Sumpah Pemuda dan Keberagamaan Kita

0

Oleh : Susyam Widiantho

SUMPAH Pemuda diikrarkan sejumlah Pemuda Indonesia pada tanggal 28 Oktober 1928 sebagai titik nol legitimasi bersejarah tentang munculnya kesadaran nasional dari sebuah bangsa bahwa dirinya sangatlah plural.

KESADARAN pluralisme budaya, agama dan unsur etnisitas merupakan suatu proses internalisasi nilai-nilai di dalam suatu komunitas. Simbolisasi historis dan sosiokultural yang sering kita gaungkan dengan “Bhinneka Tunggal Ika” diabadikan dalam lambing negara Indonesia.

Sumpah Pemuda hadir sebagai pemersatu agar komunitas multikultural dapat berpartisipasi dalam mewujudkan kehidupan demokrasi yang ideal bagi bangsanya.

Dalam konteks yang luas mencoba membantu menyatukan bangsa secara demokratis, dengan menekankan pada perspektif pluralitas masyarakat di berbagai bangsa, etnik dan kelompok budaya yang berbeda.

BACA : Sumpah Pemuda, Sumpah Serapah dan Tergerusnya Rumah Idealisme Kebangsaan

Yang menjadi pertanyaan menggoda adalah apakah setelah proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, keberagaman kita tidak lagi menjadi ciri bangsa? Lantas kemana kekuatan sumpah pemuda saat munculnya konflik horizontal serta tuntutan merdeka di beberapa daerah?

Mengingat sejarah kembali, bahwa pada tanggal 28 oktober 1928, para pemuda pernah bersumpah kepada bangsa Indonesia akan bersatu dalam tumpah darah, bangsa, dan bahasa. Walau waktu terus berlari dan zaman niscaya berganti namun janji akan selalu menuntut bukti bahwa pemuda akan selalu menghaturkan bakti memastikan sumpah pemuda tetap relevan hingga saat ini (literasi politik 2019).

BACA JUGA : 92 Tahun Sumpah Pemuda (Minggu, 28 Oktober 1928-Rabu, 28 Oktober 2020) (1)

Sejarah telah membuktikan bahwa di tangan generasi mudalah perubahan-perubahan besar terjadi, dari zaman kolonialisme hingga reformasi, pemudalah yang menjadi garda terdepan perubah kondisi bangsa.

Tidak hanya semangat kesatuan yang tertuang dalam Ikrar Sumpah Pemuda, peran pemuda  juga tercatat dalam sejarah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945. Semangat kepemudaan bangsa Indonesia tidak luntur begitu saja ketika Indonesia Merdeka, pergerakan  pemuda masih  terus berlangsung  dalam melawan kediktaktoran pemimpin bangsa. Sejarah menyimpan cerita bagaimana pemuda berhasil meruntuhkan kekuasaan orde baru  pada tahun 1998 yang juga sekaligus  mengantarkan  bangsa Indonesia  pada masa reformasi.

BACA JUGA : Kontroversi Keterlibatan Jong Borneo di Sumpah Pemuda Tahun 1928

Dalam sejarah peradaban bangsa, pemuda adalah aset bangsa yang sangat mahal dan tidak ternilai harganya. Pemuda adalah tonggak  bagi kemajuan  dan pembangunan bangsa. Generasi muda menjadi komponen penting  yang perlu dilibatkan dalam pembangunan sebuah bangsa.

Begitu besarnya peranan pemuda dalam melakukan perubahan sejalan dengan jargon Presiden Soekarno untuk membangkitkan semangat para pemuda yaitu “Beri aku 1000 orangtua , niscaya akan kucabut semeru dari akarnya, beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncang dunia”.

Sumpah Pemuda adalah goresan besar dalam sejarah bangsa ini. Pada tanggal 28 Oktober 2022 beberapa hari yang lalu tepat 94 tahun perayaan Sumpah Pemuda akan diperingati. Euphoria ditanggal 28 Oktober selalu disambut dengan meriah oleh masyarakat maupun di sekolah-sekolah. Segala perhelatan dilakukan untuk mengingatkan momen bersejarah ini. Mengingat kembali era gemilang perjuangan bangsa yang dimotori oleh insan muda pada saat itu.

