Gugatan UU Provinsi Bergulir di MK, Ini Petitum Yang Disampaikan Walikota Banjarbaru

0

GUGATAN yang diajukan Forkot Banjarmasin perihal UU No 8 Tahun 2022 tentang kedudukan Ibukota Provinsi Kalimantan Selatan di Banjarbaru masih terus berlanjut dan sudah sampai ke Mahkamah Konstitusi (MK).

RABU (3/8/2022) pada pukul 12.00 WITA sidang perkara tersebut digelar Mahkamah Konstitusi RI dan ditayangkan melalui kanal youtube Mahkamah Konstitusi RI. Agendanya adalah mendengarkan keterangan pihak terkait Walikota Banjarbaru perihal pengujian formil dan materiil undang-undang Nomor 8 Tahun 2022 tentang provinsi Kalimantan Selatan.

Pada sidang tersebut Gugus Sugiarto, Kepala Bagian Hukum Pemko Banjarbaru, Edwin Setiawan Analis Kebijakan Ahli Muda Bagian Hukum Pemko Banjarbaru, Dieno Yudistira, Hendra Fernadi, Suwadi Putra, Aditya Nugraha selaku Advokat, Pengacara, Konsultan hukum pada kantor Arbiter Dieno Yudistira menyampaikan petitum dari Walikota Banjarbaru.

BACA : Telaah UU Provinsi Kalsel, Forkot Banjarmasin Yakin Gugatan Judicial Review Dikabulkan MK

“Pemindahan Ibukota Kalsel ke Kota Banjarbaru sama sekali tak merugikan hak konstitusional. Karena dari sisi formil, materil, kemudian historis, sosiologis dan geografis, Kota Banjarbaru layak menyandang status ibukota Kalsel,” ucap Kepala Bagian Hukum Pemko Banjarbaru, Gugus Sugiarto mewakili Walikota Banjarbaru, Aditya Mufti Ariffin.

Ia mengatakan, dampak yang diajukan pemohon dalam perkara a quo, disampaikan Walikota Banjarbaru sebagai pihak terkait berpandangan tidak tepat apabila pemohon menjabarkan kerugian dialami pemohon dalam kerugian pemohon a quo. Sebab, tidak ada hubungan pemindahan ibukota, di karenakan setiap daerah indonesia khususnya kalsel memiliki kebijakan otonomi daerah masing-masing.

Terkait kerugian jangka panjang yang dialami pemohon terkait pemindahan ibukota menurut Gugus Sugiarto hal tersebut sangat tidak relevan. Karena dengan perpindahan ibukota Kalsel sama sekali tidak mempengaruhi kebijakan pemprov dalam mensejahterakan masyarakat.

Adapun dari segi sejarah, lanjtnya hal tersebut juga sangat tidak relevan. Karena hanya memindahkan administratif bukan menghilangkan sejarah dan identitas.

Perihal tidak melibatkannya partisipasi masyarakat sehubungan dengan pemindahan ibu kota, disampaikan Walikota Banjarbaru, tidak pernah ada prosedur yang dilewatkan maupun perencanaan secara diam-diam. Karena seluruh elemen terkait telah dilibatkan dalam pembentukan UU No 8 Tahun 2022.

BACAJUGA :  Bentuk Forkot Banjarmasin, 52 Dewan Kelurahan Siap Gugat UU Provinsi Kalsel ke MK

Dimana, lanjutnya pada 24 Januari 2022, DPR RI telah menyampaikan undangan pada Guberbur Kalimantan Selatan, Gubernur Kalimantan Barat, dan Gubernur Kalimantan Timur dengan nomor surat D/1837/LJ.01.02/1/2022 perihal kunjungan kerja panja yang ditanda tangani wakil ketua DPR RI Lodewijk F. Paulus.

Selanjutnya, undangan tersebut ditindak lanjuti gubernur Kalsel dengan membuat surat undangan nomor 005/00141/PEM/2021 tanggal 25 Januari 2022 yang ditandatangi oleh Roy Rizali, Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan dengan acara rapat mendapatkan masukan pembahasan RUU Provinsi Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur.

Atas dasar itu, Walikota Banjarbaru menyampaikan dalam petitumnya bahwa sangat tidak tepat dan tidak relevan karena pembentukan undang-undang Nomor 8 Tahun 2022 tersebut jelas memiliki marwah untuk memajukan Provinsi Kalimantan Selatan dimana hal tersebut juga sejalan dengan amanat undang-undang Dasar 1945 yang menyatakan Peraturan perundang-undangan dibuat dengan tujuan untuk mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia.

BACA LAGI : Ungkap Kerugian Konstitusional, Penggugat Lengkapi Dokumen Gugatan UU Provinsi Kalsel

Pihaknya juga menerangkan bahwa terkait amanah undang-undang Nomor 8 Tahun 2022 tentang provinsi Kalimantan Selatan khususnya pasal 4 yang menyatakan bahwa ibu kota Provinsi Kalimantan Selatan berkedudukan di Kota Banjarbaru hal tersebut mendapat dukungan dari masyarakat di Kalimantan Selatan khususnya paguyuban di kota Banjarbaru baik secara lisan maupun tertulis yang ditandatangani langsung oleh kepala daerah.

Berdasarkan seluruh uraian dan dalil-dalil tersebut di atas beserta bukti terlampir bahwa dalam permohonan uji materi undang-undang Nomor 8 Tahun 2022 tentang provinsi Kalimantan Selatan menurut walikota Banjarbaru tidak merugikan hak konstitusional para pemohon berdasarkan undang-undang Dasar 1945 sebab provinsi Kalimantan Selatan khususnya Kota Banjarbaru merupakan bagian dari negara kesatuan Republik Indonesia

Dengan demikian, dalam hal ini Walikota Banjarbaru memohon kepada Ketua dan anggota majelis hakim Konstitusi untuk mengabulkan dalam amar putusan sebagai berikut:

1. Menyatakan bahwa para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing). Sehingga permohonan a quo harus dinyatakan tidak diterima.

2. Menolak permohonan a qou untuk seluruhnya. Atau paling tidak menyatakan permohonan a qou tidak dapat diterima.

3. Menerima keterangan pihak terkait dalam hal ini Wali Kota Banjarbaru secara keseluruhan.

4 Menyatakan bahwa proses pembentukan Undang-Undang Nomer 8 Tahun 2022 Tentang Provinsi Kalimantan Selatan telah memiliki tujuan peraturan perundang – undangan sebagaimana diatur dalam UU Nomer 15 Tahun 2019 dan UU Nomer 13 Tahun 2019.

5. Meminta putusan ini dimuar dalam berita Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana mestinya

Dan apabila yang majelis hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat lain mohon putusan diambil seadil-adil.(jejakrekam)

Penulis Sheilla Farazela
Editor Fahriza

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.