Riset Interaksi Masyarakat Asli Pegunungan Meratus, LTN NU-Batamad dan AAI Kalsel Berkolaborasi

0

RENCANA riset Harmoni bersama Nahdliyin dikolaborasikan Lajnah Ta’lif wan Nasyr (Urusan Bidang Khusus) PWNU Kalsel bersama Barisan Pertahanan Masyarakat Adat Dayak (Batamad) dan Pengda Asosiasi Antropologi Indonesia (AAI) Kalsel akan digeber pada September-November 2022.

PENELITIAN ini menitikberatkan pada pelestarian kebudayaan masyarakat asli di Pegunungan Meratus, Kalsel dalam bentuk kontribusi Nahdlatul Ulama (NU).

Mengutip Alfani Daud (1997) menyebut rumpun etnik Dayak dan masyarakat Meratus digolongkan ke dalam etnik Banjar Arkaik. Terutama, komunitas masyarakat bermukim di Pegunungan Meratus merupakan penduduk asli seperti etnik Dayak Lawangan, Dayak Deyah, Dayak Maanyan, Dayak Samihim dan Dayak Pasir. Apalagi, hubungan dengan masyarakat Banjar yang umumnya merupakan warga Nahdliyin, sangat kental dan harmonis selama ratusan tahun.

Ada lima lokasi yang akan jadi objek penelitian. Yakni,  Desa Loklahung Kecamatan Loksado Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS) dengan karakteristik masyarakat Meratus beragama Kaharingan, Islam dan Kristen.

BACA : Sekelumit Kisah Sumiati, Pemimpin Perempuan Adat Pantai Mangkiling yang Jaga Hutan Meratus

Kemudian, Desa Haruyan Dayak Kecamatan Hantakan Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) dengan karakteristik masyarakat Meratus beragama Kaharingan dan Islam. Ada pula, Desa Hinas Kiri Kecamatan Hantakan Kabupaten HST dengan karakteristik masyarakat Meratus beragama Kaharingan, Hindu, Kristen dan Islam.

Berikutnya, Desa Dambung Raya Kecamatan Bintang Ara Kabupaten Tabalong dengan karakteristik Masyarakat Dayak Lawangan beragama Kaharingan, Kristen, Islam dan warga Nahdliyin berasal dari etnik Banjar, Sunda dan Jawa (transmigrasi).

BACA JUGA : Jaga Adat, DPRD HSS Inisiasi Raperda Perlindungan Masyarakat Dayak Loksado

Terakhir, Kecamatan Sungai Durian Kabupaten Kotabaru dengan karakteristik Masyarakat Dayak Samihim beragama Kaharingan, Kristen, Islam dan warga Nahdliyin berasal dari etnik Banjar, Bugis dan Jawa.

Lewat metodologi penelitian dengan pendekatan kuantitatif melalui teknik pengumpulan data via observasi, wawancara mendalam dan  serta dokumentasi.

Data yang diperoleh akan dianalisis secara induktif melalui deskripsi secara fungsional dan interpretatif. Bahkan hasil riset menguak interaksi penduduk asli dengan masyarakat Banjar dan pendatang dibukukan dan diseminarkan. Hingga mengurai sejarah konflik dan pilihan solusi yang terjadi di Pegunungan Meratus.

BACA JUGA : Siap Lawan, Tokoh Dayak Loksado Wanti-Wanti Jangan Tambang Pegunungan Meratus

Para peneliti yang diterjunkan bukan kaleng-kaleng. Dari kalangan AAI Kalsel seperti Achmad Rafieq, Siti Fatimah, Dr Mohammad Zaienal Arifin Anis, Nurmaulidiani Awaliyah, Andre Iskandar serta peneliti dari LTN PWNU Kalsel.

Sekretaris Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Kalsel, Berry Nahdian Forqan. (Foto Dokumentasi Pribadi)

Sekretaris PWNU Kalsel Berry Nahdian Forqan menegaskan bahwa organisasinya mendukung riset mendalam kolaborasi dari tiga lembaga non pemerintah ini.

“Kami dukung penuh kegiatan. Bahkan, kami berharap segera dilaksanakan, karena dengan adanya riset ini akan tergambar bagaimana peran NU dalam melestarikan kebudayaan masyarakat asli di Pegunungan Meratus,” ucap Berry Nahdian Forqan kepada jejakrekam.com, Jumat (19/8/2022).

BACA JUGA : Utamakan Musyawarah, Ini Cara Masyarakat Dayak Meratus Menjaga Hukum Adat

Mantan Direktur Eksekutif Walhi Nasional ini berharap lewat riset ini bisa membumikan dakwah NU melalui interaksi masyarakat Pegunungan Meratus dengan masyarakat Banjar dan elemen lainnya.

“Untuk sumber dana penelitian ini swadaya. Ya, kejami’iyah NU bisa berpartisipasi. Riset mendalam memang sangat dibutuhkan, bahkan bisa menstimulus kegiatan serupa,” kata mantan Wakil Bupati HST ini.

BACA JUGA : Antropolog UIN Antasari : Salah Kaprah, Justru Masyarakat Dayak Itu Pelestari Hutan

Menurut Berry, sesuai tujuan awal dari riset ini adalah menciptakan harmonisasi, bukan disharmonis dalam hubungan antar etnik di Kalsel.

“Apalagi, hasil riset kolaborasi ketiga lembaga ini akan dibukukan berjudul Harmoni Bersama Nahdliyin; Kontribusi NU dalam Pelestarian Kebudayaan Masyarakat Asli di Pegunungan Meratus, Kalimantan Selatan. Jelas, dari riset ini akan tergambar secara utuh apa saja faktor yang memperkuat ikatan sosial di antara masyarakat di Pegunungan Meratus. Ini bagian dari ikhtiar NU,” pungkas Berry.(jejakrekam)

Pencarian populer:bksda kalsel arif
Penulis Iman Satria
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.