Ahli dan Hakim Konstitusi MK Berdebat, Pemindahan Ibukota Kalsel Disebut Kudeta Konstitusional

0

DUA saksi diajukan pemohon gugatan judicial review atas UU Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 8 Tahun 2022 di Mahkamah Konstitusi (MK). Perdebatan pun mengemuka antara majelis hakim konstitusi dengan ahli pemohon.

SAKSI Ahmad Barjie B, penulis buku sejarah Banjar disodorkan penggugat UU Provinsi Kalsel dari Walikota Ibnu Sina dan Ketua DPRD Kota Banjarmasin Harry Wijaya dalam perkara bernomor 60/PUU-XX/2022.

Sementara, penggugat perkara bernomor 58/PUU-XX/2022 dan 59/PUU-XX/2022 dari Forum Kota (Forkot) Banjarmasin dan Kadin Kota Banjarmasin melalui kuasa hukumnya, Borneo Law Firm (BLF) menunjuk ahli tata negara Universitas Lambung Mangkurat, Dr Ichsan Anwary bersama pemohon perkara dari Walikota-Ketua DPRD Kota Banjarmasin.

Sidang terakhir ketujuh ini dibuka oleh Wakil Ketua M Aswanto didampingi tujuh hakim konstitusi dari Ruang Sidang Pleno di Gedung MK, Jakarta. Kemudian, dari pihak pemerintah dan pihak terkait (Walikota Banjarbaru HM Aditya Mufti Ariffin) turut mengikuti persidangan.

BACA : Curiga Frasa Pemindahan Ibukota ke Banjarbaru adalah Pasal ‘Seludupan’ di UU Provinsi Kalsel

Perdebatan pun mengemuka antara hakim konstitusi Isra Saldi dengan ahli penggugat, Ichsan Anwary. Adu teori dan asas antara kedua ahli hukum tata negara ini.

Ichsan Anwary pun mengemukakan adanya teori penyesuaian dan penataan daerah seperti diatur dalam UU Pemda Nomor 23 Tahun 2014 .

“Jadi, pengaturan atau pemindahan kedudukan ibukota (provinsi dan kabupaten/kota) tidak serta merta harus diganti dengan UU yang baru. Ini namanya kudeta konstitusional,” tegas mantan Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat.

BACA JUGA : Masukan Hakim MK bagi Penggugat UU Kalsel : Pemindahan Ibukota Provinsi Cukup Pakai PP Bukan UU

Masih menurur Ichsan, dalam mengubah status ibukota juga harus ada langkah terukur serta administrasi pendukung yang disampaikan ke Mendagri guna menjadi syarat.

“Jadi, ketentuan hukum dari pasal itu hanya bersifat einmalig sekali jalan tadi, dengan kata lain tidak dapat diubah dengan UU baru tentang pengaturan daerah otonom yang sama,” tegas Ichsan.

Sebagai contoh, Ichsan menyebutkan PP Nomor 29 Tahun 1979 tentang Pemindahan Ibukota Provinsi Daerah Tingkat I Sumatera Barat Dari Bukittinggi je Padang. Kemudian, PP Nomor 14 Tahun 1995 tentang Pemindahan Ibukota Kabupaten Daerah Tingkat II Tangerang dari Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Tangerang ke Kecamatan Tigaraksa. Ada pula, PP Nomor 52 Tahun 1996 tentang Pembentukan Kabupaten Puncak Jaya, Kabupaten Paniai Perubahan Nama Dan Pemindahan Ibukota Kabupaten Daerah Tingkat II Paniai di Wilayah Provinsi Daerah Tingkat I Irian Jaya.

BACA JUGA : Bandingkan Bukittinggi-Padang, Ahli ULM Sebut UU Provinsi Kalsel Langgar Dokumen Terukur

“Dengan demikian, UU Nomor 8 Tahun 2022, khususnya Pasal 4 bersifat stagnan, floating dan tidak dapat dilaksanakan karena tidak mengatur secara teknis masa transisi pemindahan ibukota Kalsel dari Banjarmasin ke Banjarbaru,” tutur Ichsan.

Senada itu, Ahmad Barjie menyatakan bahwa UU Nomor 8 Tahun 2022 saat pembahasannya tidak pernah disosialisasikan ke masyarakat, baik dalam uji publik maupun mengetahui naskah akademiknya. Kajian historis soal keberadaan Banjarmasin sebagai pusat pemerintahan sejak masa 1500-an diungkap Ahmad Barjie.

BACA JUGA : Status Banjarbaru Jadi Ibukota Kalsel Digugat? Bicara Historis, Walikota Aditya Bandingkan Dengan IKN Nusantara

“Dengan mengubah kedudukan Kota Banjarmasin sama dengan melakukan pembelokan sejarah. Jadi, pasal Provinsi Kalsel bertentangan dengan UUD 1945, karena tidak adanya keadilan dalam menghargai historis Banjarmasin sebagai daerah yang masih kental dengan hak-hak tradisional Banjarmasin yang masih berkembang hingga saat ini sebagai ibukota provinsi Kalimantan Selatan,” pungkas Barjie.

Usai sidang, Direktur BLF Banjarmasin Dr Muhammad Pazri hakkul yakin dengan hadirnya ahli Ichan Anwary dan saksi Ahmad Barjie yang dihadirkan pihak Walikota-Ketua DPRD Banjarmasin, makin meyakinkan gugatan uji materiil dan formil UU Kalsel diterima MK.

BACA JUGA : Berawal dari Agenda Murdjani, Rekam Sejarah Banjarbaru Disiapkan Jadi Ibukota Kalsel

“Kami juga akan segera menyampaikan kesimpulan yang dikirim ke Panitera MK paling lambat pada 22 September 2022,” ucap Pazri kepada jejakrekam.com, Senin (19/9/2022).

Pazi sependapat ahli Ichsan Anwary dengan frasa Pasal 4 UU Kalsel yang memindahkan ibukota Kalsel dari Banjarmasin ke Banjarbaru sebagai kudeta konstitusional. (jejakrekam)

Penulis Iman Satria
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.