60 Persen Muatan Baru, Sekretariat DPRD Banjarmasin Klaim Perda Penyandang Disabilitas Bukan Revisi
KRITIKAN Ketua Umum LSM Sasangga Banua, Syahmardian mempertanyakan penggodokan Peraturan Daerah (Perda) Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas, apakah baru atau merevisi perda yang ada, dijawab DPRD Banjarmasin.
SEBAB, umur Perda Nomor 9 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas, baru berumur 9 tahun yang diberlakukan di era Walikota Banjarmasin H Muhidin.
“Itu perda baru, karena lebih dari 60 persen bermuatan ketentuan yang baru. Konsiderannya adalah UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Praktis, karena sudah disahkan oleh DPRD Banjarmasin, maka perda yang lama dicabut dan tidak berlaku lagi,” ucap Perancang Peraturan Perundang-Undangan Sekretariat DPRD Kota Banjarmasin, Ignasius Rizki P Salan saat dikontak jejakrekam.com, Sabtu (3/9/2022).
Menurut dia, perda lama justru konsideran tidak lagi up-to date, sehingga berdasar hasil fasilitasi di Pemprov Kalsel sebelum disahkan menjadi produk hukum, lebih dari 60 persen berisi muatan baru.
BACA : Sudah Punya Perda Disabilitas, Mengapa DPRD-Pemkot Banjarmasin Kembali Godok Perda Serupa?
“Jadi, perda baru, bukan perda merevisi Perda Nomor 9 Tahun 2013. Kami sendiri sudah punya database soal peraturan perundang-undangan, termasuk perda-perda yang ada di Banjarmasin,” kata Iyus, panggilan akrabnya.
Akademisi hukum tata negara Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Ahmad Fikri Hadin mengakui salah satu konsideran dalam Perda Nomor 9 Tahun 2013 masih mengacu ke UU Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Disabilitas.
“Biasanya, sebelum disahkan jadi produk hukum, perda dari kabupaten dan kota harus difasilitasi oleh Biro Hukum Setdaprov Kalsel. Nah, dari sini akan diteliti, apakah ada muatan baru atau hanya sekadar merevisi,” ucap Fikri.
BACA JUGA : Klaim Ramah Difabel, Ibnu Beberkan Pencapaian Pemkot Banjarmasin soal Kota Inklusi
Pengampu mata kuliah hukum tata negara dan hukum konstitusi ini mengakui dalam menggodok sebuah perda di DPRD Kota Banjarmasin biasanya dikucurkan anggaran sebesar Rp 30 juta lebih.
“Memang, anggaran untuk menggodok satu perda di Banjarmasin tergolong masih rendah. Namun, akan membengkak jika ada studi banding atau komparasi dilakukan panitia khusus (pansus) ke daerah lain,” beber Fikri.
BACA JUGA : Luncurkan Roadmap Kota Inklusi, Walikota Ibnu Sina Diundang Berbicara di Malaysia
Dia mengingatkan dengan adanya payung hukum perda baru itu, harus diimplementasikan dalam kebijakan, khususnya petunjuk teknis berupa peraturan walikota (perwali) dan aturan lainnya. Terkhusus kepada Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kota Banjarmasin juga harus memiliki database produk hukum, sehingga tidak memicu protes publik.
“Apalagi, perda yang baru itu memang pernah di-ujipublik-kan sebelum pandemi Covid-19 pada 2019 lalu. Terpenting diingatkan agar para anggota DPRD Banjarmasin yang menggodok raperda itu harus melibatkan publik, sehingga perda yang dihasilkan bisa berkualitas,” pungkas magister hukum lulusan UGM Yogyakarta ini.(jejakrekam)