Merawat Literasi Sejarah ala BHC Banjarmasin di RTH Kamboja, Ini Pesan Sejarawan ULM!

0

KOTA tertua di Kalimantan, Banjarmasin sebenarnya telah sadar menghilangkan situs dan jejak sejarahnya. Ini ditandai dengan tak ada lagi bangunan lawas baik era peninggalan Kesultanan Banjar, kolonial Belanda hingga pendudukan Jepang.

JIKA situs atau bangunan bersejarah di Banjarmasin masih ada, hanya bisa dihitung jari. Tak mengherankan, jika Borneo Historical Community (BHC) Banjarmasin yang dimotori kawula muda ingin menghidupkan spirit itu agar warga bisa melek sejarah.

Walau hanya lewat buku, BHC Banjarmasin pun menggelar lapak buku sejarah gratis di Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kamboja, Jalan Anang Adenansi, tiap akhir pekan. Tepatnya, saban hari Minggu yang diagendakan dua kali dalam sebulan.

BACA : Ketika Arsitek Belanda Bertanya Bangunan Lawas

Puluhan buku disediakan mahasiswa pendidikan sejarah FKIP Universitas Lambung Mangkurat (ULM) bersama komunitas pencinta historia. Buku-buku karya penulis lokal di antaranya Sahang Banjar ditulis sejarawan muda FKIP ULM Mansyur, Islamisasi Banjarmasin yang ditulis sejarawan Yusliani Noor dan lainnya pun jadi koleksi BHC Banjarmasin.

“Buku-buku bermuatan sejarah lokal memang tidak didapat di bangku sekolah. Kami juga menyediakan buku mewarnai secara gratis untuk pengunjung RTH Kamboja,” ucap Ketua Umum BHC Banjarmasin, Mursidul Amin.

BACA JUGA : Hanya 3 Tahun Duduki Banjarmasin, Jepang Hapus Warisan Belanda di Ibukota Borneo Selatan

Koleksi buku sejarah yang dihadirkan BHC Banjarmasin di RTH Kamboja yang bisa dibaca para pengunjung secara gratis.(Foto BHC Banjarmasin)

BACA JUGA : Tanpa Perlindungan Hukum, Rumah Berarsitektur Banjar di Sungai Jingah Bisa Punah

Komunitas para pegiat sejarah beranggota 79 orang ini juga terbilang rajin menggerakan kesadaran sosial masyarakat pentingnya menjaga kesejarahan. Apalagi, Banjarmasin merupakan kota bersejarah dan masuk dalam jaring kota tua di Indonesia.

Sejarawan muda ULM, Mansyur mengakui keberadaan komunitas BHC Banjarmasin sangat penting dalam menjaga nilai moral kesejarahan bagi masyarakat.

“Namun, keberadaan komunitas sejarah bukan hanya sekadar bertamasya dan jalan-jalan, tapi lebih dari itu. Mereka membawa sebuah misi akan pentingnya sejarah dan budaya saat ini sebagai identitas bangsa,” kata penulis buku sejarah lokal Banjar dan Kalimantan Selatan ini kepada jejakrekam.com, Jumat (1/7/2022).

BACA JUGA : Kembangkan Banjarmasin Kota Berbasis Sungai, Tiga Pakar Belanda Dihadirkan

Mansyur yang akrab dipanggil Sammy ini mengatakan dengan adanya komunitas sejarah sejatinya diiringi dengan gerakan untuk mengajak masyarakat untuk menjaga dan merawat situs-situs sejarah sehingga dapat dinikmati oleh generasi di masa depan.

“Komunitas sejarah perlu tetap dipertahankan meski kenyataannya sekarang orang yang minat dengan sejarah berkurang,” kata magister sejarah lulusan Universitas Diponegoro (Undip) Semarang ini.

BACA JUGA : Patut Dijaga, Wajah Banjarmasin Jadul masih Bisa Dinikmati di Kawasan Hasanuddin HM

Dirinya berharap agar komunitas sejarah tetap bertahan meskipun kenyataannya saat ini tidak banyak orang yang tertarik dengan dunia sejarah.

“Saya yakin dengan cara asyik dan kegiatan yang bermanfaat, gerakan advokasi ini dapat mengajak banyak orang untuk lebih peduli terhadap situs-situs sejarah dan kebudayaan,” beber Mansyur.

BACA JUGA : Asal Usul dan Catatan Historis Kampung Pekapuran Banjarmasin

Hal menarik dari keberadaan komunitas sejarah, kata Mansyur lagi, tentunya akan mengeksplorasi, mengidentifikasi, mempelajari potensi dan meraih manfaat dari warisan sejarah dan budaya (cultural heritages). Caranya dengan menelusuri gedung-gedung tua, kampung-kampung tua, situs sejarah, kota tua, hingga museum di Kota Banjarmasin khususnya.

“Tiada masa depan tanpa hari kemarin. Itulah pentingnya belajar sejarah untuk memahami masa kini,” kata Ketua Lembaga Kajian Sejarah, Sosial dan Budaya (SKS2B) Kalimantan ini.(jejakrekam)

Penulis Ummu Hani
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.