Refleksi Banjarmasin Songsong Usia 5 Abad, Akankah Tercapai Target Visi RPJP 2006-2025? (1)

0

Oleh : Dr H Subhan Syarief

KOTA Banjarmasin telah genap berusia 496 tahun. Berarti, tinggal empat tahun lagi akan menginjak umur 500 tahun atau mencapai 5 abad.

TENTU usia yang tak bisa lagi disebut muda. Usia yang telah semakin sepuh dan tua. Bahkan, bila tak hati-hati dalam mengurus, menata dan memformat gerak langkahnya maka bukan tak mungkin akan semakin rapuh dan terpuruk.

Sebagian banyak orang, suka mengambarkan kata tua dengan situasi semakin rapuh menuju mati. Sehingga wajar saja, katanya kondisi tersebut membuat kota akan semakin tak nyaman, kumuh, tak tertata, tak menarik dan bahkan dianggap biasa. Tentu saja, bila nantinya akan ‘mati’ dengan didera berbagai masalah berat yang tak bisa dibenahi.

BACA : Pakar Tata Kota Bachtiar Noor Kritik Hasil Kajian Empat Kampung

Tetapi tak jarang, ada sedikit orang yang melihat makna tua adalah menunjukkan kematangan. Usia yang terus bertambah bisa menunjukan kewibawaan dan bahkan bisa saja semakin cantik dan menarik dengan ketuaannya tersebut.

Bahkan dulu ada istilah ‘tua-tua keladi, makin tua makin jadi’, peribahasa a menggambarkan energi tua bisa saja akan membuat dia tak rapuh, tapi malahan semakin bersemangat dan semakin menarik. Tetapi, tentu untuk menjadi seperti ini diperlukan kiat-kiat strategis, arah kerja yang tepat guna tepat sasaran, berkesinambungan dalam menata dirinya. Ini agar walaupun tua tapi tetap bisa tampil menawan, etnik dan menarik.

BACA JUGA : Geram, Walikota Ibnu Sina Tulis Puisi Sungaiku, Buku DKDP Go Internasional

Bicara Banjarmasin sebuah kota tua yang telah berusia 496 tahun ini tentu sangat menarik. Hal ini bila kita mau jujur melihat dan menguak apa yang terjadi pada perjalanan kota ini, wabil khusus perjalanan di era 20 tahun terakhirnya. Dus, sekaligus masalah yang dihadapinya.

Sebagai rujukan mengulas perjalanan bisa diambil atau disesuaikan dengan format Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP).

Mengacu pada dokumen RPJP Banjarmasin 2006-2025, ada dua visi yang dikedepankan yakni Banjarmasin sebagai gerbang ekonomi Kalimantan. Kemudian, Banjarmasin sebagai kota sungai. Ini artinya, dalam sisa jangka waktu tiga tahun ke depan, mestinya Kota Banjarmasin sudah menjadi gerbang ekonomi Kalimantan.

BACA JUGA : Prof Lambut Sangsi Ikon Kota Sungai Terindah Terwujud

Beiringan Banjarmasin telah menjelma menjadi kota sungai yang terindah di dunia, atau selevel nasional. Ini jika kita mengutip tagline yagn digagas Walikota Banjarmasin Ibnu Sina pada saat Hari Jadi Kota Banjarmasin beberapa tahun lalu.

Namun sayangnya. Semua visi tersebut seolah sekada retorika. Mengapa? Karena faktanya bila disimak, maka semua masih belum terarah dengan baik alias samar. Buktinya, dari segi aspek sungai, ternyata banyak sungai yang mati bahkan tak mampu menjalankan multifungsinya sebagai jalan atau ‘rumah air’ dan juga sebagai penampil keestetikaan sungainya.

BACA JUGA : Kembangkan Banjarmasin Kota Berbasis Sungai, Tiga Pakar Belanda Dihadirkan

Justru, etalase yang terlihat indah hanya di pusat kota. Memang, pusat kota ingin dipertontonkan kepada para pendatang bahwa sungai di Banjarmasin sudah dikelola dengan sangat baik. Padahal, bila masuk ke kawasan sungai-sungai yang ada di berbagai pelosok kota, maka gambaran kota sungai terindah di dunia tersebut bisa saja menjadi sirna.

Dari sisi ingin menjadikan Banjarmasin sebagai gerbang ekonomi Kalimantan bak peribahasa jauh panggang dari api. Masih jauh dari harapan. Tenggok saja, kondisi seperti kawasan Pasar Sudimampir, Pasar Niaga, dan Pasar Harum Manis hingga Pasar Lama yang terabaikan.

