau kebisingan dari deru mesin tugboat hingga aktivitas kru tongkang batubara di Pulau Curiak dan Pulau Kanoko. “Kami takutnya para bekantan ini takut, sehingga lari dan tak mau lagi menempati Pulau Curiak dan Pulau Kanoko,” kata Sulaiman.

BACA JUGA : Istri Menparekraf Kunjungi Pulau Curiak, Nur Asia Uno Beri Nama Bayi Bekantan

Menurut dia, pihaknya juga menyambangi operator atau pemilik tugboat dan tongkang yang mengklaim telah mendapat izin tambat dari pemerintah daerah.

“Karena klaim mereka dapat izin, kami langsung mendatangi Camat Anjir Muara. Dari keterangan pihak kecamatan, jelas tidak pernah dikeluarkan izin tambat di Pulau Kanoko dan Pulau Curiak,” tegas Sulaiman.

Keluhan serupa juga disampaikan para wisatawan dari luar Kalsel, seperti dari Jakarta yang berharap agar aktivitas tugboat dan tongkang batubara tambat tak diizinkan di Pulau Kanoko dan Pulau Curiak.

BACA JUGA : Curi Perhatian Dunia, Pulau Curiak di Kalsel Pantas Dikembangkan

“Selain mengganggu habibat bekantan serta merusak hutan mangrove, juga mengurangi estetika dari Pulau Curiak dan Pulau Kanoko yang telah dilengkapi berbagai fasilitas wisata oleh Pemkab Batola serta BUMN dan BUMD serta pihak lainnya,” tutur Sulaiman.

Sayangnya, Kepala Dishub Kabupaten Batola Nor Ipani saat diminta keterangannya soal adanya aktivitas tambat tugboat dan tongkang batubara, tak memberi jawaban. Awak jejakrekam.com pun mengirim pesan WA hingga ditelepon lewat nomor ponselnya, tidak ada sahutan hingga berita ini ditayangkan.(jejakrekam)

Penulis Asyikin
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.