BACA JUGA : Kisah G Obos, Jong Borneo dan Rasa Keindonesiaan

Dibalik euphoria itu, barangkali perlu juga kita melihat persoalan yang kita hadapi sehubungan dengan realitas keberagaman masyarakat Indonesia. Sebab fenomena kemajuan teknologi, konflik horizontal yang terjadi, ditambah dengan krisis berbagai lini, tidak dapat kita pungkiri keutuhan Indonesia terancan sebagai sebuah bangsa plural. Bahkan dapat dikatakan konflik antar etnis memperlihatkan bahaya disintegrasi nasional yang cukup parah. Melihat realita itu perjuangan para pemuda kala itu Bung Soegondo Jojopoespito dan pemuda lainnya seakan sia-sia.

Sangat menyedihkan jika para pemuda malah ikut mempertajam perpecahan, malah aktif menyebarkan ujaran kebencian. Gampang hanyut oleh informasi sembarangan dan larut dalam propaganda politik murahan. Indonesia adalah keberagaman yang seharusnya menguatkan, harusnya dirawat dengan segala kemampuan yang dapat dikerahkan. Jangan mau menjadi pemuda yang dijadikan serdadu bagi generasi tua, sebab masa depan justru milik kita para pemuda.

BACA JUGA : Arus Kebangkitan Nasional dari Kalimantan Selatan dalam Panggung Sejarah

Untuk itu mampukan diri kita untuk membentuk barisan selagi bisa dan janganlah silau dengan para berhala yang sedang sibuk berebut kuasa. Jadilah pemuda yang mampu menenangkan rakyat yang gelisah. Jadilah penentu ketika semua jalan terlihat buntu.

Pada momen peringatan hari bersejarah ini, barangkali dapat menjadi renungan bahwa menjadi penting untuk pemuda meperkuat secara terus menerus kesadaran bahwa bangsa besar ini memang beragam adanya. Kesadaran akan banyaknya perbedaan dan persamaan akan memperkuat kepribadian bangsa yang tidak mudah terprovokasi untuk melawan bangsa sendiri.

BACA JUGA : Dipenjara Belanda karena Tulisan, Gebrakan Maradja Sayuti Lubis Kembangkan SI di Bornoe (2-Habis)

Pendidikan memiliki peran vital untuk menanamkan nilai-nilai moral dalam bersikap di dalam kemajemukan. Enam ciri profil Pelajar Pancasila yang kini sedang berjalan, cukup kuat menyadari hal itu dimana salah satu cirinya adalah berkebhinekaan global.

Dengan konsep itu kesadaran nasional akan tertatanam, pandangan generasi pemuda akan terbuka, dan waktu akan lebih banyak dihabiskan untuk membangun bangsa. Idealnya sih begitu. Pemuda Indonesia akan mampu berpikir secara kritis dan berpendirian secara teguh pada prinsip yang sejatinya benar. Berjuang bukan lagi dengan dengan otot (kekerasan) namun menggunakan nalar dan opini.

BACA JUGA : Suara Kritis Pers Perjuangan dan Menguatnya Kapitalisasi Media Massa

Tidak hanya pendidikan di sekolah, pada dasarnya masyarakat juga harus berkontribusi dalam menjaga generasi muda saat ini termasuk keluarga. Karena keluarga memiliki peranan penting dalam menanmkan nilai-nilai moral kepada anak sejak dini. Bila hal itu tidak terwujud maka kenakalan remaja akan menjadi problematika yang tak kunjung usai.

Lapisan atmosfer masyarakat merupakan faktor yang paling kondusif untuk mempengaruhi situasi sosial yang nyaman dan kepatuhan bagi remaja. Ini bukan merupakan tugas sekelompok orang ataupun pemerintah, melainkan tugas yang harus dipikul bersama.

BACA JUGA : Mengabadikan Jejak Langkah Juang Hasan Basry

Kita tidak boleh menutup mata dalam melihat keberagaman kita, sehingga perbedaan menjadi kekuatan kita. Yah, kita beragam tetapi kita satu. Kita Bangsa Indonesia. Bertanah Air Indonesia dan Berbahasa Indonesia.(jejakrekam)

Penulis adalah Guru SMA Negeri 13 Banjarmasin

Dosen Pendidikan Seni Pertunjukan ULM

Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.