Evaluasi HGU Korporasi Sawit di Desa Jambu dan Jambu Baru, Ini Catatan bagi DPRD Batola

0

PERNYATAAN Ketua DPRD Kabupaten Barito Kuala (Batola) dari Fraksi Golkar, Saleh untuk segera mengevaluasi keberadaan hak guna usaha (HGU) korporasi sawit, usai ditolak warga Desa Jambu dan Desa Jambu Baru, Kecamatan Kuripan, membuka asa baru.

AKADEMISI Pendidikan Sosiologi FKIP Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Nasrullah mengingatkan agar evaluasi terhadap HGU kebun sawit itu disertai kesediaan Pemkab Batola untuk merealisasikanya.

Nasrullah berpendapat ada beberapa hal yang harus dilihat. Pertama, terhadap masyarakat yang menolak PT Tasnadi Agro Lestasi (TAL) terutama Desa Jambu dan Jambu yang berarti daerah itu mestinya bebas dari areal operasional PT TAL atau perusahaan sawit lainnya.

BACA : Gerakan Laung Bahenda, Sebuah Perlawanan Simbolik dan Kearifan Dayak

“Sebaliknya, bagi desa yang masyarakatnya menerima kehadiran PT TAL atau pihak perkebunan sawit lainnya, maka tempat itu sebagai bukti simbiosis mutualisme perusahaan sawit sebagai investor yang juga memberikan keuntungan ekonomi atau dampak positif lainnya bagi warga dan desa bersangkutan,” beber Nasrullah kepada jejakrekam.com, Jumat (10/6/2022).

Kedua, kata dia, evaluasi itu mesti mengikat para pihak terutama warga desa dan perusahaan sawit untuk tidak mencaplok atau mampu mengantisipasi oknum mafia tanah yang melakukan jual-beli lahan warga demi kepentingan perusahaan sawit.

BACA JUGA : Warga Serahkan Proposal, Bupati Batola Janji Tuntaskan Tapal Batas Desa Jambu Baru-Balukung

“Artinya jangan sampai pihak perusahaan come back ke desa yang menjadi lokasi restricted area,” ucap warga Desa Jambu Baru ini.

Ketiga, menurut Nasrullah, ke depan terutama Kecamatan Kuripan khususnya Desa Jambu Baru dan Jambu, pihak DPRD Batola perlu memproteksi dua desa tersebut dengan mengunci melalui perda masyarakat adat.

BACA JUGA : Warga Desa Jambu dan Jambu Baru Menolak Sawit, DPRD Batola Segera Terbitkan Rekomendasi

“Saat ini, mudah saja mengklaim tanah milik negara, tapi mestinya perlu ada pengakuan terhadap masyarakat melalui perda masyakat adat atau perda lain, yang secara regulasi melindungi warga dan ekosistem lingkungan alam di desa bersangkutan,” imbuh penulis buku Laung Bahenda ini.(jejakrekam)

Penulis Iman Satria
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.