BACA JUGA : Warning: Pasar Sudimampir Baru-Ujung Murung Perlu Sentuhan Komprehensif

Padahal dulunya pasar-pasar tersebut merupakan roda penggerak perekonomian Banjarmasin, karena menjadi pusat grosir Kalimantan. Sebab, sejak lama kehadiran kawasan pusat perdagangan Sudimampir dan sekitarnya, terbukti juga turut memicu pergerakan ekonomi di daerah pelosok Kalinantan Selatan, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur.

Sebenarnya, dalam visi-misi RPJP 2006-2025 yang digodok sejak era Walikota Achmad Yudhi Wahyuni (almarhum) periode 2005-2010 bahwa Banjarmasin sebagai kota sungai dan gerbang ekonomi Kalimantan sangat tepat. Hal itu karena sudah sesuai dengan karakteristik unik Kota Banjarmasin. Sebuah karakter yang mestinya ditancapkan, kemudian semakin senantiasa secara bertahap atau berkesinambungan terus diperkuat.

BACA JUGA : Pemkot Banjarmasin Rilis Desain Revitalisasi Pasar Sudimampir dan Ujung Murung

Jujur, seandainya saja bunyi visi tersebut tak hanya sekeaar tulisan semata dan kemudian ditindaklanjuti secara masif berkelanjutan oleh walikota penerusnya, maka bisa dipastikan dalam kurun 20 tahun tersebut visi Banjarmasin sebagai kota gerbang ekonomi Kalimantan dan kota sungai akan tercapai.

Ketika visi tersebut terwujud, maka saat ini kita akan rasakan bagaimana kota Banjarmasin menjadi kota sungai yang etnik dan terindah di negeri ini. Bahkan, sungai kota Banjarmasin akan jadi penyumbang pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor wisata yang luar biasa.

BACA JUGA : Keluar Dari Predikat Kota Terkotor, Ini Terobosan Masa Walikota HA Yudhi Wahyuni Saat Pimpin Banjarmasin

Begitu pula, pertumbuhan ekonomi dan pendapatan warga akan meningkat tajam. Hingga, sektor pusat perdagangan jasa kota ini akan menjadi terdepan di Kalimantan. Ujung-ujungnya, angka pengangguran pun turun drastis, bahkan bisa saja tak ada lagi di Banjarmasin.

Kota yang berjuluk Seribu Sungai ini akan menjadi kota yang produktif, berdaya saing dan unggul. Harapan menjadi gerbang ekonomi Kalimantan dalam arti yang sebenarnya akan betul-betul terwujud.

Sayangnya, semua hal tersebut hanya menjadi mimpi semata. Sudah hampir 20 tahun berlalu atau tinggal tiga tahun lagi RPJP tersebut akan berakhir, tapi semua tak seperti yang diangankan dulu. Sepertinya visi tersebut akan hilang lenyap ditelan waktu, tanpa ada ‘rasa malu atau bersalah’ dari para pemangku kebijakan pengaturan Kota Banjarmasin yang silih berganti hadir, bahkan kesannya hanya berebut untuk mengemban amanah rakyat (kekuasaan).

BACA JUGA : Sempat Diputus Walikota Sofyan Arpan, Ini Sisi Gelap Pasar Sentra Antasari

Tentu, bila saja semua visi 20 tahun itu tercapai maka dipastikan walaupun Kota Banjarmasin kehilangan ‘gelar’ sebagai ibukota provinsi Kalimantan Selatan, maka tidak akan ‘terguncang’ bila kucuran dana APBN ataupun dana pusat tak sebesar dulu lagi. Sebab, hasil PAD-nya akan luar biasa mengingat Kota Banjarmasin telah menjadi gerbang ekonomi Kalimantan.

BACA JUGA : Moda Transportasi Sungai Kian Menepi, Kejayaan Dermaga Pasar Baru-Ujung Murung Kini Tinggal Cerita

Ya, ibarat sama dengan Provinsi DKI Jakarta, ketika tak lagi menjadi Ibukota Negara (IKN) tapi secara kestabilan ekonomi bisnis telah kuat dan tak akan terganggu oleh status tersebut. Akan tetapi sayang, visi luar biasa tersebut sepertinya tak akan mungkin tercapai. Karena kondisi riil dari dua gelar’ yang ingin dicapai, yakni menjadi gerbang ekonomi Kalimantan dan kota Sungai belum mampu terealisasikan. Bahkan gambarannya ke arah sana pun semakin tak jelas, sulit diukur bila melihat fakta yang ada.(jejakrekam/bersambung)

Penulis adalah Pemerhati Masalah Perkotaan

Mantan Ketua Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Provinsi (LPJKP) Kalimantan Selatan

Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.