Polemik Rekomendasi Dewan Kota; Posisinya Setara Walikota

0

Oleh : Anang Rosadi Adenansi

KETIKA DPRD Kota Banjarmasin mengeluarkan rekomendasi penghentian sebuah proyek atau program yang dianggap janggal bahkan tak punya dasar rencana kerja dan anggaran (RKA), mestinya ditaati pemerintah kota.

SEBAGAI bentuk unsur dari Pemerintah Daerah (Pemda), sehingga punya tanggung jawab dan kedudukannya yang tidak lebih rendah dari kepala daerah (gubernur, walikota atau bupati). Hal ini sudah ditegaskan dalam UUD 1945, terkhusus lagi UU Nomor 23 Tahun 2014 bahwa kedudukan DPRD dan kepala daerah beserta jajarannya adalah sejajar sebagai mitra.

Dengan adanya tiga fungsi pengawasan, anggaran dan legislasi, maka esensinya adalah DPRD itu bisa mengawal uang rakyat yang dipakai dalam APBD. Nah, dalam kasus pembangunan dermaga atau jembatan apung oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Banjarmasin, sudah jelas ada pergeseran anggaran, bahkan tak dilandasi RKA. Nah, ketika rekomendasi penghentian oleh DPRD Kota Banjarmasin dikeluarkan patut ditaati kepala daerah (walikota).

BACA : Rekomendasi Penghentian Proyek Dermaga Apung Masih di Tangan Ketua DPRD Banjarmasin?

Ini belum lagi soal dugaan pelanggaran garis sempadan sungai seperti diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Nomor 28/PRT/M/2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan Danau.

Seperti pada Pasal 24 dalam Permen PUPR 28/2025 diatur bahwa pemanfaatan sempadan sungai harus berdasar izin menteri, gubernur atau bupati/walikota sesuai kewenangannya dalam pengelolaan sumber daya air. Kemudian, mempertimbangkan rekomendasi teknis dari pengelola sumber daya air pada wilayah sungai yang bersangkutan.

Nah, dalam kasus di Sungai Martapura, kewenangan itu jelas berada di domain Balai Wilayah Sungai Kalimantan III di Banjarmasin. Apakah sudah mengantongi izin dari lembaga berkompeten dan berwenang? Masih dalam Permen PUPR Nomor 28/2005 terutama di Pasal 15, ditegaskan ketentuan bangunan dalam sempadan sungai maka bangunan itu dinyatakan dalam status qou dan secara bertahap harus ditertibkan untuk mengembalikan fungsi sempadan sungai. Ini tentu belum lagi soal perda sungai yang ada di Banjarmasin.

BACA JUGA : Rekomendasi Tak Digubris Di Proyek Dermaga Apung, Ketua LSM Mamfus: Marwah DPRD Banjarmasin Dipertaruhkan!

Patut dicatat, banyak pelanggaran peraturan perundang-undangan, pertanggungjawabannya bukan saja di dunia tapi juga di akhirat. Pemerintah sepatutnya serius serius dengan arah kebijakannya dan keberpihakannya sebenarnya gampang sekali melihatnya yaitu dengan mencermati pembangunan yang dilakukannya, maka jelas apakah sejalan dengan visi misi atau mottonya ‘Beriman’ atau Baiman kepada Tuhan YME.

Jadi, gampang sekali melihat keseriusan pemerintah itu. Apalagi, Banjramasin merupakan kota  tergolong sudah amburadul. Faktanya, Banjarmasin masih disuguhi dengan festival sampah di jalan maupun sungai.

BACA JUGA: Geser Anggaran, DPRD Banjarmasin Rekomendasi Proyek Jembatan Apung Jembatan Dewi Dihentikan!

Saya teringat pernyataan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) ke-10 dan ke-12 pada 20 tahun lalu yang sempat mengeritik bahwa Banjarmasin termasuk kota terjorok. Gara-gara komentar JK banyak yang merespon dengan ‘mengamuk’ dan tersinggung, jelas ini salah kaprah.

Faktanya, memang hampir tidak upaya mendasar dalam mengembalikan marwah sunga-sungai yang ada di Banjarmasin. Jangan sampai raihan penghargaan semacam Adipura, hanya menjadi ‘adi pura-pura’

BACA JUGA : Bernilai Rp 4,5 Miliar, Jembatan Dewi Bakal Dilengkapi Jembatan Penghubung dan Dermaga Apung

Saya juga setuju dengan rencana Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Banjarmasin untuk mengusulkan anggaran pengadaan atau pembelian lahan dijadikan tempat pembuangan sampah sementara. Atau, memaksimalkan lahan-lahan yang menjadi milik pemerintah.

Langkah ini harus didukung baik oleh pemerintah tentu saja DPRD Kota Banjarmasin. Saya mencatat ada ratusan miliar dana berasal dari APBD yang justru terkesan tak jelas arah. Jangan menganggap enteng mengelola amanah uang rakyat, hanya sekadar mengejar predikat opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dari lembaga pemeriksa.

BACA JUGA : Klaim Sesuai Visi-Misi Walikota, Kepala Dinas PUPR Banjarmasin Akui Ada Pergeseran Anggaran

Pesan saya kepada para wakil rakyat yang terhomat adalah jalankan amanah itu berdasar peraturan perundang-undangan, jangan berlindung pada ‘nafsu’. Nah, ketika ada persoalan menyangkut pergeseran anggaran yang tak urgen, sepatutnya ada semacam gugatan politik dari lembaga legislatif.

Sebab, mencegah lebih baik daripada mengobati, ketika ada anggaran yang tak sesuai koridor APBD. Inilah mengapa penting bagi DPRD Kota Banjarmasin untuk menjaga marwahnya sebagai lembaga pengawasan (politik), sebab banyak ketentuan yang patut diduga telah dilanggar dalam pembangunan dermaga apung di kawasan Jembatan Dewi.(jejakrekam)

Penulis adalah Ketua LSM Masyarakat Memeperdulikan Fungsi Sungai (Mamfus)

Anggota DPRD Provinsi Kalimantan Selatan periode 2004-2009

Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.