Usulan Formula 9 Nama Kandidat Pj Kepala Daerah Bikin Bingung dan Khawatir Dipolitisasi

0

MENDAGRI Muhammad Tito Karnavian kini tengah menggodok draf Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri), bahkan kabarnya tinggal menunggu persetujuan Presiden Jokowi.

FORMAT payung hukum Permendagri itu telah disepakati dalam pembahasan antara Kemendagri dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemkumham), Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB), Kementerian Sekretaris Negara, Kementerian Sekretariat Kabinet, Badan Kepegawaian Negara (BKN), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Badan Intelijen Negara (BIN), dan Kepolisian RI (Polri).

Aturan teknis pun akan jadi pedoman dalam penunjukan penjabat (pj) kepala daerah.Hingga mencuatkan formula 9 nama usulan. Yakni, untuk calon pj bupati/walikota diusulkan 3 nama dari tim Kemendagri. Berikutnya, 3 nama dari DPRD kabupaten/kota dan 3 nama dari usulan gubernur. Hinga akhirnya dikerucutkan menjadi 3 nama dalam sidang tim penilai akhir (TPA).

BACA : Ada 9 Nama Diusulkan Jadi Penjabat Kepala Daerah, Dosen ULM : Para Akademisi Bisa Masuk Nominasi

Mantan Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Kalsel, Perkasa Alam mengaku bingung dengan regulasi baru tersebut.

“Saya heran kok Mendagri seperti tidak pede (percaya diri) menghadapi penunjukan pj kepala daerah yang sudah jelas aturannya. Apalagi, dalam penunjukan ingin melibatkan DPRD yang merupakan perwakilan partai politik (parpol),” ucap Perkasa Alam kepada jejakrekam.com, Senin (5/9/2022).

Ia mengakui pada tahun 2022 hingga 2023 ini akan terjadi kekosongan kepala daerah, karena rata-rata para pemenang pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2017 dan 2018 akan berakhir masa jabatannya.

BACA JUGA : Tunggu Arahan Kemendagri, Pemprov Kalsel Siapkan Pengisi Penjabat Bupati HSU dan Batola

“Nah, dalam rentang waktu 2022 hingga dilaksanakan pilkada serentak tahun 2024, makin banyak daerah yang mengalami kekosongan jabatan kepala daerah dan wakil kepala daerah,” ucap mantan Kepala Biro Organisasi Setdaprov Kalsel ini.

Pejabat teras Pemprov Kalsel yang sudah purna tugas pada Juni 2019 ini mengatakan dalam peraturan perundang-undangan sudah jelas diatur bahwa ada penempatan penjabat kepala daerah untuk mengisi kekosongan itu.

Mantan Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Kalsel, Perkasa Alam. (Foto Banjarmasin Post)

Hal ini mengacu pada Pasal Pasal 201 ayat (10) dan  ayat (11) UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang.

BACA JUGA : Diisi Penjabat Bupati Dua Tahun, Ada 4 Kepala Daerah di Kalsel Berakhir pada 2023 dan 2024

“Dalam pasal itu disebutkan untuk mengisi kekosongan jabatan gubernur, diangkat penjabat gubernur yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya (eselon Ia dan Ib) sampai dengan pelantikan gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” kata Perkasa.

Sedangkan, beber dia, guna mengisi kekosongan jabatan bupati/walikota diangkat penjabat bupati/walikota yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi (JPT) pratama (eselon IIa dan eselon IIb) hingga pelantikan bupati dan walikota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BACA JUGA : Makna Istilah Jabatan Pemerintahan Plt, Pjs, Pj dan Plh

“Penjabat kepala daerah merupakan operasionalisasi konsep delegasi kekuasaan presiden. Penjabat merupakan delegasi appointed di mana harus memenuhi persyaratan administrasi dan harus disetujui oleh Presiden. Beda dengan kepala daerah hasil pilkada (political elected),” papar Perkasa.

Menurut dia, biasanya yang dipilih jadi penjabat bupati/walikota adalah eselon IIa seperti asisten, sekretaris daerah kabupaten/kota maupun kepala dinas dalam lingkup pemprov. “Jadi nama-nama penjabat yang diusulkan oleh gubernur melalui Kemendagri akan ditentukan oleh Presiden,” katanya.

Perkasa menegaskan mengenai pj kepala daerah tidak sama dengan kewenangan kepala daerah definitif hasil pilkada. Ia menjelaskan ada beberapa kewenangan strategis yang bila akan diputuskan harus melalui persetujuan Mendagri. 

“Inilah mengapa saya bingung ada formula baru yang diusulkan Kemendagri. Yakni, ada 3 nama usulan dari DPRD kabupaten/kota, 3 nama rekomendasi dari gubernur dan 3 nama dari Kemendagri,” katanya.

BACA JUGA : Zackly Aswan, Mujiyat dan Syamsir Rahman Diisukan Bakal Jadi Pj Bupati HSU, Batola dan Tanah Laut

Perkasa menduga aturan teknis akan diatur dalam Permendagri supaya kelihatan demokratis. Hanya saja, dalam UU justru jelas bahwa DPRD tidak ikut mempertimbangkan atau mengusulkan pj kepala daerah.

“Khawatirnya, aturan baru ini bikin kisruh jika nanti diusulkan DPRD, apalagi figur yang diusulkan tidak sesuai dengan persyaratan diatur UU. Semestinya, Kemendagri tidak perlu lagi mengatur yang sudah jelas diatur dalam UU,” beber Perkasa.

BACA JUGA : Isi Penjabat Bupati Batola ke Depan, Dosen ULM Usul Bisa dari Kalangan Akademisi

Masih menurut dia, dengan pelibatatan DPRD kabupaten/kota yang menjadi perwakilan parpol justru akan kental dipolitisasi. Ambil contoh, ketika parpol ribut karena tidak puas atas penunjukan pj kepala daerah yang ditetapkan pemerintah.

“Sebab, penjabat bupati/walikota merupakan hak prerogatif Mendagri. Sedangkan, penjabat gubernur menjadi kewenangan Presiden. Mengenai usulan dosen perguruan tinggi masuk nominasi adalah pejabat fungsional yang tidak memenuhi syarat untuk diusulkan sebagai pj bupati atau walikota,” pungkas Perkasa.(jejakrekam)

Pencarian populer:https://jejakrekam com/2022/09/05/usulan-formula-9-nama-kandidat-pj-kepala-daerah-bikin-bingung-dan-khawatir-dipolitisasi/
Penulis Asyikin
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.